Pada 29 Desember 2020, Departemen Luar Negeri juga menyetujui rencana penjualan 3.000 rudal kendali presisi, senilai US$ 290 juta (Rp 4,06 triliun) ke Arab Saudi.
Kala itu saat masih berkampanye, Joe Biden berjanji untuk menangguhkan penjualan senjata ke rezim represif Arab Saudi dalam upaya untuk mengendalikan perang yang dipimpin Saudi terhadap pemberontak di Yaman yang disokong Iran.
Pemerintahan AS sebelumnya dianggap mengambil pendekatan yang tidak terlalu ketat, di mana Trump dengan bangga mengeskpor senjata dan memberikan harga yang mengesankan dalam satu pertemuan dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman.
Namun, Kongres menolak menyetujui beberapa kesepakatannya, yang membuat pemerintahan Trump frustrasi.
Sebaliknya, pemerintahan Trump mengecewakan anggota parlemen dengan menyatakan penjualan senjata ke Arab Saudi sebagai darurat nasional untuk mendorong tercapainya kesepakatan tanpa proses peninjauan Kongres.
"Presiden Trump hanya menggunakan celah ini karena dia tahu Kongres tidak akan menyetujui ... Tidak ada alasan 'darurat' baru untuk menjual bom ke Saudi untuk dijatuhkan di Yaman, dan hal itu hanya akan melanggengkan krisis kemanusiaan di sana," tutur Senator Demokrat Chris Murphy saat itu.
Source | : | tribunnews |
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR