Advertorial

Indonesia Memang Kalah Telak Jika Melawan Militer China, Namun dengan Taktik Ini Diprediksi Indonesia Sanggup Ungguli Negeri Tirai Bambu

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Salah satu ancaman yang dimaksud, yakni yang terjadi di Laut Natuna Utara atau Laut China Selatan, oleh China.
Salah satu ancaman yang dimaksud, yakni yang terjadi di Laut Natuna Utara atau Laut China Selatan, oleh China.

Intisari-online.com - Siapa sangka dibalik wabah penyakit Corona di Wuhan, China masih bersikap agresif di Laut Natuna Utara.

Sikap agresif ini memang menjadi ciri khas negeri Panda untuk tancapkan taringnya ke Laut Cina Selatan (LCS).

Mengutip Kompas.com, Kamis (27/2/2020) Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyatakan jika manuver militer China di Natuna Utara bakal ditanggapi serius oleh Pemerintah.

Mahfud menyampaikan jika TNI akan ditambah alutsistanya demi menjaga kedaulatan republik.

Baca Juga: Dikenal Negara Miskin yang Tak Punya Apa-apa Tapi Bisa Bangun Senjata Nuklir, Terungkap Inilah Pabrik Uang Korea Utara, Konon dari Transaksi Gelap Ini

"Kalau di Natuna itu karena ada klaim tradisional dan hak sejarah China dan itu selalu terulang. Ancamannya kekuatan alutsista kita di sana belum memadai sehingga dalam waktu dekat akan dibuat lebih memadai," ujar Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (24/2/2020).

Selain itu pemerintah juga bakal berpegang pada konstitusi dan hukum internasional agar wilayah Laut Natuna Utara juga jadi urusan dunia internasional.

"Kita akan berpegang pada hukum internasional, hukum konstitusi kita dan kembali ke prinsip multilateralisme bahwa itu urusan dunia internasional bersama-sama, bukan hanya unilateralisme," tegas dia.

Sementara itu Menhan Prabowo Subianto sebelumnya sudah menyampaikan kepada Mahfud adanya dua ancaman yang saat ini sedang dihadapi Indonesia.

Baca Juga: Niatnya Bikin Musuh Gemetar dengan Kekuatan Militernya, Tapi China Malah Diejek karena Comot Adegan Hollywood, Ini Buktinya

Salah satu ancaman yang dimaksud, yakni yang terjadi di Laut Natuna Utara atau Laut China Selatan.

"Karena di situ ada klaim dari China yang di dalam konteks hukum internasional itu tidak ada. Itu klaim sejarah dan hak tradisional yang katanya sudah ribuan tahun lalu orang China terbiasa mencari ikan di Laut Cina Selatan," tutur Mahfud.

Bahkan Mahfud mengatakan jika adu kekuatan Indonesia bisa kalah lawan China.

"Penduduk China 1,3 miliar, pasti lebih besar kekuatannya dari Indonesia sehingga kalau kita hadapi secara fisik hitungan matematis, ya kita bisa kalah. Tetapi kita punya hukum internasional, konstitusi," ucap Mahfud MD.

Asupan alutsista laut dan udara harus segera dipertebal demi menjaga Natuna dari rongrongan China

Namun jika perang fisik terjadi, Indonesia bisa tiru taktik Taiwan dalam menghadapi China di Laut Natuna Utara.

Baca Juga: Perang AS-Korea Utara Disebut Lebih Dekat dari Dugaan, Trump Tidak akan Lancarkan Serangan Lebih Dulu, Tapi Ini yang Bakal Dilakukannya Jika Rudal Kim Jong-un Mengancam AS

Yakni peperangan Asimetris.

Robert Tomes dari US Army War College menjelaskan : “Peperangan asimetris dapat dideskripsikan sebagai sebuah konflik dimana dari dua pihak yang bertikai berbeda sumber daya inti dan perjuangannya, cara berinteraksi dan upaya untuk saling mengeksploitasi karakteristik kelemahan-kelemahan lawannya."

"Perjuangan tersebut sering berhubungan dengan strategi dan taktik perang unconvensional. Pejuang yang lebih lemah berupaya untuk menggunakan strategi dalam rangka mengimbangi kekurangan yang dimiliki dalam hal kualitas atau kuantitas.” (Tomes, Robert, Spring 2004, Relearning Counterin surgency Warfare, Parameter, US Army War College).

Sedangkan Australia’s Department of Defence menyebut peperangan Asimetris lebih dititkberatkan kepada pihak yang lemah untuk melakukan pendadakan/serangan dadakan.

Karena memang kekuatan tak berimbang ini maka Taiwan seringkali membuat senjata penangkal jika China membangun mesin perang baru.

Sadar jika negara mereka tak bisa menang jika menyerang China, maka Taiwan berprinsip menguatkan militer mereka untuk pertahanan super defensif.

KRI Oswald Siahaan saat luncurkan rudal anti kapal permukaan P-800 Oniks aka YakhontSalah satunya membuat rudal anti kapal Induk, Hsiung Feng III (Angin Keberanian).

Rudal anti kapal ini berkecepatan supersonik, mampu menggempur sasaran dengan jarak amat jauh yakni 402-1500 km dari tempat ia diluncurkan.

Baca Juga: Jadi Lumbung Paling Menggiurkan di Asia, Ternyata Indonesia Bisa Menjadi China Berikutnya, Bermodalkan Jumlah Penduduk yang Besar dan Sumber Daya Alam Melimpah

Hsiung Feng III bisa dipasang di kapal perang AL Taiwan macam Kang Ding Class, Cheng Kung Class, dan Jin Chiang Class.

Bisa pula Hsiung Feng III dibopong di platform truk agar bisa mobile ditempatkan diberbagai titik operasi.

Pembuatan rudal ini tentu sejalan dengan taktik Asimetris karena galangan kapal China mampu membuat 28 buah kapal perang kelas berat hanya dalam tempo setahun.

Hal itu tidak mungkin disamai oleh Taiwan maka mereka membuat antidot-nya saja yakni rudal anti kapal.

Jikalau dilihat, Indonesia masih bisa meniru taktik perang Asimetris Taiwan ini dengan menggunakan rudal Yakhont TNI AL yang bisa dipasang di kapal maupun berplatform truk untuk Coastal Defense. (Seto Aji/ Sosok.ID)

Artikel ini pernah tayang di Sosok.ID dengan judulSecara Matematis Indonesia Bakal Kalah Jika Lawan Militer China di Natuna, Namun Taktik Ini Bisa Digunakan untuk Mengungguli Negeri Panda

Artikel Terkait