Perbatasan baru tersebut mengkonfirmasi beberapa bekas ladang dan ladang operasional berada di wilayah Timor Leste, meskipun Australia telah mengambil untung selama beberapa dekade.
Pada saat penandatanganan, Australia bersikeras bahwa perjanjian itu tidak akan berlaku sampai kedua negara meratifikasinya.
Namun pemerintah Australia kini gagal meratifikasi kesepakatan itu sebelum pengumuman pemilihan federal tahun itu.
Kritikus menyalahkan ini pada "disfungsi" pemerintah Koalisi dan parlemen ke-45.
Penundaan tersebut berarti bahwa Australia terus menarik keuntungan dari ladang gas dan minyak Bayu-Undan, yang sebelumnya telah dibagi 90-10 tetapi dikonfirmasi oleh perjanjian tersebut telah menjadi milik sepenuhnya Timor-Leste.
Perkiraan bervariasi antara $ 350.000 (Rp5,2 miliar) dan $ 2,9 juta (Rp43,3 miliar) per minggu yang ditarik Australia dengan terus mengklaim 10% dari pendapatan ladang gas dan minyak Bayu-Undan.
“Ini sangat memalukan jika menyangkut salah satu tetangga termiskin kami,” kata Steve Bracks, mantan perdana menteri Victoria dan pendiri proyek pemerintahan Timor-Leste.
"Mereka ditolak uang itu karena disfungsi pemerintah Australia dan desakan bahwa parlemen perlu meratifikasi perjanjian itu," tambahnya.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR