Intisari-online.com - Bukan rahasia lagi jika Iran dan Amerika telah lama berseteru, bahkan Iran bersumpah akan melakukan balas dendam pada Amerika.
Tak hanya itu keduanya juga terus berseteru soal perjanjian nuklir yang belum menemui titik temu.
Pada 2018, Trump menarik AS dari JCPOA dan menjatuhkan sanksi berat ke Iran untuk mempertahankan kebijakan keras terhadap Republik Islam tersebut.
Iran setahun kemudian menanggapinya dengan tidak mematuhi sebagian besar komitmen utama dalam kesepakatan itu, di mana mereka dijanjikan mendapat bantuan ekonomi untuk membatasi program nuklirnya.
Pada 4 Januari Iran mengumumkan telah meningkatkan proses pengayaan uraniumnya hingga kemurnian 20 persen, jauh di atas 3,67 persen yang diizinkan sesuai perjanjian.
Meski begitu, kemurnian tersebut masih jauh di bawah syarat yang dibutuhkan untuk sebuah bom atom.
Teheran sudah meminta Washington mencabut sanksi tanpa syarat.
Mereka juga berjanji akan kembali patuh total jika semua pihak memenuhi perjanjian.
Namun, fakta berbicara lain.
Iran pada Kamis (28/1/2021) menolak ajakan Amerika Serikat (AS) untuk kembali mematuhi kesepakatan nuklir, dengan alasan mereka sudah mengambil langkah-langkah perbaikan sejak AS mundur.
Pemerintahan Joe Biden pada Rabu (27/1/2021) mengonfirmasi kesediaan AS untuk kembali ke kesepakatan nuklir, yang ditarik mundur oleh Donald Trump pada 2018.
Mengetahui situasi makin memanas tampaknya Iran juga sudah bersiap dengan kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
Bersiap menghadapi segala konflik yang mungkin terjadi di masa depan, militer Iran baru-baru ini mengklaim telah memiliki persediaan rudal yang cukup untuk menghadapi serangan AS.
Republik Islam Iran nampaknya mulai percaya diri dalam menjaga kedaulatan negaranya dari ancaman Amerika Serikat (AS).
Baru-baru ini seorang petinggi militer Iran mengungkap bahwa negaranya telah menyiapkan banyak rudal yang cukup untuk menangkal serangan AS.
Awal bulan ini, beberapa saat sebelum pelantikan Joe Biden, Iran bahkan melakukan latihan rudal skala besar di tenggara Iran dan Samudra Hindia utara.
Mensimulasikan pertempuran skala besar melawan pasukan angkatan laut musuh.
Jenderal Rahim Noei-Aghdam, komandan pangkalan militer Hazrat Zeinab Korps Pengawal Revolusi Islam, mengindikasikan bahwa saat ini kemampuan teknologi dan daya tembak senjata AS tidak lagi menjadi ancaman.
"Jika dulu kehadiran AS di perairan internasional dekat Iran dianggap sebagai ancaman bagi negara, hari ini, berkat kekuatan pencegah dan rudal, kami memiliki kemampuan untuk menghancurkan kapal-kapal Amerika," ungkap Rahim seperti dikutip dari Sputnik News.
Sang jenderal juga membandingkan kemampuan pasukan AS di Asia Barat yang dinilainya tidak mampu bertindak cepat dalam pertempuran.
Berbeda dengan Front Perlawanan yang memiliki keunggulan dalam kecerdasan, mobilitas, pertempuran, kekuasaan, kekuatan, kohesi, persatuan, dan moral.
Front Perlawanan atau Resistance Front merujuk pada aliansi politik yang juga dikenal sebagai Axis of Resistance, yang mencakup Iran, Suriah, Popular Mobilisation Forces, dan Hisbullah Lebanon.
Source: Kontan.