Intisari-Online.com - September tahun lalu, Uni Emirat Arab (UEA) lakukan normalisasi hubungan dengan Israel.
Kesepakatan itu ditengahi oleh Donald Trump yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden AS.
Imbalan atas normalisasi hubungan itu adalah AS akan menjual senjata ke UEA, termasuk jet tempur F-35.
Awalnya, Israel menentangnya, namun kemudian setuju.
Dengan syarat, kesepakatan apa pun yang dibuat AS untuk menjual senjata di Timur Tengah harus memenuhi perjanjian puluhan tahun dengan Israel.
Di antaranya, bahwa peralatan buatan AS yang akan dijual di Timur Tengah tidak boleh merusak 'keunggulan militer kualitatif' Israel serta menjamin bahwa senjata AS yang diberikan kepada Israel 'lebih unggul dala kemampuan' daripada yang dijual ke tetangganya.
November lalu,AS pun menyetujui penjualan paket alat utama sistem pertahanan ( alutsista) canggih senilai 23,37 miliar dollar AS (Rp 328 triliun) ke Uni Emirat Arab ( UEA).
Pengumuman itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri AS saat itu Mike Pompeo pada Selasa (10/11/2020) sebagaimaan dilansir dari Al Arabiya.
Pompeo mengatakan persetujuan penjualan senjata ke UEA tersebut dimaksudkan untuk mencegah potensi ancaman dari Iran sambil mempertahankan keunggulan militer Israel.
Paket tersebut mencakup 50 jet tempur F-35 Lighting II senilai 10,4 miliar dollar AS (Rp 146 triliun) dan 18 MQ-9B Unmanned Aerial Systems (sistem drone canggih yang bersenjata) senilai 2,97 miliar AS (Rp 41 triliun).
Selain itu, paket penjualan alutsista tersebut juga mencakup paket rudal udara-ke-udara dan rudal udara-ke-darat senilai 10 miliar dollar AS (Rp 140 triliun).
Namun, setelah pemerintahan AS berpindah ke tangan Joe Biden, tampaknya UEA harus bersabar lebih lama lagi untuk mendapatkan senjata-senjata dari AS.
Pasalnya, AS sedang meninjau penjualan senjata ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) yang disahkan oleh mantan Presiden Trump.
Ini merupakan sebuah langkah yang menurut Menteri Luar Negeri Antony Blinken adalah "tipikal" dari pemerintahan baru.
Melansir Al Jazeera, Rabu (27/1/2021), dalam jumpa pers pertamanya pada hari Rabu, Blinken mengatakan peninjauan tersebut bertujuan "untuk memastikan bahwa apa yang sedang dipertimbangkan adalah sesuatu yang memajukan tujuan strategis kita dan memajukan kebijakan luar negeri kita".
"Itulah yang kami lakukan saat ini," katanya kepada wartawan.
The Wall Street Journal pertama kali melaporkan pada hari Rabu bahwa pemerintahan Biden telah memberlakukan pembekuan sementara miliaran dolar dalam penjualan senjata ke kedua negara, termasuk penjualan amunisi berpemandu presisi ke Arab Saudi dan pesawat tempur F-35 ke UEA.
Langkah itu dilakukan satu minggu setelah Biden, yang telah berjanji untuk "menilai kembali" hubungan Washington dengan Riyadh, dilantik.
Sejak menjabat, dia telah menandatangani serangkaian tindakan eksekutif untuk meninjau atau membalikkan beberapa kebijakan utama Trump.
Sebelumnya, saat pemerintahan Trump menyetujui penjualan senjata, kelompok hak asasi manusia mengecam penjualan tersebut, dengan mengatakan itu dapat memicu konflik regional, terutama di Libya dan di Yaman, di mana UEA dan Arab Saudi telah melancarkan perang yang menghancurkan melawan pemberontak Houthi di negara itu.
Anggota parlemen Republik dan Demokrat juga mengecam transfer senjata, dengan mengatakan itu akan "memfasilitasi perlombaan senjata yang berbahaya".
Legislator mengajukan resolusi bersama bipartisan yang berusaha menghentikan kesepakatan, tetapi upaya mereka gagal di Senat AS, di mana dua suara prosedural tidak memperoleh mayoritas di majelis.
Trump juga mengancam akan memveto upaya kongres apa pun untuk menghentikan penjualan.