Intisari-online.com -Vaksin virus Corona AstraZeneca seharusnya menjadi vaksin yang mengeluarkan dunia dari pandemi: cara mudah murah yang melindungi tidak hanya warga negara yang makmur, tapi bahkan menjanjikan di negara-negara rentan.
Sayangnya, vaksin ini malah justru menjadi sumber malapetaka baru.
Dilansir dari The Washington Post, inokulasi vaksin buatan Universitas Oxford bersama salah satu perusahaan farmasi terbesar di dunia telah dikacaukan oleh kesalahan langkah saat peluncuran vaksin lain bertambah cepat.
Pertama, ada dasar ilmiah yang membingungkan.
Kedua ada target vaksinasi yang terlewat.
Kini, ditundanya vaksinasi di Eropa setelah adanya laporan pembekuan darah langka di antara para individu yang sudah divaksinasi.
Sayangnya, vaksin ini sudah digadang-gadang jadi vaksin terbaik, dan tim Oxford begitu arogan untuk sesumbar di antara para ilmuwan dunia.
Bahkan jika ketersediaan vaksin AstraZeneca telah ditangani dengan cara berbeda, vaksin ini akan tersedia lebih luas lagi saat ini, menjadi pemusnah pandemi Covid-19 yang membunuh ratusan ribu warga dunia setiap harinya.
Tentu saja ada negara yang masih mendukung vaksin ini, seperti Inggris, yang menyebut AstraZeneca membantu menurunkan pasien yang dirawat di RS serta jumlah kematian pasien Covid-19.
Namun kepercayaan publik kepada vaksin perusahaan sudah mencapai ambang maksimal, memperlambat penerimaan vaksin dan menunda perang melawan pandemi.
Konsekuensi telah sangat terasa di Eropa, yang dulunya sampai berebut untuk mendapatkan AstraZeneca, tapi hanya menerima sepertiga dari yang dijanjikan.
Serta semenjak varian baru virus Corona ditemukan di Inggris dan mulai menyebar di benua biru, banyak negara mulai menutup negaranya lagi.
Hungaria memecahkan rekor jumlah kasus dan kematian Jumat lalu.
Perancis terapkan penutupan ketat di hampir seluruh negara.
Sementara kasus di Jerman meningkat 50% minggu lalu, dan perhitungan suara opini tunjukkan keinginan publik untuk mendapatkan vaksin AstraZeneca menurun.
"AstraZeneca sayangnya memiliki jumlah produksi dan pengiriman yang kurang," ujar Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen kepada reporter.
"Dan ini tentunya memperlambat kecepatan kampanye vaksinasi."
Setelah pembuat kebijakan Uni Eropa memastikan ulang keamanan vaksin minggu lalu mengikuti laporan pembekuan darah, AstraZeneca baru memberikan pernyataan.
Mereka menyebutkan keuntungan "jauh lebih banyak daripada risiko.
"Analisis dari database keamanan AstraZeneca pada 10 juta catatan vaksin tidak tunjukkan jika kejadian ini terjadi lebih sering daripada yang diharapkan terjadi pada jutaan orang."
Vaksin yang populer
Vaksin AstraZeneca terkenal karena popularitasnya.
Ilmuwan Oxford Sarah Gilbert mengatakan saat itu ia 80% yakin vaksin akan sukses, sebelum ada yang menerima vaksin itu dalam pengujian klinis.
Vaksin ini juga mendapat perhatian karena para ilmuwan menyebut pekerjaan mereka sebagai solusi global, tidak hanya ditujukan kepada negara kaya saja dan tidak mencari keuntungan.
Harga vaksin AstraZeneca adalah sebesar 40 Dollar AS sedosisnya, seperlima dari vaksin lain dan bisa disimpan di kulkas biasa, tidak seperti Pfizer-BioNTech dan Moderna.
Mei tahun lalu, AstraZeneca umumkan akan mengetes vaksin mereka pada 10 ribu orang di Inggris dan karena pesanan besar dari AS, mereka mengujinya secara cepat kepada 30 ribu orang.
Namun pengujian ini mendapatkan hasil buruk, gejala syaraf langka terjadi pada tiga orang, dua dari mereka menerima dosis sesuai studi vaksinasi, menyebabkan pengujian di seluruh dunia ditunda.
Kemudian tanpa penjelasan apapun beberapa relawan di Inggris secara tidak terduga mendapatkan dosis pertama vaksin hanya separuh dari dosis yang direncanakan.
Rupanya hal itu diakui sebagai cara perusahaan menentukan dosis yang terbaik untuk setiap orang.
Permasalahannya, dosis itu menjadi masalah sendiri karena perusahaan merilis hasil pengujian pada November, dan pada kelompok dosis separuh, efikasi vaksin mencapai 90% sedangkan kelompok dosis full 2x penyuntikan hanya mendapatkan efikasi sebesr 62% saja.
Penyebab hal ini tidak jelas, membuat ilmuwan AS kesulitan memahami bagaimana vaksin bekerja dan menggunakannya melalui data yang ada dan komunikasi yang membingungkan.
Namun ada yang lebih membingungkan, karena tim AstraZeneca tidak menggunakan relawan lansia di Inggris sehingga tidak ada hasil mengenai seberapa bagusnya vaksin dipakai untuk melindungi para lansia di atas umur 65 tahun, tidak seperti Pfizer-BioNTech dan Moderna yang tetap gunakan pengujian pada lansia.
Kurangnya data ini membuat beberapa negara Eropa tidak merekomendasikan vaksin AstraZeneca ke warga lansia.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini