Advertorial

Jepang Termasuk Militer Paling Kuat di Dunia, Tapi Ini yang Tidak Bisa Dilakukannya

Khaerunisa

Editor

Intisari-Online.com - Jepang dikenal sebagai salah satu pemilik militer paling kuat di dunia.

Negara yang ada di pihak kalah dalam Perang Dunia II ini setidaknya dalam satu dekade terakhir hampir selalu menempati 10 besar militer paling kuat di dunia.

Terbaru, menurut Global Firepower 2021, Negeri Sakura ada di peringkat ke-5 kekuatan militer dunia, mengungguli 134 negara lain dalam daftar tersebut.

Jepang hanya dianggap lebih lemah dari Amerika Serkita, Rusia, China, dan India.

Baca Juga: Salah Satu Militer Paling Kuat di Dunia, Ternyata Inggris Anti Memaksa Warganya Masuk Militer hingga Bekali Tentara dengan Pakaian Dalam Antimikroba!

Di sektor udara, Jepang memimpin dengan kepemilikan pesawat misi khusus terbanyak setelah AS.

Jumlah pesawat misi khusus Jepang yaitu 162, meski jumlah ini terbilang jauh dibanding AS dengan 749 pesawat misi khususnya.

Selain itu, kekuatan naval Jepang cukup menonjol dengan 37 kapal perusak dan 20 kapal selamnya.

Negara ini juga merupakan salah satu militer paling kaya di dunia tahun ini, dengan anggaran pertahanan yang diperkirakan sebesar 51,7 miliar dolar AS.

Baca Juga: Hidup di Tengah Penderitaan Rakyatnya, Ri Sol-ju Rupanya Punya Kekayaan Rp78 Triliun, Hidup Mewah Dikelilingi Barang Branded

Meski merupakan salah satu pemilik kekuatan militer top dunia, namun rupanya ada yang tidak bisa dilakukan militer Jepang.

Kekuatan militer negara ini hanya bersifat defensif atau bertahan, yang berlaku sejak kekalahannya dalam Perang Dunia II.

Di bawah konstitusi pasca perang, Jepang tidak diperbolehkan memiliki kekuatan militer ofensif.

Pasal 9 menyatakan "rakyat Jepang selamanya meninggalkan perang sebagai hak kedaulatan bangsa dan ancaman atau penggunaan kekuatan sebagai cara untuk menyelesaikan perselisihan internasional", dikutip bbc.com.

Baca Juga: Kepergok dan Tak Bisa Berkilah Lagi, China Ketahuan Hendak Mengobrak-Abrik Taiwan Lewat Satu Pulau Kunci Ini, Beginilah Bocoran Strategi China

Dengan kekuatan militer besar yang dimilikinya, Jepang tetap tidak bisa menyerang lebih dulu karena terikat dengan konstitusi tersebut, termasuk tidak diperbolehkan terlibat perang.

Melansir Council on Foreighn Relation, Sejak 1947, konstitusi Jepang melarang pembentukan kekuatan militer tradisional.

Negara ini hanya mempertahankan Pasukan Bela Diri (SDF), yang misinya adalah melindungi daratan Jepang.

Bahkan dalam batasan ini, SDF telah menjalankan peran paramiliter, logistik, mendukung pasukan AS yang berbasis di Jepang dengan imbalan janji perlindungan.

Baca Juga: Banjir Jakarta Menjadikannya Kota Paling Rawan Tenggelam di Dunia, Terungkap Proyek 'Super Gila' Ini Konon Bisa Selamatkan Jakarta Tapi Biayanya Rp555 Triliun

Pasal Sembilan secara eksplisit melarang Jepang mempertahankan militer atau menggunakan kekuatan internasional untuk alasan apa pun. Ini hanya mengizinkan operasi pertahanan diri yang sempit, yang didirikan pada tahun 1954 sebagai SDF.

John Dower, sejarawan Amerika, berpendapat bahwa kelelahan dan kekecewaan terhadap nasionalisme masa perang membuat Jepang bersedia menerima doktrin tersebut.

Sementara itu, di bawah Perjanjian Bantuan Pertahanan Bersama tahun 1954, Amerika Serikat berjanji untuk melindungi Jepang dengan syarat dapat mendirikan pangkalan militer permanen di tanah Jepang.

Berpuluh-puluh tahun terikat dalam konsitusi tersebut, namun beberapa politisi, termasuk Perdana Menteri Junichiro Koizumi (menjabat 2001-2006), telah menyarankan konstitusi Jepang, termasuk Pasal Sembilan, untuk diamandemen.

Baca Juga: Kebangkitan Militer Semakin Menjadi-jadi, Apa yang Membuat Sniper China Sangat Bagus, Padahal pada 1980-an Setara dengan Uni Soviet?

Ada beragam pendapat tentang apa artinya hal tersebut dalam praktiknya, meskipun para pejabat telah mengatakan bahwa klausul pertama Pasal Sembilan, yang menyatakan bahwa Jepang tidak akan berperang, tidak akan diubah.

Tetapi para ahli mengatakan klausul kedua dapat direvisi, baik untuk memungkinkan SDF berpartisipasi dalam operasi penjaga perdamaian di luar negeri, atau secara lebih drastis untuk memungkinkan partisipasi dalam kampanye pertahanan kolektif.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe(menjabat 2012-2020) juga menunjukkan tekadnya untuk merevisi konstitusi pasca-perang, namun masih gagal merealisasikannya.

Mengutip japantimes.co.jp (3/5/2020), Perdana Menteri Shinzo Abe menyatakan penyesalan karena gagal mewujudkan tujuannya untuk mewujudkan amandemen pertama pada Konstitusi pasifis Jepang pada tahun 2020.

Baca Juga: Kota Denver Tiba-tiba Dihujani Puing-puing Pesawat, Rupanya Pesawat United Flight 328 Alami Kerusakan Mesin, Ada Bagian yang Terbakar

Namun dalam sebuah pesan yang dirilis pada peringatan 73 tahun hukum tertinggi di negara itu mulai berlaku, Abe mengatakan "tidak ada keraguan dalam tekad saya untuk mengubah Konstitusi."

Pesan tersebut disampaikan kepada pertemuan kelompok konservatif dan pro-amandemen yang diadakan dalam format online tahun lalu akibat penyebaran virus corona baru.

Abe berpendapat bahwa pasal tersebut harus direvisi dengan menambahkan referensi eksplisit untuk Pasukan Bela Diri untuk mengakhiri perdebatan tentang konstitusionalitas mereka.

Terlepas dari tujuan politik Abe yang sudah lama dipegangnya, jajak pendapat menunjukkan bahwa mayoritas orang Jepang menentang revisi Pasal 9 Konstitusi yang menolak perang.

Baca Juga: Lakukan 'Hal Terlarang' Ini Demi China, 4 Mantan Intelijen Militer Taiwan Ditangkap, Apa yang Terjadi?

(*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait