Intisari-Online.com - Ketegangan antara Filipina dan China meningkat tajam.
Hal itu membuatMenteri Pertahanan FilipinaDelfin Lorenzana membuat pengumuman penting.
Di mana dilansir dariexpress.co.uk pada Selasa (30/3/2021),Lorenzana mengumumkan operasi penerbangan pada 27 Maret 2021 kemarin.
Itu dilakukan dalam upaya untuk mendapatkan kembali kendali atas situasi genting atas dua negara.
Diketahui, ada lebih dari 200 kapal yang telah berlabuh di dekat wilayah Whitsun Reef setidaknya sejak 7 Maret 2021 dan diduga semuanya milik pasukan militerChina.
"Aset udara dan laut kami siap untuk melindungi kedaulatan dan hak kedaulatan kami," kata Lorenzana.
“Kami siap untuk mempertahankan kedaulatan nasional kami dan melindungi sumber daya laut Filipina."
“Akan ada peningkatan kehadiran kapal Angkatan Laut dan Penjaga Pantai untuk melakukan patroli kedaulatan dan melindungi nelayan kita di Laut Filipina bagian barat.”
Lorenzana juga mengulangi tuntutannya agar armada kapal asing tersebut segera ditarik.
Sebelumnya, Manila telah menyatakan keprihatinannya atas armada tersebut.
Di mana Manila menggambar kondisi itu sebagai sesuatu yang mengancam.
Apalagi kapal-kapal asing itu berlabuh di dalam zona ekonomi eksklusif Filipina.
Menurut laporan, jet tempur FA-50 Filipina dikirim untuk melakukan operasi di atas armada penangkap ikan.
Menurutseorang ahli militer China, apa yang dilakukan pemerintah Filipina sudah benar.
Sebabjet tempur merupakan ancaman besar bagi kapal penangkap ikan yang tidak bersenjata dan dapat mengintimidasi awak kapal.
Jika tidak menyerang, makapengiriman jet tempur tersebut untuk memantau kondisi di sana.
Namun hinggakini pihak China menyangkal keterlibatan militer apa pun.
Kedutaan Besar China di Manila, Filipina telah mengeluarkan pernyataan pada 22 Maret 2021.
Mereka menyatakan: “Sudah menjadi praktik normal bagi kapal penangkap ikan China untuk berlindung dalam keadaan seperti itu."
“Tidak adaanggota maritim China seperti yang dituduhkan."
"Setiap spekulasi dalam hal seperti itu tidak membantu apa-apa selain menyebabkan gangguan yang tidak perlu".
"Situasi ini diharapkan dapat ditangani secara obyektif dan rasional," tutupnya.
China sendiri telah mengklaim lebih dari 90 persen Laut China Selatan yang kaya sumber daya sebagai miliknya.
Klaim itu berdasarnya kebijakan sembilan garis putus-putusnya.
Bahkan China telah memulai pembangunan di beberapa pulau buatan untuk meningkatkan kehadiran militernya secara strategis di wilayah tersebut.
Tentu saja sikap China mendapat protes dari negara lain. Termasuk dari Filipina.