Advertorial
Intisari-Online.com - Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang menjajah Timor Leste.
Setelah Portugis mundur dari Timor Leste, Indonesia menginvasi wilayah yang dulu dikenal sebagai Timor Timur tersebut.
Konon, alasan pemerintah Indonesia yang saat itu dipimpin oleh Presiden Soeharto, memutuskan untuk menjadikan Timor Leste sebagai wilayah Indonesia, karena kekhawatiran akan masuknya paham komunis melalui wilayah tersebut.
Jika masuknya Indonesia ke Timor Leste dilatarbelakangi oleh masalah ideologi, lain halnya dengan Australia.
Tetangga dekat Timor Leste itu memang bukan dikenal sebagai penjajah layaknya Portugis dan Indonesia, namun Australia disebut telah mengeruk kekayaan Bumi Lorosae.
Tak lain tak bukan, melimpahnya cadangan minyak Timor Leste yang menjadi minat Australia.
Perjanjian Celah Timor dikenal sebagai perjanjian antara Australia dan Indonesia atas sumber daya tersebut, setelah Bumi Lorosae menjadi bagian dari Indonesia.
Namun, rupanya Timor Leste telah menjadi incaran Australia jauh sebelum itu.
Australia bahkan harus bersaing dengan negara lainya yang berminat terhadap Timor Timur saat itu, yaitu Jepang.
Upaya memata-matai Jepang di Timor Leste pun dilakukan Australia.
Meski singkat, Jepang pernah menguasai Timor Timur sebelum negara Asia ini kalah dalam Perang Dunia II.
Kala itu, Australia berupaya memantau kegiatan Jepang di Timor Leste, dimulai melaluipertemuan dengan gubernur Timor Portugis.
Melansir artikel eurekastreet.com.au, ditulis Sophie Raynor (9/9/2019), disebut bahwa pada akhir 1930-an, pemerintah Australia mengadakan pertemuan rahasia untuk membahas kegiatan Jepang di wilayah tersebut dengan gubernur Timor Portugis saat itu, Alutarro Neves da Fontoura.
Hasilnya, pada tahun 1940, gubernur memberikan izin kepada Qantas, seorang pilot Australia, untuk berhenti dua minggu sekali di Dili pada dua rutenya.
Di sisi lain, gubernur Timor Portugis juga memberikan izin serupa kepada Jepang untuk mencoba penerbangan antara Dili.
Australia secara terbuka menggunakan otoritas penerbangan untuk memata-matai Jepang.
Pada awal 1941, direktur pelaksana Qantas Hudson Fysh mengatakan kepada agen maskapai yang berbasis di Dili untuk 'menjadikan tugas khusus [Anda] untuk mengawasi dan melaporkan aktivitas Jepang'.
Kedatangan pasukan Australia ke Timor untuk melawan Jepang pada bulan Februari 1942 secara teknis merupakan invasi ke wilayah netral - yang mengakibatkan kemenangan Jepang dan kematian antara 40.000 dan 60.000 orang Timor.
Saat pasukan Australia dievakuasi keluar dari wilayah yang porak poranda, mereka menjatuhkan selebaran bertuliskan, 'Teman-temanmu jangan lupakan kamu'.
Saat itu, Jepang telah menaruh minat terhadap Bumi Lorosae, meski sebelumnya wilayah tersebut tidak menarik bagi Jepang.
Timor-Leste pun dimasukkan ke dalam perang oleh intrusi Australia dan tetap di bawah pendudukan Jepang militan hingga 1945.
Mantan presiden Timor-Leste, perdana menteri dan pemimpin perlawanan Xanana Gusmão menuduh Australia ' mengorbankan 'nyawa orang Timor selama perang dan telah menghubungkan penderitaan Timor-Leste dengan tindakan perlindungan diri Australia.
Dikatakan bahwa prioritas Australia jelas, yaitu perlindungan diri dengan segala cara, tidak peduli pengorbanan yang dituntut dari Timor-Leste.
Bahkan, tema itu adalah tema yang berlanjut hingga di masa depan setelah Timor Leste merdeka.
Kasus spionase atau mata-mata Australia terhadap Timor Leste menunjukkan keserakahan negara tersebut terhadap sumber daya tetangganya.
Dengan cara licik tersebut, diyakini Australia diuntungkan dalam negosiasi sumber daya minyak dengan Timor Leste.
Bahkan, kasus spionase tersebut masuk menyisakan penuntutan terhadap Saksi K dan pengacara Bernard Collaery.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari