Advertorial

Meski saat Kecelakaan PIlihannya Hanya Semua Selamat atau Semua Tewas, Faktanya Naik Pesawat Masih Jauh Lebih Aman Dibanding Menggunakan Mobil, Simak Datanya

Ade S

Editor

Intisari-Online.com -Seiring jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182, ketakutan untuk menggunakan pesawat sebagai moda transportasi kembali menyeruak.

Ya, setiap kali ada peristiwa kecelakaan yang menyangkut pesawat terbang komersial, perhatian langsung tertuju pada berita-berita terkait dengannya.

Tidak seperti kecelakaan lalu lintas yang terjadi di darat, baik itu terkait dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.

Padahal, data-data justru menunjukkan bahwa ketakutan setelah terjadinya kecelakaan pesawat terbang tersebut bisa jadi tak berarti.

Baca Juga: Tepat Sehari Sebelum Pesawatnya Jatuh saat Digunakan Sriwijaya Air, Boeing Dituntut Bayar Rp35 Triliun untuk 2 Kecelakaan Maut, Salah Satunya Terjadi di Indonesia

Misalnya saja jika kita melihat bagaimana ribuan pesawat di seluruh dunia lepas landas setiap hari.

Belum lagi, secara komparatifkecelakaan pesawat sangat jarang terjadi. Sampai-sampai disebut sebagai salah satu moda transportasi paling aman.

Hanya saja, dalam kecelakaan pesawat, terkadang hanya ada pilihan untuk semua penumpang selamat atau semua penumpang tewas.

Simak saja fakta-fakta tentang kecelakaan pesawat yang dilansir dari vox.com berikut ini.

Baca Juga: Boeing 737-500 Seperti yang Digunakan Sriwijaya Air Sudah Banyak Dipensiunkan, Penyelidik Kecelakaan Penerbangan Malah Sebut Usia Bukan Faktor Utama, Lalu Apa?

1)Antara hampir semua orang selamat atau hampir tidak ada yang selamat.

Analisis menyeluruh yang dilakukan oleh pemerintah AS terhadap kecelakaan pesawat pada periode 1983-2000 menemukan bahwa sebagian besar kecelakaan memiliki tingkat kelangsungan hidup yang sangat tinggi yaitu 81 hingga 100 persen.

Namun dalam beberapa kecelakaan, hanya 0 hingga 20 persen orang yang selamat.

Hampir jarang sekali ada proporsi jumlah orang yang selamat dan tidak selamat dalam yang "lebih seimbang".

Baca Juga: Sempat Dikaitkan dengan Penyebab Jatuhnya Sriwijaya Air SJ182, yang Sudah Berusia 26 Tahun, Pakar Ungkap Meski Usianya Tua Kondisi Pesawat Bisa Tetap Sehat, Ini Alasannya

2) Terbang jauh lebih aman daripada mengemudi.

Joseph Stromberg memaparkan fakta ini dalam postingandi Vox baru-baru ini.

Baca Juga: Pesawat Sriwijaya Air Boeing 737-500 yang Jatuh Merupakan Model Tanpa Sistem Kontrol Otomatis, Seperti Kecelakaan Lion Air 2018

"Data tentang risiko mengemudi versus penerbangan komersial sangat jelas. Kecelakaan dan serangan pesawat mendapat banyak perhatian, tetapi sangat jarang, dan mengklaim jumlah yang jauh lebih rendahjika dihitung dari jarak yang ditempuh," tulisnya.

"Pada tahun 2012 (juga tahun terakhir yang datanya kami miliki), tidak ada orang yang meninggal dalam penerbangan komersial di AS. Ini termasuk penerbangan internasional oleh maskapai penerbangan AS," tambahnya.

"Bahkan dengan perhitungan konservatif, risiko kematian dalam perjalanan berjarak 100 mil lebih tinggi terjadi saat mengemudi kendaraan dibandingkan dengan menerbangkanmenerbangkan pesawat."

Baca Juga: Sriwijaya Air SJ182 Hilang Kontak dalam Hitungan Detik, Inilah Critical Eleven, 11 Menit Penuh Risiko dalam Penerbangan, Bak Dekati Gerbang Kematian

3) Takut terbang bisa menyebabkan lebih banyak kematian di jalan.

Tepat setelah peristiwa 9/11, jumlah orang yang menggunakan pesawat lebih sedikit.

Saat Joseph Stromberg meliput dalam cerita ini, peneliti psikologis Gerd Gigerenzer mencatat bahwabertambahnya jumlah pengemudiini bertanggung jawab atas 353 kematian berlebih dalam tiga bulan setelah peristiwa 9/11.

Ini bukan efek yang besar, dan akan menarik untuk melihat apakah itu bisa terjadi setelah bencana lain juga.

Baca Juga: Pesawat Sriwijaya Air SJ182 Gunakan Boeing 737, Mari Mengenal Keluarga Besar Boeing 737 yang Terkenal Banyak Dipakai Maskapai Penerbangan Itu

4) Pesawat lebih jarang menabrak dan membunuh lebih sedikit orang.

Tahun terburuk kematian pesawat adalah tahun 1972, menurut analisis International Business Times.

Data memang cenderung berfluktuasi dari tahun ke tahun, tetapi jelas bahwa kita tidak hidup dalam waktu paling berbahaya untuk terbang.

Lihat saja data di atas.

Artikel Terkait