Intisari-Online.com - Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga mengadakan pertemuan puncak pertamanya dengan Presiden AS Joe Biden di Gedung Putih tanggal 17 April waktu Jepang sebelum fajar.
Keduanya tampak serius membicarakan masalah Taiwan.
"Kami akan menekankan pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan dan mempromosikan penyelesaian damai masalah lintas selat," ungkap PM Yoshihide Suga dalam jumpa persnya.
Masalah Taiwan telah masuk dalam kesepakatan antara para pemimpin Amerika Serikat dan Jepang sejak pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh Perdana Menteri Eisaku Sato dan Presiden Nixon pada tahun 1969, sebelum normalisasi hubungan diplomatik antara Jepang dan China.
Pertemuan tersebut diadakan selama sekitar 20 menit secara tatap muka dengan hanya seorang penerjemah, dan kemudian dipindahkan ke pertemuan kelompok kecil dan pertemuan umum, yang berlangsung selama dua setengah jam.
Pada pertemuan tersebut, para pemimpin Jepang dan Amerika Serikat sepakat bahwa China diperkirakan akan menentang upaya untuk mengubah status quo dengan kekerasan dan mengintimidasi orang lain di kawasan terkait situasi di Laut China Timur dan Selatan.
Pada konferensi pers bersama setelah pertemuan, Perdana Menteri Suga menyatakan (kepada Presiden) bahwa lingkungan keamanan yang semakin parah di Asia Timur sehingga perlu memperkuat penangkalan dan kekuatan penanggulangan aliansi Jepang-AS.
Terkait pernyataan bersama tersebut, PM Suga menegaskan, "Ini adalah kompas aliansi Jepang-AS ke depan.
Ini sangat menunjukkan persatuan kedua negara menuju perwujudan konsep 'Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.
Apakahyang Akan China Lakukan atas Taiwan?
Berbicara pada pembukaan pertemuan tahunan parlemen China,Perdana Menteri Li Keqiang mengatakan Beijing berpegang pada prinsip "satu China", yang menyatakan bahwa Taiwan adalah bagian dari China.
China tetap berkomitmen "untuk mempromosikan pertumbuhan damai hubungan di seluruh Selat Taiwan dan reunifikasi China", katanya kepada sekitar 3.000 delegasi di Balai Besar Rakyat Beijing.
"Kami akan tetap sangat waspada dan dengan tegas mencegah aktivitas separatis yang mencari kemerdekaan Taiwan," tambah Li.
“Kami akan mempromosikan pertukaran, kerja sama, dan pembangunan terintegrasi di seluruh Selat Taiwan.
Bersama-sama kita dapat membentuk masa depan yang cerah untuk bangsa kita yang hebat," tambahnya.
Sebagian besar orang Taiwan tidak menunjukkan minat untuk diperintah oleh China yang otokratis, dan juga sangat mendukung protes anti-pemerintah di Hong Kong yang dikelola China.
Namun, padahari Senin (12 April) PLA diketahui lakukanlatihan di dekat pulau Taiwan.
Jumlah pesawat tempur PLA yang ditampilkan dalam latihan tersebut merupakan rekor sejak otoritas pertahanan Taiwan mulai merilis informasi tentang aktivitas pesawat PLA di wilayah tersebut pada 17 September 2020, melampaui rekor sebelumnya yaitu 20 pada 26 Maret.
Song Zhongping, seorang ahli militer China mengatakan latihan itu bisa menjadi latihan rencana tempurnya.
China juga menampilkan perampasan superioritas udara, dan serangan terhadap target darat serta laut, termasuk kapal perang yang mengganggu negara asing.
(*)