Intisari-online.com - Pertemuan antara dua negara besar seringkali membuka tirai baru dan sejarah baru.
Seperti misalnya Amerika yang melakukan pertemuan dengan Korea Utara, di Singapura 2018 silam.
Pada waktu itu, baik Korea Utara dan AS dalam ketegangan paling mendidih, sehingga untuk menyelesaikan masalah itu harus diadakan pertemuan.
Alhasil, kedua pemimpin negara saat itu Kim Jong-Un dan Donald Trump memutuskan untuk melakukan pertemuan penting.
Hasilnya, Amerika berhasil melakukan denuklirisasi atas negara petapa tersebut, dan hubungan keduanya berangsur membaik.
Selain itu, belakangan ada kabar yang hampir sama, di mana Amerika juga merencakan pertemuan dengan China.
Menurut 24h.com.vn, pada Kamis (11/3/21), Diplomat top Amerika dan China keduanya sama-sama bersiap untuk melakukan pertemuan.
Hal itu dibocorkan oleh kantor berita Reuters, pada 11 Maret, dari sekretaris Gedung Putih, Jen Psaki.
Ia mengatakan Menteri Luar Negeri As Antony Blinken, akan melakukan pertemuan resmi dengan pejabat tinggi China pada 18 Maret di Alaska, AS.
Acara tersebut menandai pertemuan tatap muka pertama antara diplomat AS-China tingkat tinggi pertama.
AS akan mengirimkan Menteri Luar Negeri Blinken dan Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan.
Di pihak China, ada Komisaris Luar Negeri China Duong Khiet Tri, Menteri Luar Negeri China Wang Yi.
Dalam pengumumannya, Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki menekankan, "Penting bahwa pertemuan pertama diplomat AS dengan mitranya dari China di bawah Presiden Joe Biden, diadakan di wilayah tersebut.
KTT Washington-Beijing akan dilakukan setelah kunjungan Menteri Pertahanan AS Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin ke Jepang, Korea Selatan, dan Konferensi Tingkat Tinggi online antara Biden dan para pemimpin Jepang, India, dan Australia.
KTT ini adalah acara kepemimpinan pertama antara sekelompok empat negara (Quad) di bawah Biden.
Berkontribusi pada promosi kebijakan luar negeri AS untuk menyeimbangkan peningkatan kekuatan ekonomi dan militer dari China.
Psaki menegaskan, ini akan menjadi kesempatan untuk menyelesaikan serangkaian masalah termasuk masalah yang sangat tidak disetujui kedua belah pihak.
Duta Besar China untuk AS belum mengomentari pertemuan mendatang di Alaska.
Mengomentari acara tersebut, pakar Asia dari Center for International Research and Strategy, Bonnie Glaser mengomentari pertemuan penting itu.
Perhitungan dan penjadwalan pertemuan antara AS dan China seperti di atas mengirimkan pesan kepada Beijing bahwa hubungan sekutu AS di Asia adalah sangat solid.
Namun, akan sulit untuk mendapatkan hasil yang positif.
Pakar Bonnie Glaser memperkirakan bahwa konten acara tersebut terutama berkisar pada kebijakan China di Hong Kong, tekanan Beijing terhadap Taiwan, dan situasi Uighur.
Sejak awal masa jabatan hingga sekarang, semua level di Gedung Putih telah menekankan China sebagai "ancaman terbesar" dan "pesaing utama".
Baru-baru ini, Menteri Luar Negeri AS Blinken menegaskan bahwa Washington menganggap Beijing sebagai "ujian geopolitik terbesar" di abad ke-21.
KarenaBlinken menganggap itu satu-satunya negara yang dapat menimbulkan "tantangan serius. Bagi stabilitas dan keterbukaan internasional.
Presiden Biden pernah menyebut China sebagai "pesaing paling tangguh" dari Amerika.
Biden menegaskan bahwa Washington akan menghadapi Beijing dalam banyak masalah seperti kekayaan intelektual dan kebijakan ekonomi.
Pemerintahan Biden telah dengan jelas menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka akan melanjutkan pendekatan kerasnya ke China di bawah Presiden Donald Trump.
Sementara itu, Beijing selalu menyerukan perundingan dan kerja sama dengan AS tetapi menanggapi secara kasar dengan Washington dalam banyak masalah.
Misalnya, dalam masalah Laut China Selatan, China mengkritik AS karena melakukan intervensi dalam urusan dalam negerinya, sehingga menimbulkan stabilitas di wilayah ini.
Para ahli mengatakan bahwa, jika kedua belah pihak terus mempertahankan sikap mereka dalam pernyataan terbaru mereka tentang satu sama lain, pertemuan tingkat tinggi akan berakhir tanpa hasil yang positif.