Advertorial
Intisari-online.com -Negara Rusia sedang geger setelah pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny jatuh sakit.
Navalny adalah sosok oposisi yang kuat dan kerap mengkritik Kremlin dan pemerintahan Putin.
Saat ia jatuh sakit, juru bicaranya mengatakan ada kecurigaan ia diracun.
Hal ini menimbulkan kegawatan lain di Rusia.
Pasalnya, racun adalah tindakan pembunuhan yang rupanya umum dilakukan oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Putin adalah salah satu pemimpin negara yang kontroversial, ia terkenal 'membungkam' kritik lawan politiknya dengan racun.
Budaya membunuh rival politik dengan racun sudah lama ada di Rusia, salah satunya yang terjadi di tahun 1453.
Pada tahun itu, Dmitry Shemyaka, penasihat kerajaan Moskow, menyantap hidangan ayam untuk makan malam dan 12 hari setelahnya ia menderita dalam rasa sakit luar biasa kemudian ia meninggal.
Baca Juga: Uang Jajan 'Seret' Gara-gara PJJ? Simak Trik Bikin Dompet Tetap Enggak Bolong Selama Pandemi!
Rupanya juru masaknya telah disuap oleh musuh politiknya dan menaruh racun di hidangannya.
Memang budaya ini sudah lama ditinggalkan, tapi ancaman ini tetap hidup terutama di era Vladimir Putin.
Memang, jatuh sakitnya Alexei Navalny tidak bisa serta merta dianggap tindakan Putin meracuni lawan politiknya.
Namun, kejadian itu cocok dengan pola yang sudah umum terjadi di sekitar Putin.
Navalny (44) jatuh sakit Kamis lalu setelah terbang dari bandara Siberia.
Ia sekarang berada dalam kondisi koma, dan stafnya mengatakan ia telah diracun.
Namun pemerintah menampik hal itu dan kemudian melarang perpindahannya ke luar negeri untuk diobati.
Tindakan meracuni orang lain memang terlihat cara kuno untuk membunuh, terutama ketika kritikus Kremlin lain telah ditembak mati.
Namun kebingungan dan intrik yang ditimbulkan metode ini menjadi alasan mengapa Putin senang menggunakannya.
"Jika Anda adalah rezim yang bersedia untuk membunuh musuh di dalam dan luar negeri, Anda harus memutuskan prioritas Anda: kemudahan, kehalusan atau sandiwara," ujar Mark Galeotti, direktur firma Mayak Intelligence di London.
"Untuk alasan kedua dan ketiga, racun adalah alat yang tepat."
Semenjak Navalny jatuh koma, kritik untuk pemerintah Rusia terutama kepada Putin telah menjalar ke mana saja.
Ada yang menganggap Putin memang terlibat langsung dalam upaya peracunan itu.
Jika dilihat Putin memang memiliki latar belakang mata-mata Soviet, menjadikannya sosok yang mahir dan tahu jenis-jenis racun.
Ada juga yang berargumen Putin 'tidak sepenuhnya salah' dan hanya sebabkan atmosfer tanpa hukum di mana rekan-rekannya merasa tindakan meracuni orang lain tidak akan dihukum.
"Entah Putin secara pribadi terlibat atau tidak dalam hal ini, ia memang di balik semua upaya untuk mempertahankan kontrol melalui intimidasi dan pembunuhan," ujar John Sipher, eks-pemegang komando pangkalan CIA di Moskow.
Navalny tidak memiliki musuh tertentu, tapi upaya meracuni orang memerlukan pemahaman tertentu dan rencana yang rumit.
Sementara itu Tatiana Stanovaya, akademisi di Carnegie Moscow Center, menulis postingan publik di Telegram yang mengatakan: "apapun motifnya entah pembunuhan berencana atau taktik menakut-nakuti, tindakan meracuni selalu berhubungan dengan jasa keamanan."
Selanjutnya ada bukti kuat lagi bahwa Putin memang 'rajin' meracuni musuh-musuhnya.
Tahun 2004, saat masa jabatan pertama Putin sebagai pemimpin Rusia, jurnalis investigasi Anna Politkovskaya mengklaim ia telah sengaja diracun setelah meminum segelas teh di penerbangan domestik.
Ia selamat, tapi kurang dari dua tahun kemudian, Politkovskaya ditembak mati di luar apartemennya di Moskow.
Walau 5 orang dinyatakan bersalah untuk melakukan pembunuhan itu, tidak ada yang didakwa telah menyuruh hal tersebut untuk dilakukan.
Selanjutnya seorang aktivis oposisi Vladimir Kara-Murza Jr. mengatakan bahwa ia telah diracun dua kali.
Yang pertama adalah pada 2015 dan yang kedua pada 2017.
Racun di tahun 2015 sebabkan ia menderita gagal ginjal, sedangkan racun di tahun 2017 sebabkan ia koma berkepanjangan.
"Terlepas dari betapa sadis, betapa sakit dan kemungkinan sembuh yang kecil, metode racun memberi pihak berwenang kemampuan menampik dengan jangka waktu tertentu," tulis Kara-Murza di kolom opini The Washington Post.
Kemudian aktivis Pyotr Verzilov, ia diterbangkan ke Berlin untuk perawatan sejak jatuh sakit di tahun 2018.
Ia menyalahkan pihak berwenang Rusia, yang menolak keterlibatan apapun.
Dokter Jerman curiga ia diracun, tapi tidak ada jejak untuk temukan racunnya.
"Gejala yang kurasakan di jam-jam awal saat aku diracun SANGAT mirip dengan apa yang terjadi kepada Navalny saat ini," tulis Verzilov di Twitter Kamis kemarin.
Layaknya Verzilovw, Navalny diharapkan mendapat perawatan di Berlin.
Namun tidak ada jaminan ia tetap aman di sana.
Namun kejadian mengerikan adalah di tahun 2006, mantan mata-mata Rusia Alexander Litvinenko dijamu teh dalam pertemuan dengan dua mantan agen Rusia di sebuah hotel di pusat kota London.
Pria itu telah lama hidup dalam pengasingan di Inggris sejak 2000 setelah ia menjadi kritikus Putin.
Selanjutnya setelah pertemuan itu, Litvinenko menjadi sakit dan dirawat di rumah sakit selama 3 minggu.
Salah satu anggota tim medisnya, Amit Nathwani mengatakan kepada BBC jika "orang vitalnya hancur dalam pola yang teratur."
Investigator Inggris kemudian menyimpulkan jika Litvinenko telah diracun dengan bahan radioaktif polonium-210 yang membunuhnya dengan pelan.
Ia akhirnya meninggal karena sindrom radiasi akut.
Pihak Inggris menyimpulkan agen Rusia terlibat dengan hal ini, dan Putin telah menyetujuinya. Kremlin menampik hal itu.
Andrei Soldatov, jurnalis Rusia yang membantu menulis mengenai buangan Rusia, mengatakan Moskow dan sekutunya telah menggunakan racun untuk menghantam target mereka selama Perang Dingin.
"KGB lama Soviet telah memperbaiki strategi ini menjadi sempurna," ujar Soldatov.
"Racun itu unik karena korban tidak menderita sendiri. Keluarga dan teman-temannya juga mengalami pengalaman mengerikan melihat mereka menderita."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini