Intisari-Online.com - Tahukah Anda bahwaPerang Pasifik melawan Kekaisaran Jepang ditandai dengan episode bunuh diri massal oleh tentara dan warga sipil Jepang?
Kejadian ini terutama terjadi di Saipan dan Okinawa.
Dilansir dari atomicheritage.org pada Rabu (24/2/2021), kematian ini mengilustrasikan keinginan Jepang untuk berjuang sampai mati untuk mempertahankan daratan mereka daripada menyerah tanpa syarat.
Mereka mungkin juga berperan dalam keputusan militer AS untuk menjatuhkan bom atom di Jepang.
"Mereka tidak akan menyerah".
Bagaimana kronologisnya?
Pada Juli 1944, pasukan Amerika Serikat (AS) di Saipan menjadi saksi atas tuduhan "banzai" (ucapan semoga panjang umur).
Di mana hampir 4.000 tentara Jepang menyerang pasukanAS dan bertempur sampai mati.
Mereka mengikuti perintah terakhir dari komandan mereka, Letnan Jenderal Yoshisugu Saito, yang telah menyerukan serangan mendadak habis-habisan ini untuk menghormati Kaisar sebelum melakukan ritual bunuh diri.
PasukanAS juga menyaksikan kekejaman yang berbeda saat mereka melihat wanita mencengkeram anak-anak dan melompat dari tebing alih-alih menyerah untuk ditangkap.
Saat pasukan AS bergerak maju, mereka terus menyaksikan tentara Jepang dan warga sipil bunuh diri.
Okinawa adalah pemandangan yang sangat mengerikan karena hampir sepertiga dari populasi pulau meninggal.
Di antara mereka adalah orang Korea yang telah dipindahkan secara paksa dari Korea yang dianeksasi (diambil paksa) ke pulau-pulau Jepang untuk dijadikan buruh dan wanita penghibur.
Sementara pemerintah Jepang menyatakan ada keterlibatan militer dalam kasus bunuh diri ini.
Para penyintas membuktikan bahwa bunuh diri massal itu adalah sebuah 'kewajiban'.
Mengapa?
Ota Masahide, seorang penyitas yangkini menjadi sejarawan Okinawa, menulis dalam sebuah artikel untuk Asia-Pacific Journal pada tahun 2014.
Dia menuliskan bahwa militer membagikan granat tangan kepada penduduk sipil sebagai cara untuk bunuh diri dengan orang yang mereka dicintai.
Bagaimana jika mereka selamat? Maka mereka harusmenemukan cara lain untuk bunuh diri.
Misalnya dengan menggunakan senjata lain seperti sabit, silet, tali, batu, dan tongkat.
Lalu bagaimana jika mereka tidak meninggal juga?
Maka propaganda militertelah memperingatkan penduduk sipil bahwa jika mereka tidak mati dan malahan ditangkap, maka pasukan Amerika akan menyiksa, memperkosa, dan membunuh mereka.
"Saat kekacauan terjadi, mereka menemukan segala macam cara untuk membunuh."
"Laki-laki memukul istri mereka dan orangtua memukul anak-anak mereka, orang muda membunuh orang tua dan orang yang kuat membunuh yang lemah," kata Masahide.
“Semua itu mereka lakukan demikeyakinan bahwa mereka melakukan ini karena cinta dan kasih sayang.”
Orang yang selamat lainnya, Kinjo Shigeaki, yang membutuhkan waktu 20 tahun untuk berbicara tentang pengalamannya.
Dia mengidentifikasi tiga faktor yang menciptakan 'mentalitas ini.
“Ideologi kepatuhan kepada Kaisar, kehadiran Tentara Kekaisaran Jepang, dan berada di sebuah pulau tanpa jalan untuk melarikan diri."
"Pada masa itu, 100 juta warga Jepang yang dipersiapkan untuk bertarung harus melakukan sampai menang."
"Jikakalah maka semua orang harusbersiap untuk mati," kata Shigeaki.
“Doktrin ketaatan total kepada Kaisar menekankan kematian dan membuat hidup menjadi terang."
"Kesediaan untuk mati demi Kaisar di pulau yang jauh menghasilkan rasa identitas yang sama sekali baru. "