Penulis
Intisari-Online.com - Sriwijaya Air dengan kode penerbangan Sriwijaya Air SJ182 yang jatuh pada Sabtu (9/1/2021) di dekat Kepulauan Seribu, diketahui menggunakan pesawat Boeing 737-500.
Pesawat yang teregistrasi dengan kode PK-CLC tersebut merupakan seri Boeing terdahulu, yang kini sudah berusia 26 tahun.
Termasuk seri Boeing 737 Klasik, pesawat ini diproduksi sebelum seri Next-Generation dan seri terakhir MAX.
Usia pesawat yang sudah tua sempat dikaitkan dengan penyebab jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182.
Namun, menurut pakar, penggunaan pesawat yang sudah tua untuk terbang bukanlah hal yang aneh , dan aman jika memenuhi syarat.
Mengutip businsessinsider.com (10/1/2021), Richard Aboulafia, seorang analis penerbangan di Teal Group, tidak percaya kecelakaan itu akibat cacat desain pada model tersebut.
"Ini bahkan bukan model sebelum Max, ini telah beroperasi selama 30 tahun sehingga tidak mungkin terjadi kesalahan desain," katanya kepada Bloomberg.
"Ribuan pesawat ini telah dibuat dan produksinya berakhir lebih dari 20 tahun yang lalu, jadi sesuatu akan ditemukan sekarang," imbuhnya.
Dalam email ke Insider, Aboulafia mengatakan bahwa meskipun 26 tahun masa kerja melebihi usia pensiun yang biasa dari banyak pesawat, bukan hal yang aneh bagi pesawat yang sudah tua untuk terbang.
"Dan akan sangat aman dengan asumsi prosedur pemeliharaan yang benar diterapkan dan ditegakkan oleh regulator lokal," tulisnya.
Hal serupa diungkapkan Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Suryanto Cahyono.
Suryanto mengatakan, usia pesawat tidak memengaruhi kelaikan terbang selama dirawat dengan benar.
"Umur pesawat dibuat tahun 1994, jadi sekitar 25-26 tahun. Berapa pun umurnya, pesawat kalau dirawat sesuai regulasi yang berlaku dalam hal ini dari Ditjen Hubungan Udara, harusnya tidak ada masalah," kata dia, dikutip dari Kompas.com (9/1/2021)
Ia mengatakan, pihaknya masih terus mengumpulkan berbagai informasi mengenai pesawat SJ 182 itu.
Sriwijaya Air SJ 182 sendiri lepas landas dari Bandara Soetta pada Sabtu, pukul 14.36 WIB.
Beberapa saat kemudian, tepatnya pada 14.40 WIB, pesawat dinyatakan hilang kontak.
Pesawat disebut jatuh di perairan Kepulauan Seribu, dekat Pulau Laki dan Pulau Lancang.
Direktur Utama Sriwijaya Air Jeff Jauwena menyatakan, pesawat SJ 182 dari seri Boeing 737-500 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu tak lama setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta dalam kondisi baik.
"Kondisi pesawat informasi yang saya terima dalam kondisi sehat, karena sebelumnya terbang ke Pontianak pulang-pergi, lalu ke Pangkal Pinang. Ini rute kedua ke Pontianak, jadi seharusnya tidak ada masalah," kata Jeff, dalam konferensi pers dari Bandara Soekarno-Hatta, Sabtu (9/1/2021).
Meski, ia menyebut, keberangkatan memang sempat tertunda 30 menit dari jadwal seharusnya. Sebab, saat itu cuaca sedang hujan deras.
"Delay akibat hujan deras, maka ada delay 30 menit saat boarding," ujar dia.
Setelah sempat delay, Pesawat tersebut lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Empat menit berselang atau sekitar pukul 14.40 WIB, pesawat tersebut pun hilang kontak dan tidak terdeteksi lagi keberadaannya.
Sedianya, pesawat tiba pada pukul 15.15 WIB di Bandara Soepadio, Pontianak.
"Bahwa telah terjadi lost contact pesawat udara Sriwijaya rute Jakarta-Pontianak dengan call sign SJY 182. Terakhir terjadi kontak pada pukul 14.40 WIB," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam konferensi pers dari Bandara Soetta, Sabtu.
Kecelakaan pesawat Boeing 737-500 maskapai Sriwijaya itu terjadi di tengah beberapa tahun yang sulit bagi Boeing. Mengutip businessinsider, pada Oktober 2018 dan Maret 2019 , dua pesawat model Boeing 737 Max jatuh, menewaskan total 364 orang.
Pesawat itu diperintahkan mendarat di seluruh dunia, sementara regulator dan Boeing bekerja untuk memperbaiki apa yang tampaknya menjadi cacat desain mendasar pada model tersebut .
Pada akhir tahun 2020, setelah penyelidikan intensif, Administrasi Penerbangan Federal mengizinkan 737 Max terbang lagi.
Minggu ini, Boeing setuju untuk membayar denda pidana $ 2,5 miliar untuk menyelesaikan tuduhan konspirasi penipuan terkait dengan skandal 737 Max-nya.
CEO Boeing David Calhoun mengatakan resolusi itu adalah pilihan yang tepat bagi perusahaan.
"Resolusi ini merupakan pengingat serius bagi kita semua betapa pentingnya kewajiban transparansi kita kepada regulator, dan konsekuensi yang dapat dihadapi perusahaan kita jika ada di antara kita yang tidak memenuhi harapan tersebut," katanya.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari