Advertorial

Meski Tak Memiliki Sumber Daya Alam Menggiurkan, Ternyata Bisa Berabe Jika China Kuasai Kutub Utara, Tak Disangka Ini Alasan China Sangat Inginkan Wilayah Es Itu

May N

Editor

Intisari-online.com -Sudah bukan rahasia lagi jika China ingin menguasai berbagai tempat.

Tidak hanya Laut China Selatan, perbatasan dengan India yaitu Lembah Galwan juga diincar berat oleh China.

Namun mereka rupanya juga ingin menguasai Kutub Utara.

Mengutip highnorthnews.com, rupanya dunia sudah mulai khawatir akan hal tersebut sejak November 2019.

Baca Juga: Meski Dikonfirmasi Hoaks, Isu Timor Leste Ingin Bergabung ke Indonesia Ternyata Menarik Perhatian Netizen, Situasi 'Intim' di Timor Leste Ini pun Jadi Sorotan Utama

Dalam Halifax International Security Forum akhir November lalu, kekhawatiran mengenai naiknya kekuatan China sudah dibahasa.

Ahli keamanan siber dan Anggota House of Lords Inggris, Lady Pauline Neville-Jones mengatakan dengan blak-blakan: "China adalah tantangan saat ini."

Pemerintah China memiliki strategi jangka panjang, sesuatu yang dikhawatirkan ahli akan menggusur 'dunia bebas'.

Sedangkan Josh Rogan, kolumnis Washington Post dan ahli kebijakan internasional dan keamanan nasional mengatakan jika "ini semua satu cerita, satu masalah.

Baca Juga: Setiap Malam Jarang Pulang Ngakunya Kerja Lembur Pada Anak Istri, Tak Disangka Pria Ini Lakukan Tindakan yang Bikin Geger Seantero China, Sampai Dijatuhi Hukuman Mati

"Dari sisi China, itu semua hanya satu strategi. Dan kita harus mulai berpikir mengenai sebutan itu sehingga kita bisa mengembangkan satu respon yang sama."

China memang bukan satu-satunya kekhawatiran dunia mengenai Kutub Utara, tapi jelas sekali jika China adalah pusat partisipan yang berkepentingan di Kutub Utara.

Sesi debat itu dirangkum dalam sebuah artikel singkat, yang menyarankan jika dokumen strategi adalah indikator penting tentukan negara mana yang akan mendominasi geopolitik Kutub Utara.

Artikel tersebut ditulis oleh Thomas Axworthy, yang berargumen jika dominansi China dan Rusia di Kutub Utara berhubungan langsung dengan ketegasan dan bukti pemikiran jangka panjang dalam strategi penguasaan Kutub Utara.

Baca Juga: Ribuan Nyawa Jadi Korban, Termasuk Empat Saudaranya yang Tewas selama Operasi Seroja, Presiden Timor Leste Ini Justru Pernah Minta Rakyatnya Maafkan Presiden Soeharto

Axworthy membandingkan dokumen mereka dengan dokumen Kanada berjudul "Arctic and Northern Policy Framework" adalah "daftar pencucian sederhana objek-objek yang disebutkan" dan tunjukkan jika Kanada belum serius mengenai menjadi kekuatan yang berkuasa di Kutub Utara.

Dengan jitu ia menamai artikel itu dengan judul "The End of the World: The Arctic".

Tentu saja, Kutub Utara memang menjadi tanda bahwa dunia sudah akan berakhir terutama jika es sudah meleleh.

Namun kepentingan wilayah tersebut jauh lebih besar dari itu saja.

Baca Juga: Terus Kembangkan Program Nuklir, IranTimbunUranium Lebih dari 10 Kali Batas Aman,Langsung Bikin Amerika Geram

Seiring es semakin surut, Kutub Utara telah digambarkan sebagai front baru sekaligus front terakhir.

Saat ini memang tidak terlihat tidak memiliki apa-apa, tapi Kutub Utara merupakan persimpangan penting untuk urusan ekonomi, lingkungan, politik dan kepentingan keamanan.

Jika memang para ahli benar terkait China dan Rusia sebagai ancaman kebebasan global dan demokrasi, dominansi mereka di Kutub Utara yang tidak terkalahkan mungkin jadi pemulai akhir dunia.

Panelis di Halifax International Security Forum termasuk Espen Barth Eide (Norwegia), mantan Menteri Pertahanan Norwegia dan saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Norwegia, Richard V. Spencer (AS) yang merupakan Sekretaris Angkatan Laut AS, Jenderal Terrence O'Shaughnessy (AS yang merupakan Komandan NORAD dan USNORTHCOM, serta pensiunan Mayor Jenderal Tammy Harris (Kanada) yang juga mantan Komandan Deputi Angkatan Udara Tentara Kerajaan Kanada.

Baca Juga: Pemakamannya Disaksikan 2,5 Juta Penduduk Dunia, Penampakan Makam Putri Diana Terungkap, Dikelilingi Pemandangan Alam yang Indah

'Peran' China di Kutub Utara

Meskipun China bukan negara yang terlibat dalam Kutub Utara, mereka merupakan investor terbesar di wilayah itu.

Mereka lakukan operasi pemecah es lebih banyak daripada AS.

Mereka telah bekerja sama dengan negara-negara di Kutub Utara untuk lakukan penelitian kutub dan mereka juga libatkan ekonomi dalam perkembangan Kutub Utara.

Baca Juga: Pantas Jumlahnya Tak Habis-habis, Ternyata Tiap Bulan Lahir 10.000 Teroris Baru, Penyebabnya Karena 'Perpustakan Online' Ini

China juga mengambil posisi penting dalam Dewan Pengawas Kutub Utara, yang mereka kerjakan dengan sangat serius.

Dari semua panelis tersebut, mantan Menteri Pertahanan Norwegia tidak begitu yakin akan terjadi konflik.

Ia jelaskan walau ada potensi konflik di mana-mana, kondisi geopolitik Kutub Utara tergolong unik.

"Berita bagusnya tempat itu bukan Laut China Selatan. Tidak ada ketegangan penting mengenai aturan legal karena semua negara telah tanda tangani UNCLOS, Hukum Konvensi Laut.

Baca Juga: 10 Tahun Anaknya Menghilang Tanpa Kejelasan, Orang Tua Syok Bukan Main Ternyata Selama Ini Anaknya di Loteng Rumah Mantan Pacarnya, Saat Ditemukan Kondisinya Mengenaskan

"Atau ada yang belum tanda tangan sepeti AS, tapi telah mendeklarasikan mereka akan ikuti semua kewajiban di dalamnya," ujar Barth Eide.

Serta menurutnya jika ada ketegangan yang berhubungan dengan hukum internasional di Kutub Utara, Rusia akan rugi bandar.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait