Advertorial
Intisari-online.com - Seperti yang kita tahu Indonesia adalah salah satu negara terbesar di dunia dengan luas wilayah dan jumlah penduduknya.
Menyandang negara besar bukan berati Indonesia termasuk sebagai negara papan atas.
Pada kenyataanya, Indonesia tetap masih berada di bawah negara besar seperti China, Amerika, dan Rusia.
Bahkan soal militer Indonesia masih kalah dengan India yang memiliki senjata nuklirnya sendiri.
Baca Juga: 5 Langkah Cara Melihat RAM Hp Xiaomi, Yuk Simak Berikut Ini!
Berbicara soal nuklir rasanya Indonesia seharusnya sangat layak untuk memilikinya.
Namun karena perjanjian nuklir yang ditandatangani pada 1 Juli 1968 oleh 62 negara.
Tiga negara besar yang menandatangani perjanjian itu di antaranya, Amerika, Uni Soviet, dan Inggris.
Perjanjian itu berlaku selama 25 tahun kemudian diperbarui pada 1995, melibatkan 174 anggota PBB, dan berlangsung selamanya.
Namun ada tiga negara yang menolak perjanjian tersebut, mereka adalah India, Israel dan Pakistan.
Korea Utara sempat menandatangani perjanjian itu namun kemudian menoaknya, dan menarik kembali perjanjian itu.
Paerjanjian ini dinilai tidak adil, karena negara yang belum memiliki senjata nuklir dilarang mengembangkannya termasuk Indonesia.
Namun dalam sebuah tulisan di ABC News,Indonesia kemungkinan akan memiliki senjata nuklir jika negara ini juga memilikinya.
Negara yang dimaksud tersebut adalah Australia.
Jika Australia memilih untuk tetap berada di bawah payung nuklir AS, Indonesia menghadirkan kasus unik di mana kepentingan Amerika dan Australia mungkin tidak bersinggungan.
Indonesia juga dianggap sekutu AS, dan jika diputuskan untuk memulai program nuklirnya sendiri, implikasi jaminan keamanan AS bagi Australia tidak jelas.
"Jika Indonesia memperoleh senjata nuklir, mengandalkan pencegahan AS terhadap serangan nuklir akan membutuhkan lompatan keyakinan tentang penyelarasan kepentingan Australia dan AS," kata Dr Fruhling.
Program nuklir Australia dapat menyebabkan Indonesia mengikuti.
"Indonesia memiliki ambisi kepemimpinan regional, dan rasa kemandirian yang kuat dan akan, di tahun-tahun mendatang, menjulang di atas Australia secara ekonomi serta dalam hal populasi," kata Dr Fruhling.
"Akuisisi senjata nuklir oleh Australia akan memperkuat alasan Indonesia untuk membalas, untuk status serta keamanan," katanya.
Sementara itu, status non-nuklir Australia penting untuk mencegah Indonesia dan pemain regional lainnya menempuh jalur nuklir.
Akan tetapi, Indonesiatelah menjadi negara pihak pada Perjanjian Nuklir, Convention on the Physical Protection of Nuclear Material (CPPNM) and its Amendment, Convention on Nuclear Safety, Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty (CTBT), International Convention for the Suppression of Acts of Nuclear Terrorism, dan IAEA Additional Protocol.
Indonesia juga turut berpartisipasi pada pertemuan Nuclear Security Summit (NSS) 2010-2016.
Pada pertemuan NSS, Indonesia mengajukan inisiatif penyusunan National Legislation Implementation Kit on Nuclear Security (NLIK).