Intisari-Online.com – Beberapa waktu lalu Indonesia sudah mulai program vaksinasi Covid-19 dengan vaksin buatan China, Sinovac.
Dengan vaksin ini diharapkan bisa ‘melumpuhkan’ Covid-19 sehingga gejala yang dialami tidak parah.
Tidak hanya Sinovac, China pun memperkenalkan vaksin baru, yaitu Sinopharm yang juga mengklaim mampu ‘melumpuhkan’ Covid-19.
Novavax, sebuah perusahaan kecil yang didukung oleh Operation Warp Speed dari pemerintah federal Amerika, mengumumkan untuk pertama kalinya pada hari Kamis (28/1/2021) bahwa vaksin mereka menawarkan perlindungan yang kuat terhadap Covid-19.
Namun, mereka juga menemukan bahwa vaksin itu tidak efektif melawan varian baru yang menyebar cepat yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan.
Temuan itu bisa menjadi berita buruk bagi dunia yang kini sedang dalam perlombaan untuk mengakhiri pandemi yang telah menewaskan lebih dari 2,1 juta orang.
Dilansir NY Times, kabar itu juga bermasalah bagi Amerika Serikat, yang beberapa jam sebelumnya melaporkan kasus pertama dari varian virus corona pada dua orang berbeda di Carolina Selatan.
Laporan itu muncul hanya beberapa hari setelah Moderna dan Pfizer mengatakan bahwa vaksin mereka juga kurang efektif terhadap varian yang sama.
Novavax, yang merupakan satu dari enam kandidat vaksin yang didukung oleh Operation Warp Speed musim panas lalu, telah menjalankan uji coba di Inggris, Afrika Selatan, Amerika Serikat, dan Meksiko.
Dikatakan pada Kamis bahwa analisis awal dari uji coba terhadap 15.000 orang di Inggris mengungkapkan bahwa vaksin dua dosis memiliki tingkat kemanjuran hampir 90 persen di sana.
Tetapi dalam percobaan kecil di Afrika Selatan, tingkat kemanjuran turun menjadi hanya di bawah 50 persen.
Hampir semua kasus yang telah dianalisis oleh para ilmuwan di sana sejauh ini disebabkan oleh varian baru, yang dinamai B.1.351.
Data juga menunjukkan bahwa banyak peserta uji coba terinfeksi varian tersebut bahkan setelah mereka sudah tertular Covid.
"Kami menjalani uji coba pertama - kami yang pertama melakukan uji kemanjuran - dalam menghadapi virus yang bermutasi," kata Stanley Erck, presiden dan kepala eksekutif Novavax.
Stanley Erck mengatakan bahwa para peneliti mengharapkan varian tersebut dapat mengubah hasil uji coba, tetapi "jumlah perubahannya sedikit mengejutkan bagi semua orang."
Uji coba di Afrika Selatan relatif kecil, hanya dengan 4.400 sukarelawan.
Uji coba itu tidak dirancang untuk menghasilkan perkiraan yang tepat tentang seberapa besar perlindungan yang diberikan vaksin.
Namun, hasilnya cukup mengejutkan sehingga perusahaan mengatakan akan segera mulai menguji vaksin baru yang dirancang untuk melindungi varian itu dari Afrika Selatan.
"Anda harus membuat vaksin baru," kata Pak Erck.
John Moore, ahli virologi di Weill Cornell Medicine yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, justru memuji hasil tersebut.
"Lima puluh persen tidak sebaik 100, tapi ini pemandangan yang lebih baik daripada nol," katanya, mencatat bahwa dengan hasil yang kuat di Inggris, kemanjurannya kemungkinan sangat mirip dengan vaksin Pfizer dan Moderna.
Vaksin ksin Pfizer dan Moderna mengandalkan teknologi mRNA yang lebih baru dan belum pernah digunakan dalam vaksin sebelumnya.
Novavax menggunakan metode yang lebih lama dan lebih mapan yang mengandalkan penyuntikan protein virus corona untuk memicu respons kekebalan.
Fakta bahwa tiga vaksin itu semuanya tampak menunjukkan efektivitas yang lebih rendah terhadap varian dari Afrika Selatan, hasil yang diumumkan Novavax pada Kamis adalah yang pertama terjadi di luar laboratorium, yang menguji seberapa baik vaksin bekerja pada orang yang terinfeksi dengan varian baru.
Johnson & Johnson juga segera mengumumkan hasil uji coba vaksin Covid-19, dan juga telah menguji kandidatnya di Afrika Selatan.
Pengumuman dari Novavax meningkatkan taruhan untuk Johnson & Johnson.
Perusahaan tersebut harusnya mengumumkan hasilnya paling cepat akhir pekan lalu.
Adanya penundaan pengumuman telah memicu spekulasi di antara para ilmuwan bahwa Johnson & Johnson juga telah menemukan bahwa vaksinnya bekerja kurang baik pada sukarelawan percobaan di Afrika Selatan yang terinfeksi varian tersebut.
Selasa lalu, Alex Gorsky, CEO perusahaan, mengatakan mereka tak sabar untuk berbagi hasil dari uji coba tahap akhir mereka pada awal minggu depan.
Munculnya beberapa varian yang sangat menular telah mempersulit upaya untuk mengendalikan pandemi.
Hal itu membuat para pemimpin dunia membatasi atau perjalanan ke tempat-tempat seperti Inggris dan Afrika Selatan bahkan ketika varian tersebut tampaknya telah beredar di seluruh dunia.
Di Amerika Serikat, para peneliti telah memperingatkan bahwa varian yang pertama kali diidentifikasi di Inggris, yang diyakini lebih menular, dapat mendominasi negara itu pada bulan Maret.
Amerika Serikat jauh di belakang negara lain dalam pengujian varian semacam itu, dan varian dari Afrika Selatan bahkan telah ditemukan di sekitar 30 negara.
Tetapi para ahli juga mengatakan ada alasan untuk optimis, mengingat vaksin tetap efektif.
Cara terbaik untuk memerangi varian baru yang menular adalah melanjutkan vaksinasi dan tindakan kesehatan masyarakat lainnya, yang akan memperlambat kemampuan virus untuk menginfeksi orang baru dan bermutasi lebih lanjut.
"Ini benar-benar mengkhawatirkan," kata Dr. Peter Hotez, ahli vaksin di Baylor College of Medicine dan penemu vaksin virus corona.
"Kami harus meminta orang Amerika divaksinasi pada akhir musim semi atau awal musim panas untuk memiliki harapan dalam mencegah varian Afrika Selatan dan Inggris mengambil alih." (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari