"Kedua, saat serangan itu terjadi, itu baru permulaan dari fase permusuhan militer antar negara. Jadi tidak diragukan lagi, Armenia bermaksud mengintimidasi warga sipil Azerbaijan untuk mendapatkan keuntungan psikologis karena melakukan tindakan agresi berikutnya," kata Jalal.
Ia pun mempertanyakan alasan Armenia menggunakan pasukan militernya untuk melakukan pembunuhan massal terhadap warga sipil di Khojaly yang berusaha untuk melarikan diri tanpa melakukan perlawanan.
"Armenia harus menjelaskan mengapa militannya menyergap dan membunuh orang-orang yang melarikan diri, segera setelah mereka berangkat untuk mencapai kota Aghdam yang dikuasai Azerbaijan," papar Jalal.
Selain Khojaly, saat itu Armenia berhasil menduduki wilayah lainnya di Azerbaijan yakni wilayah Nagorno-Karabakh dan tujuh distrik yang berdekatan.
"Mereka melakukan pembersihan etnis di daerah yang direbut, mengusir sekitar satu juta orang Azerbaijan dari tanah air mereka dan melakukan kejahatan internasional serius lainnya," tutur Jalal.
Perlu diketahui, tragedi berdarah ini terjadi pada 25 dan 26 Februari 1992, saat malam hari, setelah terjadinya pengeboman artileri besar-besaran.
Angkatan Bersenjata Armenia dan unit paramiliter yang didukung Resimen Infantri Bermotor ke-366 bekas Uni Soviet, bergerak untuk merebut kota itu.
Saat penyerangan dimulai, sekitar 2.500 penduduk yang tersisa pun mencoba lari dengan harapan bisa mencapai daerah terdekat di bawah kendali Azerbaijan.
Namun, harapan mereka sia-sia karena orang-orang yang mencoba melarikan diri ini disergap pasukan Armenia.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR