Advertorial
Intisari-online.com -Pada tahun 2016 lalu terungkap dokumen rahasia yang tunjukkan bahwa Anglo-Amerika awalnya sangat pesimis di hari-hari pertama Perang Dingin.
Mereka pesimis dapat mempertahankan Timur Tengah dari Uni Soviet.
Dokumen tersebut ditulis oleh Steve Everly.
Mengutip National Interest, di dalam artikel yang dipublikasikan di Politico, awal tahun 1948 Soviet memblokade Berlin.
Administrasi Truman kemudian menyetujui rencana yang dituliskan dalam dokumen tersebut.
Rencana tersebut libatkan perusahaan minyak Inggris dan Amerika seperti Aramco (Arabian-American Oil Company) dan Anglo-Iranian Oil Company (yang sekarang dikenal sebagai BP).
CIA juga mengetahui rencana ini, bahkan seorang operator CIA mengatakan kepada perwakilan perusahaan minyak Inggris bahwa "operasi produksi di negara tersebut dapat berdampak berubah menjadi kekuatan paramiliter yang terlatih dan siap lakukan rencana CIA dalam invasi Soviet," papar Everly.
Tujuan dari rencana AS adalah "mencegah Soviet menyadap minyak Arab Saudi dan bahan bakar penyulingan hingga satu tahun jika terjadi invasi," menurut Everly.
"Rencananya akan terungkap secara bertahap.
"Dimulai dengan penghancuran persediaan bahan bakar dan penghancuran kilang Aramco.
"Pembongkaran selektif akan menghancurkan komponen kilang utama yang sulit diganti oleh Rusia.
"Tujuannya adalah membuat sebagian besar kilang tetap utuh, sehingga Aramco bisa melanjutkan produksi setelah Soviet digulingkan."
Intinya, AS dan Inggris berencana jika Timur Tengah jatuh ke Soviet setelah Perang Dingin, sumber minyak di Timur Tengah tinggal diledakkan dengan nuklir agar tidak bisa digunakan oleh Soviet.
Rencana ini dilakukan dengan matang.
Perusahaan minyak AS menyediakan CIA dengan penasihat teknis, dan menyelundupkan agen CIA ke dalam Aramco.
Rencana ini juga tetap dilaksanakan di era kepresidenan Eisenhower dan Kennedy.
Namun, akibat administrasi Eisenhower tahun 1953, perusahaan minyak di kedua negara mulai berpikir hal lain dan urung meledakkan kilang minyak di Timur Tengah.
Sebagian alasan mereka adalah ketakutan runtuhnya ekonomi dan apa yang terjadi jika negara Arab tahu niat jahat kedua negara tersebut.
Jika ledakan itu benar-benar terjadi, akan ada awan jamur di atas Teheran dan Riyadh.
Mereka juga ragu jumlah tentara Inggris memadai untuk menahan kilang minyak tetap berjalan sebelum pasukan angkatan udara membunuh mereka semua.
"Satu-satunya cara menghancurkan kilang minyak hanyalah dengan bom nuklir," papar penelitian oleh Kepala Staff Inggris yang disimpan oleh Arsip Keamanan Nasional.
Namun meski begitu, seharusnya ini menjadi berita lama.
Bahkan jika Soviet menyerang Eropa Barat selama Perang Dingin, AS tetap sangat mungkin meluncurkan senjata nuklir untuk hentikan mereka.
Sedangkan jika Washington bisa hancurkan Jerman dan Perancis menjadi lahan radioaktif, maka Washington bisa mengubah pasir Arab menjadi kaca.
Rencana ini mengakar saat pesimisme hantui Perang Dingin di awal waktu, saat Komunisme tampaknya menang di Berlin dan Korea.
Saat itu juga tidak ada yang yakin jika Eropa Barat bisa mempertahankan kedaulatan mereka.
Jika situasi pada saat itu seburuk itu, maka apa harapan yang bisa menjauhkan tentara Rusia dari Teluk Persia?
Satu hal yang juga menarik adalah bagaimana momok penaklukan Soviet atas ladang minyak tetap bertahan.
Akhir tahun 1970-an, pemerintahan Carter menciptakan Pasukan Penyebaran Cepat untuk mencegah pergerakan Soviet ke Teluk Persia. terutama setelah invasi Moskow ke Afghanistan.
Sulit dibayangkan apakah Amerika pada tahun 1970-1980an siap menggunakan senjata nuklir di Arab Saudi atau Iran semata-mata untuk mencegah Rusia kuasai sumber minyak di sana.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini