Advertorial

Inilah Pajak Payudara, Cara Brutal Penjajah Inggris Memaksa Wanita Berpayudara Besar Untuk Membayar Pajak, Makin Besar Asetnya Makin Mahal Pajaknya, Alasannya Mengelikan

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Wanita dari kelas bawah tidak akan diizinkan untuk menutupi payudara mereka dan akan dikenakan pajak tinggi untuk melakukannya.
Wanita dari kelas bawah tidak akan diizinkan untuk menutupi payudara mereka dan akan dikenakan pajak tinggi untuk melakukannya.

Intisari-online.com- Mungkin tercatat dalam sejarah praktik ini adalah yang paling memuakkan dilakukan.

Pasalnya payudara dipermasalahkan hingga dijadikan acuan untuk membayar pajak.

MelansirEva.vn, pajak ini pernah dilakukan oleh kolonial Inggris tahun 1800-an di India.

Pajak dada diberlakukan oleh raja Travancore, salah satu dari 550 negara bagian di India, selama masa kolonial Inggris, sekarang dikenal daerah Kerala.

Baca Juga: Sukanto Tanoto, Taipan Sawit Indonesia yang Beli Bekas Istana Raja Jerman, Siapa Sangka Uangnya dari Praktik Pencucian Uang, Tiga Negara Termasuk Indonesia yang Merugi

Wanita dari kelas bawah tidak akan diizinkan untuk menutupi payudara mereka dan akan dikenakan pajak tinggi untuk melakukannya.

Pejabat kerajaan akan pergi ke rumah-rumah, mengumpulkan pajak payudara dari wanita kelas bawah dan wanita pada masa puber.

Jumlah pajak tergantung pada ukuran payudara, semakin besar payudaranya semakin tinggi nilai pajaknya.

Pemungut pajak akan memeriksa wanita-wanita dengan menyentuh payudaranya dengan tangan kosong.

Baca Juga: Tak Lagi Muda, Seorang Ibu Asal India Lahirkan Anak Kembarnya di Usia 73 Tahun, Namun Harus Mengurus Sendiri Buah Hatinya Karena Suaminya Meninggal Setahun Kemudian

Kemudian mereka juga mengukur ukuran payudara tersebut.

Pada intinya, tujuan pemungutan pajak ini hanya untuk mempermalukan perempuan kelas bawah.

Wanita dari kelas atas masih diperbolehkan menutupi payudaranya dan bahkan tidak dikenakan pajak.

Sedangkan wanita kelas bawah dilarang menutupi payudaranya, jika mereka tidak membayar pajak.

Menurut, Dr Sheeba KM, Profesor ekologi gender dan studi Dalit (studi kesukuan, agama minoritas, wanita dari kelompok yang dikecualikan) di Shri Shankaracharya Sanskrit Universitas Vishwavidyalaya di negara bagian Kerala, India.

Mengatakan, "Tujuan dari pajak dada adalah untuk mempertahankan struktur kelas, bukan yang lain."

Baca Juga: Bermula dari Bandit Domba, Pejuang Sederhana Namun Brutal, Beginilah Kisah Teror yang Dilakukan Pemerintahan Tamerlane alias Timur, Bahkan Bangun Menara dari Tengkorak Warga yang Tolak Bayar Pajak

"Pakaian dipandang sebagai tanda kekayaan dan kemakmuran, sedangkan orang miskin dan orang dari kasta rendah tidak boleh menikmatinya," katanya.

Dalam bukunya, "Native Life in Travancore" penulis Samuel Meeter mengatakan, hampir 110 daftar pajak tambahan diberlakukan.

Tujuannya hanya untuk memastikan orang kelas bawah selalu berada di masyarakat kelas bawah.

Sementara kelas lain, tidak dibebankan pajak supaya bisa berkembang.

Samuel Meeter, berbicara tentang pajak Payudara, menurutnya itu adalah pajak terburuk yang pernah ada di India.

Pajak Payudara juga menyebabkan ketidakpuasan dalam masyarakat India sampai memuncak tahun 1859.

Baca Juga: Urat Malunya Sudah Putus, Kemarin Asyik Senggol India dan Jepang, China Kini Meminta Mereka 'Menjaga Persahabatan' Agar Bisa Hadapi AS di Asia Bersama-sama

Waktu itu, dua wanita kelas rendah ditelanjangi oleh pejabat Travancore, karena mengenakan pakaian mereka.

Kemudian dua wanita itu digantung di pohon di depan semua orang sebagai peringatan dan pelajaran bagi mereka yang berani melawan aturan.

Hingga kemudian seorang wanita pemberani bernama Nangeli, mengakhiri ketidakadilan ini.

Nona Nangeli dari kelas Ezhava di Kerala adalah salah satu korban pajak mengerikan ini, dia mendatangi petugas bukan untuk membayar pajak.

Tetapi dia memotong payudaranya tepat dihadapan petugas dengan menggunakan sabit, lalu memberikan payudaranya ke pohon pisang dan menyerahkan ke petugas pajak.

Karena kehilangan banyak darah Nageli meninggal, kematian itu memicu pemberontakan besar-besaran, ditambah tekanan dari gubernur Madras memaksa wanita mengenakan pakaiannya tahun 1924.

Tindakan Nageli membuahkan hasil, dia dikenang sebagai "Mulachiparambu" yang artinya negeri wanita berpayudara.

Artikel Terkait