Hadi menyebutkan, banyak garam kristal murah yang masuk ke daerahnya sebagai pesaing, yang kemudian memenuhi kebutuhan industri pembuatan garam halus.
"Kan di Desa ini banyak juga pembuat garam halus, bahan bakunya dari garam kasar seperti kami ini, tapi sekarang mereka beli yang luar daerah, dengan harga murah," kata Hadi.
Untuk bertahan hidup di tengah kondisinya yang sulit, Hadi biasanya pergi mencari ikan untuk makan sehari-hari.
"Kami hanya bisa pasrah, kami bertahan hidup cari ikan, udang di laut untuk makan, kalau banyak dapat, kami jual," tutur Hadi.
Baca Juga: 10 Militer Paling Miskin di Dunia Tahun 2021, Laos Masih Ada dalam Daftar Ini!
Senada dengan Hadi, Sukur (60) yang juga petani di Desa tersebut, juga mengalami kondisi serupa.
Sukur menurutkan, bahwa ia sudah terlanjur mencintai pekerjaan sebagai petani garam, dan tidak ada pekerjaan yang ia bisa lakukan selain bertani.
"Saya sudah cinta terhadap pekerjaan sudah 20 tahun, tidak ada pekerjaan yang saya bisa lakukan selain ini," kata Sukur.
Ayah dua anak ini menurutkan, bahwa akibat lama garamnya tidak terserap, garam yang disimpannya di gudang, habis terbawa banjir.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR