Advertorial
Intisari-online.com - Timor Leste pernah dilihat sebagai salah satu prospek yang baik sebagai negara berkembang.
Memiliki sumber daya alam melimpah, kerangka hukum komprehensif yang mengatur ekstraksi mereka dan dana minyak.
Akan tetapi melansir Forbes, negara itu diprediksi akan bangkrut pada tahun 2027, menurut penelitian Think Thank oleh aktivis Dili La'o Hamutuk.
Diketahui, Kementerian Keuangan Pemerintah Timor Leste selalu optimis meramalkan dana keuangan dan kekayaan mereka bisa diperpanjang hingga 2032.
Namun, kenyataanya ada kebingungan dari para menteri tingkat tinggi.
Hal itu disoroti oleh mahasiswa pascasarjana Timor Leste di Sekolah Kebijakan Publik Crawford Australia Guteriano Neves dalam tulisannya berjudul Are We The Victims Of Our Own Fantasies?
Secara keseluruhan negara itu memiliki masa depan yang mengkhawatirkan.
Sumber keuangan yang dinilai tidak kuat, dan disebut bergantung pada akar yang rapuh.
Pada kenyataanya, Timor Leste hampir seluruhnya bergantung pada pendapatan minyak bumi, yang telah melewati masa puncaknya tahun 2012.
Ladang minyak Bayu-Undang yang dioperasikan oleh perusahaan ConocoPhilips, awalnya menyediakan sekitar 20 miliar dollar AS selama10 tahun terakhir.
Tetapi ladang ladang minyak itu mulai surut, dan diperkirakan akan mengering tahun 2022.
Meski demikian, menurut Bank Dunia dan IMF, menggambarkan prospek cerah bagi Bumi Lorosae, namun tampaknya perkiraan itu tidak seperti fakta yang terlihat saat ini.
Seperti yang dikatakan aktivis Timor Leste La'o Hamutuk, Timor Leste memiliki pendapatan yang terbatas, pengeluaran negara yang mengancam, dan harus melakukan penghematan dalam 10-12 tahun.
Meski disoroti La'o Hamutuk, pemerintah itu memilih aspek terbaik dari laporan Bank Dunia dan IMF, mengabaikan peringatan mengerikan tentang disversifikasi ekonomi untuk jangka menengah.
Sementara para ahli lain mengatakan, pengeluaran anggaran negara hampir menyentuh 2 miliar dollar AS tahun 2021.
Digunakan untuk rencana besar-besaran mega proyek minyak bumi, menurut sebagian para ahli hal itu tidak layak secara ekonomi.
Secara keseluruhan Timor Leste mulai mengincar ladang baru, dan gas Greater Sunrise yang dioperasikan Woodside di Laut Timor melintasi dasar laut Australia menimbulkan perselisihan yang belum terselesaikan.
Australia dengan Timor Leste berselisih mengenai batas maritim, untuk mengembangkan Greater Sunrise yang berbasis di Perth Woodside dan mitra Conoco Philips dan Osaka Gas, memiliki rencana yang dipestieskan.
Namun, pemerintah terus jor-joran mengeluarkan uang, untuk fantasi pengembangan minyak dan proyek infrastruktur meragukan lainnya.
Jumlah uang yang dikeluarkan jauh lebih tinggi dari pengeluaran ekonomi dan sosial, padahal 42% persen penduduknya hidup dalam garis kemiskinan.
"Sumber pendapatan baru sangat dibutuhkan Timor Leste, tetapi tidak datang dari proyek-proyek ekstraktif yang berkelanjutan seperti Greater Sunrise," kata Charlie Scheiner seorang analis LSM.
"Tanggapan Timor Leste atas tekanan yang disebabkan oleh akhir dari pendapatan minyak haruslah mendeisverifikasi ekonominya dan membelanjakannya dengan bijak," tambah Scheiner.
Jeffrey Freyman, ahli fisika dan ekonomi yang telah berkonsultasi pada berbagai proyek energi di wilayah tersebut, memperkirakan Greater Sunrise bisa menghasilkan 8,5 miliar dollar AS, untuk Timor Leste selama 30 tahun, selama masa produksi proyek tersebut.
Tetapi jika tren pengeluaran pemerintah saat ini terus berlanjut, 8,5 miliar dollar AS hingga 2030 hanya cukup untuk membayar dua hingga lima tahun, dan bukan solusi jangka panjang.
Selain itu IMF menyarankan Timor Leste untuk memperhatikan investasi publik dan fokus pada proyek yang memiliki pengembalian lebih tinggi.
Bank Dunia juga demikian, menggemakan peringatan IMF mengatakan, Timor Leste harus menggunakan sumber dayanya yang terbatas secara efektif, dan mendukung ekonomi yang terdisverifikasi.
Saat ini Timor Leste hanya bergantung pada akar yang rapuh, di mana sumber keuangan utama dari minyak bumi akan kering, sementara pengeluaran yang jor-joran untuk proyek meragukan.
Jika hal itu berlanjut, diprediksi negara itu akan menjadi negara yang gagal dan terancam bangkrut tahun 2027.