Advertorial
Intisari-online.com - Selama ini kita tahu Timor Leste adalah negara yang merdeka setelah memisahkan diri dari Indonesia.
Tahun 1999 Timor Leste berhasil mendapatkan kemerdekaan dari Indonesia, dan secara resmi tahun 2002 setelah memenangkan referendum.
Sejak saat itu, Timor Leste berdiri sebagai negara mandiri, dengan memanfaatkan minyak bumi sebagai sumber penghasilan utamanya.
Namun, hingga saat ini negara kecil itu masih bertahan menyandang status negara termiskin di dunia meski 18 tahun sudah merdeka.
Baca Juga: Ini 7 Militer Paling Miskin di Dunia, Hampir Semua Berasal dari Negara Terkurung Daratan
Selain itu, yang membuat Anda bertanya-tanya tentu saja dari mana Timor Leste mendapatkan uang untuk membangun negaranya.
Sementara yang kita ketahui selama ini, negara tersebut sering mendapat bantuan dari Australia dalam royalti minyak.
Lalu, Timor Leste juga mendapatkan uang dari utang negara yang diambil dari Bank Exim China.
Selain dari Australia dan China, ternyata Timor Leste juga mendapatkan sumbangan dalam jumlah fantastis tiap tahunnya dari negara ini.
Menurut Reuters, diketahui Amerika Serikat adalah negara yang memberikan sumbangan tiap tahun kepada Timor Leste.
Hal itu terungkap tahun 2003, setelah AS berencana memangkas 40 persen bantuannya untuk dialihkan ke Irak.
Ramos Horta mengatakan pada saat itu, Washington berencana memangkas 25 juta dollar AS bantuan, yang dijanjikan untuk Timor Leste.
Pasalnya Washington pada saat itu, menghabiskan hampir 100 miliar dollar AS untuk pembangunan kembali Irak, dan itu membeban anggaran bantuan luar negerinya.
Timor Leste sebagai negara termiskin di dunia, menerima bantuan 150 juta dollar AS (Rp2,1 T, dalam kurs saat ini) setiap tahun dari negara yang dipimpin AS, seperti Australia dan Jepang.
Hampir setiap tahun setelah merdeka dari Indonesia, 40 persen orang Timor Leste tidak mampu memenuhi kebutuhan makanan mereka.
Sementara 60 persen buta huruf dan sekitar 8 persen anak meninggal sebeluk usia satu tahun, menurut lembaga bantuan.
Sementara itu sejak awal kemerdekaan negara itu, mereka masih bergantung pada minyak dan gas bumi sebagai sumber penghasilannya.
Tahun 2003, Timor Leste dan Australia memberlakukan Perjanjian Celah Timor, yang akan memberi Timor Leste 90 persen royalti minyak dan gas dari ladang-ladang di zona yang dimiliki bersama di Laut Timor.
Diperkirakan akan mencapai 5 miliar dollar AS selama 20 tahun dari 2004.
Kedua negara juga menandatangani kesepakatan di ladang Greater Sunrise, yang berada di zona bersama, yang akan memberi Timor Lorosa'e hanya 18 persen dari royalti dari lapangan.
Timor Leste berharap untuk mengubah perbatasan laut untuk memberinya lebih banyak royalti dari Greater Sunrise, sebuah tindakan yang ditentang Australia.
Ramos-Horta mengatakan pembicaraan tentang ini akan segera dimulai dan dia berharap pembicaraan itu tidak lebih dari satu atau dua tahun.
Masalahnya hampir seperti hitam dan putih, katanya.
Dia mengatakan bahwa jika konvensi Hukum Laut diikuti dengan ketat dalam menggambar ulang perbatasan, Greater Sunrise akan jatuh secara eksklusif ke dalam yurisdiksi Timor Leste.
"Kami percaya pihak Australia akan adil, adil, dan akan menunjukkan itikad baik dan solidaritas dengan Timor Leste."
Dengan perayaan ulang tahun kurang dari sebulan lagi, Ramos-Horta mengatakan langkah-langkah telah dibuat di bidang-bidang seperti perdamaian dan stabilitas, tetapi terlalu dini untuk menilai keberhasilan atau kegagalan bangsa secara keseluruhan.
"Saya katakan kita harus menunggu beberapa tahun (untuk melihat) apakah Timor Leste telah menjadi negara yang demokratis, berkelanjutan, stabil, dan layak," katanya saat itu.
"Saya tidak ragu. Saya tahu kami melakukan jauh lebih baik daripada banyak situasi pasca konflik serupa," tambahnya.