Intisari-Online.com -Filipina nampaknya semakin lama semakin geram dengan polah tetangga jauhnya yang makin berani mengobrak-abrik wilayahnya.
Apalagi, sang tetangga ini bukan sekali-dua kali dengan semena-mena melakukan kegiatan-kegiatan di wilayah Filipina.
Terbaru, Filipina mengaku menemukan ratusan kapal tetangganya tersebut beroperasi di wilayahnya.
Bahkan, tak lama kemudian Filipina akhirnya menemukan adanya 'struktur buatan manusia' yang terbangun secara ilegal di wilayahnya.
Hanya saja, meski wilayah negaranya diobrak-abrik sekenanya, tak satu pun pemimpin negara Filipina yang berani menyebut siapa pelakunya.
Bahkan,Panglima Angkatan Bersenjata Filipina Letnan Jenderal Cirilito Sobejana tidak berani menyebut nama saat mengeluh tentang temuan negaranya.
Dia hanya menyatakanbangunan tersebut tidak jauh dari pulau dan fitur yang diklaim oleh Manila di dalam zona ekonomi eksklusif negaranya.
Lalu siapakah pelakunya? Sebenarnya hampir seluruh dunia bisa dengan mudah menunjuk satu negara meski dengan mata tertutup.
Militer Filipina mengatakan pada Kamis (1 April), telah mendokumentasikan struktur buatan manusia ilegal di Union Banks di Kepulauan Spratly, Laut China Selatan, dekat daerah tempat ratusan kapal China berkumpul bulan lalu.
Struktur itu ditemukan pada 30 Maret, dalam salah satu patroli penerbangan maritim militer di atas Laut China Selatan, di mana mereka memantau dengan cermat aktivitas kapal-kapal China yang diyakini diawaki oleh milisi maritim.
"Konstruksi dan kegiatan lain, ekonomi atau lainnya, merugikan perdamaian, ketertiban, dan keamanan perairan teritorial kami," kata Sobejana dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters.
“Upaya kami dengan patuh menjalankan amanat kami untuk melindungi dan memajukan kepentingan nasional kami di kawasan itu terus berjalan tanpa hambatan,” ujarnya.
Pulau-pulau dan terumbu karang Spratly adalah di antara daerah-daerah yang paling diperebutkan di dunia, dengan Vietnam, China, Taiwan, Filipina, dan Malaysia menempatkan struktur, komunitas kecil, dan pulau-pulau buatan untuk mempertaruhkan klaim teritorial mereka di jalur air strategis.
Rekaman video yang dibagikan oleh militer Filipina menunjukkan ratusan perahu tersebar di sekitar terumbu karang Hughes, Gaven, dan Whitsun, beberapa ditambatkan dalam kelompok sebanyak tujuh perahu berdampingan.
Kedutaan Besar China di Manila tidak menjawab permintaan komentar dari Reuters tentang keberadaan struktur bangunan di Union Banks.
Pernyataan Sobejana datang sebagai bagian dari dorongan baru oleh militer dan diplomat Filipina untuk secara terbuka menentang kegiatan maritim China.
Penasihat keamanan nasional AS dan Filipina membahas keprihatinan mereka atas aktivitas China di Laut China Selatan lewat saluran telepon pada Rabu (30 Maret).
Sementara Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri China minggu ini.
Ratusan kapal
Filipina menggambarkan kehadiran kapal-kapal itu di dalam zona ekonomi eksklusif 200 mil di Whitsun Reef sebagai "mengerumuni dan mengancam".
Sementara Kanada, Australia, Amerika Serikat, Jepang, dan lainnya telah menyuarakan keprihatinan tentang niat China, memicu protes dari Beijing.
Diplomat China menyebutkan, kapal-kapal itu berlindung dari laut yang ganas dan tidak ada milisi di dalamnya.
Dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Reuters, satuan tugas Filipina di Laut China Selatan menyatakan "keprihatinan yang mendalam atas berlanjutnya kehadiran yang melanggar hukum (mengerumuni) dari milisi maritim Cina yang tidak mundur".
"Baik Filipina maupun masyarakat internasional tidak akan pernah menerima pernyataan China tentang apa yang disebut kedaulatan terintegrasi yang tak terbantahkan di hampir semua Laut China Selatan," kata gugus tugas Filipina, yang mendesak penarikan segera kapal-kapal itu.
Lebih dari 240 kapal
Posisi Filipina atas kapal-kapal China adalah salah satu yang terkuat sejak Presiden Rodrigo Duterte mengambil alih kekuasaan pada 2016 dan berusaha berteman dengan Beijing.
Langkah Duterte itu telah membuat frustrasi para nasionalis yang mengatakan, dia bersikap lunak terhadap China, merusak hubungan dengan Amerika Serikat, dan "berjudi" dengan kedaulatan nasional.
Mengutip intelijen yang dikumpulkan oleh patrolinya sendiri, gugus tugas Filipina menyebutkan, 44 kapal masih berada di Whitsun Reef dan sekitar 200 lainnya tersebar di sekitar bagian lain dari Kepulauan Spratly.
Termasuk, berada di dekat pulau-pulau buatan China yang dimiliterisasi, di mana empat kapal perang Angkatan Lautnya terlihat.
Kedutaan Besar China di Manila tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Senin (29/3) mengatakan, Washington mendukung sekutunya, Filipina, dalam menghadapi milisi maritim China yang berkumpul di Whitsun Reef.