Advertorial

Curahan Hati Pengungsi Timor Leste: Rela Terpisah dari Keluarga Demi Pilih Indonesia, Tapi Hingga Kini Status Mereka Tak Jelas

Khaerunisa

Penulis

Kemerdekaan Timor Leste meninggalkan rakyat pro- 
integrasi yang ketakutan kembali ke tanah kelahiran mereka. Bagaimana nasib mereka kini?
Kemerdekaan Timor Leste meninggalkan rakyat pro- integrasi yang ketakutan kembali ke tanah kelahiran mereka. Bagaimana nasib mereka kini?

Intisari-Online.com - Kemerdekaan Timor Leste meninggalkan rakyat pro-integrasi yang ketakutan kembali ke tanah kelahiran mereka.

Seperti diketahui, rakyat Timor Leste terpecah menjadi kelompok pro-kemerdekaan dan pro-integrasi, yaitu mereka yang ingin lepas dari Indonesia dan mereka yang ingin tetap bergabung dengan Indonesia.

Ketika referendum Timor Leste tahun 1999 memenangkan pilihan orang-orang yang menginginkan kemerdekaan, kerusuhan pecah dan diyakini menewaskan ribuan penduduk.

Milisi pro-integrasi diduga sebagai pihak yang memulai kerusuhan yang kemudian meluas ke seluruh Timor Leste dan berpusat di Dili.

Baca Juga: Meninggalkan Luka Bagi Wanita Timor Leste dan Menghancurkan Keluarga Masa Depan, Program Unggulan Indonesia Ini Pernah Disalahgunakan selama Masa Pendudukan Bumi Lorosae

Situasi tersebut melahirkan para pengungsi yang mencari perlindungan ke luar Timor Leste, termasuk Indonesia.

Namun, setelah kerusuhan di Timor Leste berhasil diredam, banyak dari para pengungsi yang enggan kembali ke tanah kelahirannya.

Ketakutan akan ancaman dari kelompok pro-kemerdekaan menghantui mereka yang memiliki pilihan berbeda.

Selain itu, keleluasaan dan ketenangan hidup yang mereka rasakan selama mengungsi di Indonsia, juga membuat mereka memilih menetap di wilayah Indonesia meski harus terpisah dari keluarga.

Baca Juga: Sejahtera hanya Mimpi, Timor Leste Diprediksi Bakal Jadi Negara Mati 10 Tahun Mendatang Meski Punya Dana Abadi Ratusan Triliun Rupiah, Xanana Gusmao Jelaskan Alasannya

Seperti cerita yang dimiliki oleh seorang pengungsi bernama Muhajir Hornai Bello ini, dilansir dari Pos Kupang (2/9/2019).

Muhajir harus berpisah dengan keluarganya yang memilih lepas dari Indonesia dan menjadi Timor Leste yang berdiri sendiri sebagai negara.

Komunikasi antara dirinya dan keluarga yang memilih tetap di Timor Leste sempat terputus.

Baru beberapa tahun kemudian setelah kemerdekaan Timor Leste, ia dan keluarganya di sana kembali berkomunikasi.

Baca Juga: Jangan Kaget! Peneliti Umumkan Bahwa Alien di 1.000 Bintang Terdekat Bisa Mengawasi Bumi

"Banyak yang masih tinggal di Timor Leste, termasuk saudaranya bapak, saudara kakak bapak, saudara adik bapak, banyak yang masih di sana."

Sempat putus komunikasi hampir 5 tahun," katanya.

Ia menceritakan bagaimana perbedaan pilihan membuat mereka terpisah, meski tak ada perdebatan yang berarti di antara mereka.

"Tidak sempat yang ribut-ribut bagaimana tapi artinya kita sempat beda pendapat," sambung Muhajir.

Baca Juga: Timor Leste Sadar Terus-terusan Dikadali Australia, Berencana Batalkan Perjanjian yang Bisa Bikin Australia Merugi, Negara yang Awalnya Teman Tak Disangka Menusuknya Diam-diam

Muhajir mengaku, kini tak ada yang dirindukan Muhajir dari Timor Leste, selain keluarga besarnya.

Namun, ada yang menjadi ganjalan hatinya, yaitu soal status kepemilikan tanah dan tempat tinggal mereka.

Padahal, ia dan rekan-rekannya sesama pengungsi telah berada di Indonesia selama dua dekade.

"Status kami tidak jelas, status tanah tidak jelas. Itu yang menjadi persoalan bagi kami yang masih tinggal di pengungsian."

Baca Juga: Meski Jumlah Kasus Covid-19 Makin Banyak, Pakar Virologi Minta Pemerintah Tak Tergesa-gesa Lakukan Vaksinasi Corona, Mengapa?

"Nasib kami sudah 20 tahun kok masih tinggal di pengungsian? Status tanahnya juga enggak jelas, ini yang selalu kami pikiri," ungkapnya.

Muhajir sendiri selama ini tinggal di Desa Noelbaki, Kupang Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT) atau wilayah Timor Barat, bersama sebagian keluarganya.

Selama 20 tahun, Muhajir tak pernah beranjak dari pengungsian di desa itu.

Ia dan keluarganya tinggal di rumah darurat beratapkan seng di Noelbaki.

Baca Juga: Jangan Kaget! Peneliti Umumkan Bahwa Alien di 1.000 Bintang Terdekat Bisa Mengawasi Bumi

Di desa itu, ia tinggal bersama 3000 orang lainnya yang sama-sama mengungsi dari Timor Leste pasca referendum 1999.

"Saya dulu di Timor Leste di Kabupaten Viqueque," katanya.

"Saya pindah sama keluarga, mengungsi ke negara Indonesia. Termasuk bapak, mama, istri, anak semuanya ikut," ungkap mantan petani ini kepada ABC.

Bapak empat anak ini masih ingat betul bagaimana ia tiba pertama kali di Noelbaki.

Baca Juga: Layangkan Kecaman Terhadap Muslim Setelah Guru Perancis Dipenggal Oleh Teroris, Macron Secara Menohok Diolok-olok Erdogan: 'Anda Perlu Bantuan Mental'

"(Saya) sedih karena kita pisah dengan keluarga, artinya kurang lebih ya 3-4 bulan itu kami masih sedih," katanya.

"Setahun pertama kami datang ke sini itu kegiatan tidak ada, karena dipikirnya itu akan kembali ke Timor-Timur (Timor Leste) lagi, makanya tidak ada aktivitas hanya tunggu saja bantuan kemanusiaan."

Muhajir benar-benar tak mencari mata pencaharian atau melakukan aktivitas selayaknya orang yang memulai hidup baru.

"Tidak ada aktivitas seperti buat kebun, tanam sayur atau apa karena tadinya pengen mau pulang," kisahnya.

Baca Juga: Makin Menyenangkan, WhatsApp Punya 4 Fitur Baru, Salah Satunya Bisukan Chat Selamanya!

Muhajir juga menceritakan bagaimana ia sampai di Kupang.

Ia mengatakan, bahwa mereka menumpang kapal TNI (Tentara Nasional Indonesia), bergabung bersama para pengungsi lain dari sejumlah kabupaten.

"Kira-kira seribu lebih orang ada di kapal itu."

"Itu semua orang dari beberapa kabupaten yang pro-integrasi mereka mengungsi bersama, ada 3 kapal perang TNI (yang digunakan mengungsi) seingat saya," tuturnya.

Baca Juga: Coba Minum Jus Pare Dicampur Garam Setiap Pagi, Anda Bisa Rasakan Manfaat Luar Biasa Ini, Lebih Ampuh dari Obat!

Muhajir memang sedikit beruntung karena mendapatkan rumah sederhana yang hanya ditinggalinya dengan keluarganya.

Sementara pengungsi lain terpaksa berbagi rumah dengan satu atau bahkan 6 keluarga lain, padahal ukuran rumah darurat itu tak luas.

"Satu rumah ada yang ukuran 4x4, 4x6, tapi semuanya kami usaha sendiri," katanya.

Namun, di pengungsian, mereka tetap harus berjuang sendiri memenuhi kebutuhan hidup.

Baca Juga: Wahai Wanita, 7 Tempat Kesenangan yang Setiap Pria Ingin Anda Sentuh

"Pemerintah hanya bantu awal 99 saja, habis bantuan kemanusiaan tidak ada, sekarang ini (rumah) kita bangun sendiri," aku pria yang sekarang bekerja di peternakan ini pada ABC.

Apalagi, di awal-awal kedatangannya ke Noelbaki, kondisi pengungsian jauh lebih ramai, kenang Muhajir.

"Dulu cukup banyak, ada 7000 kepala keluarga yang tinggal di Noelbaki, sekarang tinggal 412 kepala keluarga (atau hampir 3000an orang lebih),"

"Itu karena dulu sudah ada yang ikut repatriasi kembali ke Timor Leste, ada yang ikut transmigrasi di Sulawesi, ada yang pindah ke wilayah NTT lain," tuturnya.

Baca Juga: Coba Rendam Beras Semalaman Sebelum Dimasak, Anda Akan Dapatkan Hasil yang Menakjubkan Tak Disangka-sangka! Silakan Dicoba

Dibanding di tanah kelahirannya, ia merasa hidupnya jauh lebih baik di tanah pengungsian.

"Ya kalau pribadi saya, saya lebih suka di NTT. Sekarang memang lebih baik dari di Timor Leste."

"Malahan saudara saya yang di Timor Leste ambil berasnya dari Kupang terus dibawa ke sana.

"Di sana mereka punya beras kurang bagus makanya ambil di sini."

Baca Juga: Gara-gara Komentar 'Ngawur' Donald Trump Ini, Ethiopia Siap Angkat Senjata Terhadap Mesir dan Sudan Atas Bendungan Sungai Nil

"Saya punya adik beberapa kali ke sini, tiap pulang selalu bawa kembali kurang lebih 100-200 kg beras ke Timor Leste," ceritanya

Muhajir enggan kembali ke kampung halaman. Ia enggan mengenang mimpi buruk semasa pra-referendum.

Menurutnya, di sana ia tidak bisa bergerak bebas, termasuk untuk sekedar bekerja atau bertani.

"Kalau di sini kita petani mau bekerja di pertanian bisa, karena aman untuk kita bekerja."

Baca Juga: Jadi Favorit Banyak Orang, Benarkah Kabar Kalau Sering Makan Ikan Lele Bisa Sebabkan Kematian Mendadak? Begini Penjelasan Ahlinya

"Kalau dulu, kita mau bertani jauh dari kampung itu kan kita takut, trauma, diteror, diancam sama kelompok-kelompok yang ingin merdeka," ungkapnya.

Namun, ia dan para pengungsi tetap berharap status kepemilikan tanah mereka jelas, sehingga mereka dapat tinggal dengan tenang.

Ia berharap Pemerintah Indonesia lebih memperhatikan nasib pengungsi Timor Leste.

Terutama generasi muda, agar mereka terbebas dari pengangguran, tak seperti kebanyakan pengungsi tua yang bertahan di Noelbaki.

Baca Juga: Sempat Divonis Dokter Derita Kanker Stadium 3, Artis Cinta Penelope Sembuh dengan Minum Air Rebusan Ini

(*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait