Advertorial
Intisari-Online.com - Hamas memperingatkan Israel akan menghadapi eskalasi militer pada Rabu (16/9/2020), setelah pesawat tempurnya membom Jalur Gaza, menyusul tembakan roket dari wilayah Palestina.
"Pendudukan (Israel) akan membayar harga untuk setiap agresi terhadap rakyat kami atau situs perlawanan dan responsnya akan langsung," kata Hamas, kelompok Islam yang menguasai Gaza, seperti yang dilansir dari AFP pada Rabu (16/9/2020).
Hamas memberikan pernyataan tambahan, "Kami akan meningkatkan dan memperluas respons (serangan) kami sejauh kependudukan (Israel) bertahan dalam agresinya."
Pada Selasa, ratusan warga Palestina memprotes di Tepi Barat dan Jalur Gaza, mengecam perjanjian normalisasi Uni Emirat Arab dan Bahrain dengan Israel ketika roket ditembakkan ke negara itu.
Kesepakatan tersebut, yang ditengahi oleh Amerika Serikat (AS), ditandatangani pada Selasa di Gedung Putih, di mana Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertemu dengan pejabat Bahrain dan Emirat.
Mencengkeram bendera Palestina dan menggunakan masker sebagai perlindungan terhadap virus corona, para demonstran berunjuk rasa di kota Nablus dan Hebron, Tepi Barat, serta di Gaza.
Puluhan warga juga berdemonstrasi di Ramallah, pusat Otoritas Palestina (PA).
Spanduk protes yang ditampilkan bertuliskan "Pengkhianatan", "Tidak untuk normalisasi dengan penjajah", dan "Perjanjian yang memalukan", menurut berita yang dilansir dari Al Jazeera pada Rabu (16/9/2020).
Demonstran Palestina Emad Essa dari Gaza mengatakan, jika orang-orang berjalan melalui daerah pantai, "Anda akan melihat ratusan pemuda Gaza yang kehilangan kaki dan lumpuh seumur hidup hanya karena memprotes blokade Israel".
"Dan di Tepi Barat dan Yerusalem, buldoser Israel terus menghancurkan rumah-rumah Palestina dan secara etnis membersihkan warga Palestina dari desa dan kota mereka setiap hari," kata Essa kepada Al Jazeera.
Ia mengatakan bahwa itu hanyalah puncak gunung es dari kejahatan Israel terhadap Palestina.
Sehingga, ia tidak menyangka UEA serta Bahrain dapat memilih untuk memberikan penghargaan kepada Israel atas kejahatan tersebut dengan membuat perjanjian damai dengannya.
"Kesepakatan itu adalah noda memalukan di dahi para pemimpin yang menjual Palestina, dengan harga yang sangat murah," ujarnya Para pengunjuk rasa menginjak-injak foto Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden AS Donald Trump, Raja Bahrain Hamad bin Isa Al Khalifa, dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed Al Nahyan sebelum dibakar.
Upacara di Washington DC menandai perjanjian penting pertama antara negara-negara Arab dan Israel dalam seperempat abad.
Presiden PA Mahmoud Abbas mengatakan bahwa hanya penarikan Israel dari wilayah pendudukan yang dapat membawa perdamaian ke Timur Tengah.
Komando Nasional Perlawanan Rakyat Bersatu Palestina menyerukan protes untuk menolak kesepakatan normalisasi.
Dalam sebuah pernyataan, mereka menyerukan untuk Jumat (11/9/2020) dianggap sebagai "hari berkabung, di mana bendera hitam dikibarkan di semua alun-alun, gedung dan rumah".
Aktivis di media sosial meluncurkan tagar "Hari Hitam" dalam bahasa Arab, untuk menandai pengakuan resmi kedua negara Teluk itu bekerjasama dengan Israel.
Sami Abu Zuhri, juru bicara Hamas, mengatakan perjanjian Bahrain dan UEA tidak akan membawa perdamaian Israel di wilayah tersebut.
"Masyarakat di wilayah itu akan terus menganggap pendudukan Israel sebagai musuh sejati mereka," kata Zuhri.
Di Ramallah, ibukota de facto PA, ada protes kecil di mana 200 orang berkumpul di alun-alun.
Mohammad Mohanna, seorang pengunjuk rasa Palestina dari Hebron, berharap UEA dan Bahrain mundur dari perjanjian dengan Israel, dan kembali untuk mendukung orang-orang Palestina dengan cara yang sama, seperti yang selalu diketahui bersama.
"Dan kami berharap tidak ada negara Arab lain yang akan membuat kesepakatan dengan Israel," ujar Mohanna.
"Pada saat perusahaan di Barat memboikot Israel, dua negara Arab akan membuat perjanjian perdagangan dengannya."
Sekretaris komite pusat Partai Fatah, Jibril Rajoub, mengatakan kepada wartawan "apa yang terjadi hari ini di Washington adalah bentuk runtuhnya tatanan resmi Arab".
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hamas Ancam Eskalasi Militer ke Israel karena Perjanjian Damai UEA, Bahrain dengan Israel "