Intisari-Online.com - Perbandingan kekuatan militer Israel dan Iran tahun 2020, masih menunjukkan militer Negeri Yahudi berada di bawah Teheran.
Kekuatan militer Israel berada di peringkat peringkat ke-18 dari 138 negara, sedangkan Iran di peringkat 14, menurut Global Firepower 2020.
Masing-masing dengan indeks power 0,2191 dan 0,3111, yang mana skor0,0000 merupakan angka yang menunjukkan sempurna.
Iran telah menunjukkan keunggulannya dalam hal jumlah personel.
Militer negara itu diperkuat 523.000 personel aktif, sedangkan personel militer aktif Israel hanya sebanyak 170.000 saja.
Meski begitu, jumlah tentara cadangan Iran sedikit di bawah Israel, yaitu 350.000 personel dibanding 445.000.
Di sektor laut, armada militer Iran unggul dengan total aset 398, di antaranya 34 kapal selam, 7 fregat, 3 korvet, 342 patroli, 8 mine warfare,namun tidak memiliki kapal induk dan kapal perusak.
Iran menduduki peringkat ke-6 untuk armada lautnya itu, sementara armada laut Israel menduduki peringkat ke-35.
Baca Juga: Korea Utara Bakal Jadi Masalah Besar, Amerika Terpaksa Pepet China untuk Menakhlukannya, Tapi...
Kekuatan laut Israel sendiri didukung 5 kapal selam, 4 korvet, dan 45 patroli. Seperti Iran, Israel juga tidak memiliki kapal induk dan kapal perusak. Bahkan, juga tidak memiliki kapal fregat dan mine warfare.
Namun, di sektor udara giliran Israel yang lebih unggul dengan total pesawat sebanyak 589, sedangkan total pesawat Iran sebanyak 509.
Di darat, Israel memimpin untuk 2.760 tank tempur, 10.275 kendaraan lapis baja, dan 650 artileri self- propelled.
Sementara itu, meski jumlah tank tempur, kendaraan lapis baja, dan artileriself-propelled milik Iran di bawah Israel, namun militer Teheran ungguluntuk 2.088 artileri lapangan,dan 1.935 proyektor roketnya.
Dalam hal anggaran belanja pertahanan hanya selisih tipis, yaituIsrael $ 20 miliar, sedangkan Iran $ 19,6 miliar.
Dengan anggaran pertahanan yang lebih unggul dari Iran, Israel seolah menunjukkan ambisinya untuk meningkatkan kualitas peralatan tempurnya.
Ia menganggarkan lebih banyak uang untuk militernya yang lebih kecil dibanding Iran.
Meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran ditandai keluarnya AS dari Kesepakatan Nuklir Iran 2015, pada 2018 lalu.
Baca Juga: Al dan Dul, Membuat Destinasi Wisata Baru di Yogyakarta dengan Nama Restu Bumi Kreo
Dengan keluarnya AS dari kesepakatan tersebut, Iran pun secara bertahap kembali meningkatkan pengayaan uraniumnya membuat Israel merasa terancam.
Israel secara konsisten menentang program nuklir Iran, meski Iran mengakuinya sebagai program nuklir damai.
Ketegangan keduanya juga semakin meningkat baru-baru ini dengan pembunuhan ilmuwan nuklir Iran, di mana Israel dituduh sebagai pihak yang bertanggungjawab.
Banyak yang memprediksi bahwa Iran akan melancarkan serangan balas dendam, yang membuat Israel maupun AS waspada.
Terkait hal itu, beberapa waktu lalu Perdana Menteri Israel mengisyaratkan bahwa Israel tidak akan menghindar dari tindakan militer terhadap Iran.
Hal itu disampaikannya ketika dia berbicara pada upacara kelulusan untuk pilot baru IAF pada hari Rabu.
Dalam kesempatan itu, Netanyahu juga kembali menegaskan bahwa Israel tidak akan mengizinkan Iran memperoleh senjata nuklir.
"Kami tidak akan mengizinkan Iran memperoleh senjata nuklir," kata Netanyahu, dikutip dari The Jerusalem Post (23/12/2020).
"Kami tidak menganggap enteng ancaman yang dibuat terhadap kami, kami juga tidak menghindar dari mereka,” kata Netanyahu.
“Kebijakan kami jelas dan konsisten: siapa pun yang mencoba menyakiti kami akan mengalami pukulan telak.
"Dalam menghadapi bahaya, angkatan udara siap untuk bertindak dengan paksa - di segala jarak, di arena apa pun, dan di target apa pun," kata Netanyahu.
Dia berjanji bahwa Israel akan berdiri teguh melawan program nuklir Iran dan basisnya di Suriah.
“Kami akan terus bertindak melawan upaya Iran dan proksinya untuk membangun pangkalan militer di Suriah. Kami tidak akan kompromi dalam masalah ini, ”katanya.
Sementara itu, Politico (22/12/2020), melaporkan bahwa beberapa lawan sengit kesepakatan nuklir Iran mendesak Presiden terpilih Joe Biden untuk membiarkan mereka memiliki suara - dan bahkan mungkin duduk di meja perundingan - dalam pembicaraan di masa depan dengan Teheran.
Perwakilan dari beberapa negara Teluk Arab serta Israel mengangkat gagasan tersebut dalam percakapan pribadi dan publik menjelang dimulainya pemerintahan Biden.
Bagaimanapun, duta besar dari tiga negara berdebat dalam wawancara dengan Politico, mereka memiliki lebih banyak yang dipertaruhkan daripada Amerika Serikat atau negara lain yang membuat perjanjian nuklir 2015 dengan Teheran.
Dengan membawa mereka, mereka menambahkan, akan meningkatkan pengaruh AS atas Iran.
Dikatakan bahwa dalam jangka panjang, Israel mungkin memilih untuk tidak terlibat dalam negosiasi tatap muka dengan Iran -negara yang para pemimpinnya secara rutin mengancam keberadaan Israel. Tetapi konsultasi erat AS dengan Israel dapat memberi mereka suara dalam proses tersebut.
Sementara itu, dalam sebuah wawancara, Duta Besar Bahrain Abdulla al-Khalifa mencatat bahwa negaranya sangat frustrasi dengan campur tangan Iran dalam urusan internalnya, di mana Iran telah mendukung kelompok Muslim Syiah yang telah menantang penguasa Sunni Bahrain.
"Penting bagi kami untuk menjadi bagian dari percakapan, karena kitalah yang memiliki kursi barisan depan untuk perkembangan apa pun, dan kitalah yang harus menanggung semua konsekuensinya," kata al-Khalifa.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari