Isi Perjanjian Bongaya, 'Perjanjian Damai' yang Menjadi Awal Keruntuhan Kerajaan Gowa Makassar

Khaerunisa

Editor

ilustrasi - Makam Sultan Hasanuddin
ilustrasi - Makam Sultan Hasanuddin

Intisari-Online.com - Seperti apa isi Perjanjian Bongaya antara Kerajaan Gowa (Makassar) dan VOC, kongsi dagang Belanda.

Sebelum terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, wilayah nusantara dikuasai oleh berbagai kerajaan.

Salah satunya adalah Kerajaan atau Kesultanan Gowa, yang pusatnya di daerah Sulawesi Selatan.

Kini, wilayah inti bekas kerajaan tersebut berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya.

Baca Juga: Latar Belakang Perjanjian Roem-Royen dan Apa Saja yang Disepakati dalam Perundingan antara Indonesia dan Belanda Ini

Masa pemerintahan kerajaan-kerajaan di Indonesia, juga telah menghadapi kedatangan para pedagang Belanda.

Belanda datang ke nusantara untuk suatu kongsi dagang yang sudah memiliki kekuatan dan infrastruktur memadai, dengan jaringan dagang yang tersebar dari Jawa hingga Maluku.

Dengan aktivitas perdagangan yang bertumpu pada monopoli rempah-rempah, VOC memiliki kepentingan untuk mempertahankan posisi istimewa tersebut.

Kerajaan Gowa sendiri punya lokasi yang strategis dan potensi alam yang melimpah, menjadikannya salah satu kekuatan maritim yang dominan.

Baca Juga: Saling Sikut dengan China Demi Cari Muka di Depan Rakyat Timor Leste, Australia Gigit Jari Kala Tiongkok Beri Sumbangan Krusial Ini, Cukup untuk Sepertujuh Warga Bumi Lorosae

Bahkan, dilansir dari situr resmi Kemeneterian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kerajaan Gowa menjadi pusat perekonomian para pedagang baik domestik, maupun pedagang asing.

Kerajaan Gowa sebagai produsen rempah pun terlibat konflik kepentingan dengan VOC, sebagai pelaku monopoli rempah di kawasan timur Hindia.

Dalam buku Awal Mula Muslim di Bali (2019) karya Bagenda Ali, latar belakang Perjanjian Bongaya karena perang besar-besaran yang terjadi antara Kerajaan Gowa melawan VOC.

Perlawanan Kerajaan Gowa menghadapi Belanda mencapai puncak masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, putera Sultan Muhammad Said dan cucu Sultan Alaudin pada 1653-1669 Masehi.

Baca Juga: Sumber Daya Alam Kayu Cendananya Bikin Portugis Ngiler, Ada Pula Berbagai SDA Timor Leste Termasuk Minyak dan Gas, Nyatanya Banyak Rakyatnya yang Menganggur

Pada saat itu, selain menghadapi Belanda, Sultan Hasanuddin juga menghadapi perlawanan Aru Palakka dari Soppeng-Bone pada tahun 1660 Masehi.

Dengan kondisi tersebut, akhirnya Kerajaan Gowa tidak mampu lagi menghadapi pasukan Belanda yang dilengkapi dengan persenjataan canggih dan tambahan pasukan dari Batavia.

Dalam upaya keras mempersiapkan pasukan dan strategi, Sultan Hasanuddin pun terpaksa menandatangani perjanjian di daerah Bongaya.

Perjanjian Bongaya ditandatangani pada 18 November 1667 Masehi di daerah Bongaya.

Baca Juga: Cara Menghitung Weton Sebelum Menikah (Bagian 2)

Berikut isi Perjanjian Bongaya yang ditandatangani Sultan Hasanuddin:

  • Makassar harus mengakui monopoli VOC
  • Wilayah Makassar dipersempit hingga tinggal Gowa saja
  • Makassar harus membayar ganti rugi atas peperangan
  • Hasanuddin harus mengakui Aru Palakka sebagai Raja Bone
  • Gowa tertutup bagi orang asing selain VOC
  • Benteng-benteng yang ada harus dihancurkan kecuali Benteng Rotterdam
Baca Juga: Seakan-akan Perjuangan India Sia-Sia, Ini Penyebab Upaya Melawan Covid-19 di India Semakin Sulit

Meski disebut perjanjian perdamaian, isi sebenarnya adalah deklarasi kekalahan Gowa dari VOC.

Juga pengesahan monopoli oleh VOC untuk perdagangan sejumlah barang di pelabuhan Makassar (yang dikuasai Gowa).

Perjanjian Bongaya pun menjadi awal keruntuhan Kesultanan Gowa.

Itu karena raja-raja setelah Sultan Hasanuddin bukanlah raja yang merdeka dalam penentuan politik kenegaraan.

Baca Juga: Seakan-akan Perjuangan India Sia-Sia, Ini Penyebab Upaya Melawan Covid-19 di India Semakin Sulit

(*)

Artikel Terkait