Advertorial
Intisari-Online.com-Jet tempur siluman J-20 China buatan Chengdu Aerospace Corporation memulai debutnya pada 2011.
Analis Barat berasumsi bahwa jet tempur tersebut menjadi komoditas ekspor sebagaimana senjata buatan China yang lain.
Namun, perkiraan analisis Barat keliru.Pemerintah China tidak pernah mengekspor, atau bahkan mencoba mengekspor, jet tempur siluman J-20 miliknya.
Beijing memutuskan untuk mempertahankan kemampuan militer kelas atas J-20 untuk dirinya sendiri.
Menurut perkiraan pemerintah China, uang tunai tidak sepadan dengan menyerahkan rahasia jet tempur yang mampu menghindari radar tersebut.
Bukan kebetulan, Amerika Serikat (AS) sebelumnya mengadopsi kebijakan serupa terkait jet tempur siluman F-22 miliknya sebagaimana dilansir dari The National Interest, Sabtu (3/10/2020).
Song Zhongping, mantan perwira dari pasukan rudal strategis China, mengungkapkan larangan ekspor J-20 dalam wawancaranya dengan program berita yang disiarkan Phoenix TV pada Desember 2014.
"Ekspor teknologi militer China yang canggih dilarang. Ini untuk menjaga teknologi generasi kelima J-20 (jatuh) ke tangan musuh,” kata Song.
Alasan Song adalah alasan sama yang diutarakan Kongres AS ketika melarang mengekspor jet tempur siluman F-22 pada 2000-an.
Ketika itu, Jepang mengajukan proposal untuk membeli jet tempur canggih tersebut. Namun Kongres AS menolaknya dengan alasan keamanan.
Pada 2007, pihak berwenang Jepang menangkap seorang perwira pertama Angkatan Laut Jepang yang tampaknya mencoba menyampaikan informasi ke China ihwal radar Aegis buatan AS.
Jet Tempur F-35
Banyak pengamat yang curiga bahwa insinyur China memanfaatkan data yang telah diretas dari program jet tempur F-35 yang dibuat AS untuk mendesain J-20.
Sekilas tentang F-35, AS secara tegas merancang pesawat tersebut agar dapat diekspor dengan aman.
F-35 lebih kecil, lebih lambat, dan kurang dapat menghindari radar dibandingkan F-22.
Kendati demikian jet tempur F-35 sudah dilengkapi dengan teknologi termutakhir seperti sensor canggih dan lapisan penyerap gelombang radar.
Dalam peristiwa apa pun, Song menjelaskan pembatasan penjualan J-20 sangat terkait dengan larangan ekspor F-22.
"Jika suatu hari AS memutuskan untuk mengekspor F-22, China mungkin mempertimbangkan untuk mencabut larangannya (mengekspor J-20) juga," kata Song.
Larangan ekspor J-20 tidak berarti bahwa China menyerah pada pasar global soal jet tempur siluman yang menguntungkan.
Tak lama setelah debut J-20, perusahaan saingan Chengdu Aerospace Corporation, Shenyang Aircraft Corporation, meluncurkan prototipe jet tempur siluman yang dinamakan FC-31.
Tidak seperti J-20 yang disponsori pemerintah, FC-31 benar-benar jet tempur bikinan swasta yang ditujukan kepada pasar luar negeri.
Kendati demikian, sejauh ini belum ada negara yang meminati FC-31.
FC-31 mewakili peluang Beijing untuk bersaing di pasar dunia yang menguntungkan untuk jet tempur yang menghindari radar.
Jika J-20 dilarang diekspor seperti F-22 bikinan AS, maka FC-31 dapat disamakan dengan F-35 yang ditujukan untuk pasar luar negeri.
Angkatan Udara China mulai menerima J-20 untuk digunakan di garis depan pada 2017, 12 tahun setelah F-22 mulai beroperasi.
Pada akhir 2019 setidaknya ada 13 unit J-20 yang beroperasi.
Angkatan Udara China juga telah memfokuskan upayanya untuk mengganti mesin AL-31 buatan Rusia dengan mesin WS-10 yang dibuat khusus.
Danur Lambang Pristiandaru
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "China Sengaja Larang Ekspor Jet Tempur Siluman J-20, Ini Alasannya"