Intisari-Online.com - Ketegangan terus meningkat antara Filipina dan China.
Sebelumnya, kedua negara terlibat konflik Laut China Selatan.
Di mana Filipina menolak dengan tegas klaim China yang ingin menguasi 90% Laut China Selatan.
Lalu ketegangan antara dua tetangga Asia itu terus meningkat, sejak lebih dari 200 kapal China berlabuh di perairan dekat Whitsun Reef pekan lalu.
Dilansir daroexpress.co.uk pada Senin (5/4/2021), terumbu karang, yang disebut Julian Reef oleh Manila, adalah bagian dari kepulauan Kepulauan Spratly.
Baik China dan Filipina mengklaim terumbu karang sebagai wilayah mereka.
Dan Manila bersikeras bahwa Terumbu Karang itu termasuk dalam zona ekonomi eksklusifnya.
Lalu mendadak kapal-kapal China berlabuh di dekat Terumbu Karang tersebut dan membuat marah Filipina.
Tapi Beijing mengatakan bahwa kapal-kapal itu milik nelayan yang mencari perlindungan di dekat Terumbu Karang dari cuaca buruk dan laut yang ganas.
Namun, pemerintah Filipina tidak percaya dengan klaim China tersebut.
Mereka mengatakan kapal-kapal itu adalah bagian dari milisi maritim China dan diawaki terutama oleh pasukan cadangan yang beroperasi di bawah perintah Penjaga Pantai dan Tentara Pembebasan Rakyat.
"Kehadiran terus menerus milisi maritim China di daerah tersebut mengungkapkan niat mereka untuk menduduki lebih lanjut (wilayah) di Laut Filipina Barat," kataMenteri Pertahanan Delfin Lorenzana.
"Mereka telah melakukan ini (menempati wilayah yang disengketakan) sebelumnya di Panatag Shoal atau Bajo de Masinloc dan di Panganiban Reef."
"Mereka dengan berani melanggar kedaulatan dan hak kedaulatan Filipina di bawah hukum internasional."
Lorenzana mencatat bahwa 44 kapal China masih tetap berada di daerah tersebut meskipun cuaca jauh lebih baik.
"Kami warga Filipina tidak bodoh."
"Sejauh ini cuaca bagus. Jadi mereka tidak punya alasan untuk tinggal di sana lebih lama," katanya.
Menanggapi pernyataan tersebut, Kedutaan Besar China di Manila mengatakan bahwa sangat normal bagi kapal penangkap ikan untuk berlindung dari laut yang ganas di perairan dekat terumbu karang.
"Tidak ada yang berhak membuat pernyataan ceroboh tentang kegiatan seperti itu."
China telah lama mengklaim kedaulatan atas sebagian besar Laut China Selatan, dengan mengatakan bahwa seluruh jalur air hingga pantai Filipina, Malaysia, dan Taiwan adalah miliknya.
Klaim Beijing didasarkan pada garis sembilan-putus berbentuk U yang terukir di peta pada tahun 1940-an oleh seorang ahli geografi China.
Pada 2016, pengadilan arbitrase internasional menolak klaim teritorial China.
Terlepas dari keputusan itu,Chinaselama bertahun-tahun telah membangun pulau-pulau buatan di perairan yang disengketakan, membentenginya dengan pangkalan militer.