Intisari-online.com -Distribusi vaksin yang tidak merata rupanya berpengaruh signifikan pada pemulihan ekonomi global.
Mengutip Bloomberg Jumat (5/2) perlambatan pemulihan ekonomi global ini mulai tunjukkan eksistensinya.
Hal ini justru terjadi karena keterlambatan vaksinasi Covid-19 di negara miskin.
Riset International Chamber of Commer menyimpulkan alokasi suntikan yang tidak merata ini dapat merampas ekonomi dunia hingga US$ 9,2 triliun.
Penelitian serupa oleh Rand Corporation memperkirakan biaya tahunan yang diperlukan bisa mencapai US$ 1,2 triliun.
9,3 triliun Dollar setara dengan 128,9 Quadrillion Rupiah atau 128.900 Triliun Rupiah.
“Pertumbuhan global tahun ini bisa jadi kurang dari setengah perkiraan Bank Dunia yang sebesar 4% jika distribusi vaksin tidak bergerak cepat,” kata Kepala Ekonom Carmen Reinhart.
Perhitungan tersebut menempatkan negara-negara kaya di bawah tekanan yang semakin intensif untuk membagikan stok vaksin mereka kepada negara yang lebih miskin.
Meskipun masyarakat lokal mungkin tidak mendukung sumbangan itu. Namun, tanda-tandanya menunjukkan penimbunan yang sedang berlangsung.
Negara-negara Eropa sudah berselisih tentang akses ke vaksin, sama seperti mereka memperebutkan alat pelindung diri setahun yang lalu.
Akses vaksin itu merupakan program yang bertujuan untuk memungkinkan akses ke vaksin kekurangan dana oleh negara-negara ekonomi terbesar.
Sementara itu, studi yang disponsori oleh Kamar Dagang Internasional dan ditulis oleh akademisi dari Koc University dan University of Maryland memperhitungkan 49% dari biaya ekonomi dari pandemi dunia yang masih ada akan ditanggung oleh negara-negara maju bahkan jika mereka menikmati vaksinasi total.
Hampir setengah dari responden dalam survei eksekutif oleh Oxford Economics Ltd. melihat aktivitas dalam bisnis mereka tetap di bawah tingkat pra-pandemi sepanjang tahun 2021.
Sedangkan empat dari lima responden menandai gelombang pandemi berulang sebagai risiko yang signifikan atau sangat signifikan dalam jangka menengah.
Negara-negara berkembang dan berkembang rentan terhadap negara-negara kaya yang menimbun dosis mereka karena sistem kesehatan mereka yang rapuh tertekan di bawah beban infeksi yang meningkat.
Negara miskin juga kekurangan sumber daya untuk menghasilkan dan mendistribusikan vaksin secara cepat.
Selain itu, dan investasi asing akan mengalir ke negara yang lebih aman.
Bloomberg's Vaccine Tracker menunjukkan 4,54 juta dosis diberikan rata-rata di seluruh dunia setiap hari selama seminggu terakhir.
Namun penyebarannya vaksinasi ini jauh dari kata merata, sebab rasio vaksinasi di Amerika Serikat (AS) dan Inggris membentuk sekitar 40% dari 119,8 juta dosis yang diberikan secara global.
Sedangkan negara berkembang melakukan vaksinasi yang lebih lambat.
Di benua Afrika misalnya, hanya Mesir, Maroko, Seychelles dan Guinea yang tercatat telah memberikan vaksin.
Sedangkan sebagian besar Asia Tengah dan Amerika Tengah belum mulai vaksinasi, atau bergerak lambat.
Berarti, negara-negara berkembang berisiko jatuh lebih jauh di belakang secara ekonomi.
Hal ini akan membatasi ruang untuk untuk pemulihan ekonomi sebab melemahnya permintaan akan barang-barang dan pasokan suku cadang manufaktur dari negara berkembang.
Lebih buruk lagi, bila vaksinasi tidak dilakukan, maka membuka potensi mutasi virus yang lebih sulit ditahan.
Lebih lanjut akan menghasilkan krisis kesehatan dan ekonomi yang baru.
“Dengan virus yang bermutasi, tidak ada negara yang aman sampai seluruh dunia divaksinasi dan mencapai kekebalan kelompok,” kata Chua Hak Bin, ekonom senior di Maybank Kim Eng Research Pte di Singapura.
Sedangkan Bloomberg Economics menyatakan peluncuran vaksin yang lambat menghadirkan risiko serius bagi pandangan kami.
Wabah virus yang tidak terkendali berarti negara berkembang akan terus berkinerja buruk dalam jangka panjang.
Virus dapat memperburuk masalah negara berkembang lainnya dan stagnasi pra-pandemi dapat terus berlanjut.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini