Intisari-Online.com - Pada Sabtu (24/4/2021), KRI Nanggala-402 yang membawa 53 awak dinyatakan memasuki fase subsunk (tenggelam) setelah hilang kontak pada Rabu (21/4/2021).
Selain itu, KRI Nanggala-402juga disinyalir mengalami keretakan.
Hal tersebut terungkap usai tim menemukan sejumlah benda otentik di perairan utara Bali, yang menjadi lokasi pencarian KRI Nanggala-42.
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono dalam konferensi pers, Sabtu (24/5/2021) mengatakan, "Dengan ditemukannya peralatan yang sudah keluar ini, terjadi keretakan. Memang terjadi tekanan kedalaman yang dalamnya sampai 700-800 meter, ini tentunya terjadi keretakan terhadap kapal selam tersebut."
Terkait dengan keretakan yang dialami KRI Nanggala-402, ada kemungkinan mengakibatkan air masuk ke badan kapal.
Namun, kata Yudo, kemungkinan ada juga bagian-bagian kapal yang tak kemasukan air.
Hal ini terjadi karena badan kapal mempunyai sejumlah sekatdan juga terdapat ruangan-ruangan yang dibagi seperti kompartemen.
Jika ada keretakan dan awak sigap menutup pintu kedap air itu, air tidak akan masuk.
Adanya keretakan yang dialami oleh KRI Nanggal-402 diperkuat dengan penemuan sejumlah benda.
Benda-benda yang diyakini berasal dari kapal selam ini, yaitu alat shalat, busa penahan panas, komponen pelurus tabung torpedo, pembungkus pipa pendingin, oli untuk melumasi periskop, dan solar.
Tenggelamnya KRI Nanggala-402 disebut seperti yang dialami kapal selam Argentina ARA San Juan.
Melansir BBC(17 November 2018), kapal selam ARA San Juan menghilang 430km di lepas pantai Argentina pada 15 November 2017 dengan membawa 44 awak.
Angkatan laut Argentina menghentikan misi penyelamatannya dua minggu setelah kapal selam itu menghilang.
Namun, setahun satu hari setelah hilang, para pejabat mengumumkan kapal selam tersebut telah ditemukan 800 m di bawah permukaan Samudra Atlantik.
ARA San Juan sedang dalam perjalanan kembali dari misi rutin ke Ushuaia, dekat ujung selatan Amerika Selatan, ketika dilaporkan mengalami "gangguan listrik".
Menurut komandan angkatan laut Gabriel Galeazzi, kapal selam itu muncul dan melaporkan terjadinya "korsleting" di baterai kapal.
Kapal selam itu diperintahkan untuk mempersingkat misinya dan segera kembali ke pangkalan angkatan laut di Mar del Plata.
Kontak terakhir angkatan laut Argentina dengan kapal itu sekitar pukul 07:30 waktu setempat pada 15 November, di mana kaptennya dikabarkan mengkonfirmasi bahwa awaknya baik-baik saja.
Delapan hari setelah kapal selam itu menghilang, Organisasi Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir yang berbasis di Wina mengatakan bahwa mereka telah mendeteksi suara beberapa jam setelah kontak terakhir kapal selam itu.
Lembaga itu, yang mengoperasikan jaringan pos pendengaran untuk memantau ledakan nuklir, mengatakan bahwa telah terjadi "anomali hidro-akustik" sekitar 30 mil laut (60 km) utara dari posisi terakhir kapal selam.
Angkatan Laut Argentina mengatakan itu mungkin suara kapal selam yang meledak.
Juru bicara Angkatan Laut Enrique Balbi mengatakan bahwa air telah memasuki snorkel kapal selam, yang digunakan untuk mengambil udara dari atas permukaan saat kapal selam itu tenggelam.
Air asin menetes ke baki baterai di haluan, menyebabkan baterai korsleting dan membara, katanya.
Sebuah video yang diunggah channel Kostack Studio "Submarine ARA San Juan Simulation (Implosion + Sinking), similar to KRI Nanggala 402" yang menampilkan simulasi kerusakan kapal selam ARA San Juan dengan gambar 3D (3 dimensi) pun menjadi pembahasan sejumlah kalangan.
Mereka menilai tenggelamnya kapal selamARA San Juan mirip dengan yang dialami KRI Nanggala-402.
Video tersebut menggambarkan badan kapal tidak kuat menahan tekanan air hingga mengalami keretakan.
Kemudian, kapal selam tersebut hancur menjadi dua bagian besar serta banyak serpihan yang terlontar dari badan kapal selam.
Badan kapal tersebut pun tenggelam hingga dasar lautan yang kedalamannya mencapai ratusan meter.