Intisari-online.com -China terbukti telah mereklamasi lahan sampai memperluas wilayah karang di Pulau Spratly, di perairan sengketa Laut China Selatan.
Hal ini terbukti dari gambar dan foto-foto satelit.
Foto yang diambil dari perusahaan teknologi luar angkasa Maxar, tunjukkan Karang Subi punya tanah baru ditambahkan ke karang itu.
Sebelumnya tanah itu tidak terlihat di dalam foto satelit yang diambil pada 20 Februari.
Karang Subi sendiri diklaim oleh Filipina dan Vietnam.
Tanah itu berbentuk lahan persegi, seukuran 2,85 hektar.
Lahan persegi itu ditambahkan ke tepi selatan gundukan karang berbentuk cincin.
Karang itu membungkus laguna dan memiliki saluran bagi kapal untuk masuk dan keluar.
Pola melingkar di satu sudut lahan tunjukkan menara atau radome dapat dibangun di sana, menurut Maxar.
Melansir South China Morning Post, Collin Koh, rekan peneliti dari Akademi Studi Internasional S. Rajaratnam, Singapura, mengatakan konstruksi baru dapat digunakan untuk berbagai tujuan.
"Itu terletak tepat sepanjang tepi laut, perlu dicatat," ujar Koh.
"Jelas-jelas itu menjadi situs berbagai tujuan. Mungkin saja ada bangunan atau menara observasi dan menara radar, tapi daratan beraspal terbuka sangatlah multifungsi.
"Daratan itu bisa dipakai untuk aktivitas skala besar, dan mungkin bisa untuk pendaratan helikopter, bahkan titik untuk sistem senjata berpindah atau sensor."
Komentator militer Song Zhongping mengatakan jika selain memasang sistem militer, bangunan di karang "dapat dipakai untuk memperbaiki lingkungan kehidupan para tentara yang ditugaskan di sana."
Pembangunan baru ini adalah upaya terakhir oleh China, Filipina dan Vietnam untuk memperkuat klaim tumpang tindih mereka di Laut China Selatan, di mana masing-masing telah membangun fasilitas sendiri.
China telah mengeringkan daratan dan membangun pulau buatan di Spratly sejak 2013, dengan dilengkapi beberapa perlengkapan seperti radar, jalur landas pesawat dan rudal permukaan ke udara.
Karang Subi adalah satu dari 6 pulau buatan yang Beijing klaim dan kembangkan di Laut China Selatan.
Jaraknya sejauh 26 km dari Pulau Thitu, yang di Filipina disebut sebagai Pagasa.
Filipina sendiri telah menduduki dan membangun barak pantai di sana.
Vietnam sendiri juga telah memasang sistem pertahanan udara dan pantai di sebagian besar pangkalannya di Spratly.
Peningkatan paling signifikan berada di West Reef dan Pulau Sin Cowe, menurut laporan bulan lalu oleh Asia Maritime Transparency Initiative dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional.
Beijing mengatakan pada tahun 2015 jika mereka menunda reklamasi lahan, sebuah klaim yang tidak luas diterima oleh komunitas internasional.
Tahun berikutnya, sebuah pengadilan internasional tetapkan jika klaim kepemilikan Beijing hampir 90% dari Laut China Selatan tidak punya dasar hukum.
Ketegangan meningkat di isu Spratly bulan ini setelah kehadiran berkelanjutan 200 lebih kapal China di dekat Karang Whitsun yang dikuasai China.
Kehadiran kapal-kapal itu tepat di tengah-tengah keluhan jika China mengubah tempat itu menjadi pos militer lain.
Ketika kapal terlihat Januari kemarin, perusahaan China Chang Guang Satellite Technology mengatakan mereka berlindung dari laut yang ganas.
Namun kehadiran berkelanjutan dekat karang itu membuat Manila menamainya "milisi maritim" dan Menteri Luar Negeri Filipina, Teodor Locsin, mulai mengajukan protes diplomatik dengan Beijing.
Kedutaan besar China di Manila Senin kemarin mengabaikan sebutan milisi dan mengatakan kapal-kapal itu hanya memancing saja.
Baca Juga: China Kemaruk Lagi, Filipina Sampai Kesal Dikepung 220 Kapal Milisi China yang Masuk Perairan Mereka
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini