Beredar Isu China Bangun Militer di Indonesia Karena Tak Sanggup Bayar Utang, Faktanya Justru Mengejutkan, AS Malah Berencana Ajak Indonesia untuk Lakukan Hal Ini

Tatik Ariyani

Editor

(Ilustrasi) Pangkalan militer China di Laut China Selatan
(Ilustrasi) Pangkalan militer China di Laut China Selatan

Intisari-Online.com - Baru-baru ini beredar narasi di media sosial Facebook yang menyebutkan China akan membangun pangkalan militer di Natuna karena Pemerintah Indonesia tidak mampu membayar utang.

Narasi tersebut dibagikan oleh akun Facebook Aven Ave pada 23 Februari 2021 yang berbunyi:

"Imbas. TDK bsa membayar hotang dikendalikan apa kmaoan cina . Pangkalan cina. Sebagai pemmamtao aset prodktif yg di minta cina sbgai kelemahan kdaolatan yg di bawa. Kendali cina. Sbab hotamg mnompok resiko Sandra aset kpoloan dan. Lainya yg di rhasiakan presiden"

Baca Juga: Layar Sudah Terkembang, Kemajuan Teknologi Militer China yang Gila-gilaan Tak Mungkin Dihentikan, Padahal Sukanya Jiplak dari Luar

Dalam unggahannya, ia juga menyertakan tautan video dari tvonenews dengan judul "Cina Bangun Pangkalan Militer di Republik Indonesia?"

Narasi yang diunggah di akun Facebook Aven Ave
Narasi yang diunggah di akun Facebook Aven Ave

Rupanya, narasi China membangun pangkalan militer di Natuna karena Indonesia tidak mampu membayar utang tidaklah benar.

Baca Juga: Kemaruknya China, Sudah Berhasil Mengakali Negara Kecil Ini Agar Serahkan Asetnya untuk 100 Tahun, Masih Bisa Perpanjang Ambil Aset itu Sampai 200 Tahun Lamanya

Tidak ada informasi resmi dari media arus utama yang menyatakan jika China akan membangun pangkalan militer di Indonesia karena tak mampu bayar utang.

Sementara isu tersebut tidaklah benar, AS justru berencana mengajak Indonesia untuk melakukan hal berikut demi mencegah tindakan sewenang-wenang China.

Banyak negara dengan kekuatan militer kuat seperti AS dan Inggris kini merapat ke Laut China Selatan untuk mencegah upaya China menguasai wilayah yang disengketakan tersebut.

Express.co.uk memberitakan, Laut China Selatan telah menjadi pusat perselisihan internasional antara China dan beberapa negara lain di kawasan Pasifik Barat selama beberapa dekade.

Beijing mengadopsi sikap yang semakin konfrontatif untuk mempertahankan klaim kedaulatannya, yang berulang kali memicu ketakutan akan bentrokan internasional.

Sebab, AS memainkan peran penting sebagai sekutu di kawasan tersebut.

Baca Juga: ‘Tunjukkan Penyebaran Pandemi yang Tidak Terkendali’ Namun Niat PM Israel Kirimkan Kelebihan Vaksin Covid-19 ke Negara Sekutu Malahan Ditangguhkan

China pada minggu lalu semakin menambah kekhawatiran akan pecahnya konflik setelah citra satelit menunjukkan senjata buatan Mischief Reef sekarang dilengkapi dengan kemampuan militer tambahan.

Saat ditanya tentang kegiatan Beijing baru-baru ini, pakar politik internasional Dr Jay Batongbacal mengatakan kepada ANC, China pada dasarnya menambahkan peralatan lensa survei, seperti radar, yang sejak awal sudah banyak ditanam terumbu karang.

"Penambahan radar baru tampaknya menunjukkan bahwa mereka benar-benar memperluas kemampuan pulau buatan ini," jelasnya seperti yang dilansir Express.co.uk.

Dia menambahkan, "Dan kemudian fakta itu terus berlanjut meskipun semua yang telah terjadi di seluruh dunia, itu benar-benar menunjukkan niat China untuk benar-benar mengembangkan pulau-pulau buatan ini menjadi pangkalan militer besar-besaran."

Salah satu citra satelit menunjukkan struktur silinder permanen sepanjang 16 meter sedang dalam pengembangan di Mischief Reef.

Ini menjadi sinyal bahwa kemungkinan China memasang struktur antena di pangkalan militernya.

Analis citra geospasial Simularity melaporkan tanda-tanda struktur radar yang ditambahkan mulai muncul pada awal Oktober 2020.

"Struktur beton mungkin telah mengalami konstruksi internal tambahan antara 23 November dan 1 Februari 2021," demikian bunyi laporan dari organisasi tersebut.

Baca Juga: Simpan dalam 9 Karung di Rumahnya, Kakek Tunarungu Ini Berhasil Kumpulkan Hingga Ratusan Juta Rupiah, ‘Hasil dari Pencuci Piring di Pesta-pesta Pernikahan’

Mischief Reef telah menjadi pusat ekspansi Tiongkok di Laut China Selatan sejak pertengahan 1990-an, ketika Beijing membangun struktur panggung pertama dengan klaim bahwa mereka perlu menyediakan tempat berlindung bagi para nelayan.

Berita tentang bangunan baru di pusat tersebut mendorong Departemen Pertahanan Nasional Filipina untuk memverifikasi kebenaran laporan tersebut sebelum mengomentari kemungkinan penambahan bangunan baru.

Kelompok nelayan Pamalakaya mengecam dugaan pembangunan tersebut, mengutip keputusan pengadilan arbitrase internasional yang memberikan Manila hak berdaulat atas wilayah tersebut.

"Sementara seluruh dunia fokus pada memerangi pandemi global, China bekerja lembur untuk menyelesaikan fasilitasnya di wilayah laut kami," jelas Ketua Pamalakaya Fernando Hicap.

Hicap mengecam keras tindakan tidak berperasaan China yang tidak pernah berhenti di tengah situasi darurat global yang diakibatkan oleh pandemi.

"Ini adalah tindakan sewenang-wenang dan langsung mengabaikan sumber daya laut dan zona ekonomi eksklusif kami," tegasnya.

Pada hari Jumat, Ned Price, juru bicara departemen luar negeri AS, mengatakan bahwa AS bergabung dengan Filipina, Vietnam, Indonesia, Jepang, dan negara-negara lain dalam menyatakan keprihatinannya dengan undang-undang penjaga pantai yang baru-baru ini diberlakukan China.

Price mengatakan, “Mengizinkan penjaga pantai untuk menghancurkan struktur ekonomi negara lain dan menggunakan kekuatan dalam membela klaim maritim China di wilayah yang disengketakan, sangat menyiratkan bahwa undang-undang ini dapat digunakan untuk mengintimidasi tetangga maritim RRT.”

Artikel Terkait