Brunei sendiri merilis pernyataan meminta "dialog, penyelesaian, dan kembali ke normal" meskipun mereka tidak menyelesaikan perihal apapun terkait kudeta itu.
Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan, mengatakan Selasa lalu jika perkembangan di Myanmar, termasuk tidak ada internet dan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa, memang mengerikan.
Namun ia menambahkan jika ia melihat tidak ada alasan untuk sanksi terhadap negara itu.
Walaupun salah satu kebijakan ASEAN adalah tidak ikut campur dengan perihal pribadi anggota, Balakrishnan menyatakan kelompok itu bisa "memerankan peran penting dalam memfasilitasi pengembalian normal dan stabilitas di Myanmar".
Dyan Loh, asisten profesor untuk kebijakan publik dan hubungan internasional di Nanyang Technological University di Singapura mengatakan ASEAN "tidak bisa berbuat lebih" daripada meminta ketenangan dan kembali normal.
"Juga bukan kepentingan ASEAN untuk ikut campur secara kuat dalam isu ini jika tetap ingin berkomunikasi terbuka dengan pemimpin Myanmar," ujar Loh.
"Perlu diingat ASEAN memerankan peranan penting meyakinkan pemerintahan junta agar membuka pintu untuk bantuan internasional tahun 2010 lalu, sehingga aku yakin ASEAN tidak perlu melakukan lebih dari kapasitasnya," ujarnya.
Namun hal berbeda disampaikan Teuku Rezasyah, pakar hubungan internasional di Universitas Padjajaran di Bandung, Indonesia.
Penulis | : | Maymunah Nasution |
Editor | : | Maymunah Nasution |
KOMENTAR