Advertorial

Ribuan Nyawa Jadi Korban, Termasuk Empat Saudaranya yang Tewas selama Operasi Seroja, Presiden Timor Leste Ini Justru Pernah Minta Rakyatnya Maafkan Presiden Soeharto

Khaerunisa

Editor

21 tahun melepaskan diri dari Indonesia, rakyat Timor Leste mungkin belum bisa melupakan berbagai peristiwa yang terjadi mengiringi kemerdekaannya
21 tahun melepaskan diri dari Indonesia, rakyat Timor Leste mungkin belum bisa melupakan berbagai peristiwa yang terjadi mengiringi kemerdekaannya

Intisari-Online.com - Dua puluh satu tahun melepaskan diri dari Indonesia, rakyat Timor Leste mungkin belum bisa melupakan berbagai peristiwa yang terjadi mengiringi perjalanan kemerdekaannya.

Penjajahan berlangsung beratus-ratus tahun, pertumpahan darah terjadi dari waktu ke waktu.

Operasi seroja yang dilakukan militer Indonesia merupakan salah satu peristiwa berdarah yang pernah dihadapi Timor Leste.

Itu terjadi tak lama setelah Timor Leste merasakan kemerdekaannya dari jajahan Portugis.

Baca Juga: Didukung Amerika Serikat, 45 Tahun Lalu Soeharto Lancarkan Invansi ke Timor Leste, Ternyata Ketakutan akan Hal Ini yang Jadi Alasannya

Dalam peristiwa yang dimulai pada 7 Desember 1975 ini, sekitar 100.000–180.000 tentara dan warga sipil diperkirakan telah terbunuh atau mati kelaparan.

Operasi seroja ini terjadi di era pemerintahan Presiden Soeharto.

Bukan tanpa alasan Presiden Soeharto melakukan invansi ke bekas jajahan Portugis itu.

Itu dilakukan karena adanya kekhawatiran bahwa gerakan komunis akan merembes ke Indonesia melalui Timor.

Baca Juga: 10 Tahun Anaknya Menghilang Tanpa Kejelasan, Orang Tua Syok Bukan Main Ternyata Selama Ini Anaknya di Loteng Rumah Mantan Pacarnya, Saat Ditemukan Kondisinya Mengenaskan

Sebelumnya, pada tahun 1975, Vietnam, Laos, dan Kamboja telah menjadi komunis.

Dikhawatirkan Timor Leste pun akan bergabung, karena pada saat itu kekosongan kekuasaan politik telah terjadi di Timor Leste.

Penarikan Portugal yang tergesa-gesa setelah 400 tahun pemerintahan kolonial, membuat Timor Leste dikuasai oleh kelompok sayap kiri, Fretilin.

Kelompok inilah yang mendeklarasikan kemerdekaan Republik Demokratik Timor Leste, dan menjadi partai politik yang berkuasa di Bumi Lorosae sebelum Indonesia melakukan invansi.

Baca Juga: Ngakunya Sudah Tobat Sejak Ketemu Donald Trump, Korea Utara Tertangkap Basah oleh Satelit Lakukan Uji Coba Senjata Berbahaya yang Bisa Mengancam Keamanan Dunia Ini

Keberhasilan operasi seroja membuat Timor Leste menjadi bagian dari Indonesia dan menyandang status sebagai provinsi ke-27 saat itu.

Namun, keberhasilan Indonesia tentu merupakan luka bagi rakyat Timor Leste.

Tak ayal, ketika Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta mendesak rakyatnya untuk memaafkan Presiden Soeharto, itu menjadi perdebatan.

Peristiwa itu terjadi saat Presiden Soeharto terbaring sakit di rumah sakit.

Baca Juga: Diduga Terlibat dalam Pembunuhan Sadis dan Eksekusi Lebih Banyak Orang, Putra Mahkota Saudi MBS Miliki Kekayaan Rp19.000 Triliun, dari Kapal Pesiar hingga Kastil di Prancis

Melansir Reuters, pada 2008, Ramos-Horta mendesak rakyat Timor untuk mendoakan Soeharto, juga memaafkannya.

Saat itu, Soeharto telah berjuang untuk hidupnya selama hampir dua minggu, dan tengah menggunakan ventilator setelah beberapa kali gagal organ.

“Tidak mungkin bagi kami untuk melupakan masa lalu, tetapi Timor Leste harus memaafkannya sebelum dia meninggal," katanya.

"Dan saya meminta orang-orang untuk mendoakan Suharto sebagai mantan presiden Indonesia,” kata Presiden Ramos-Horta, yang sebagian keluarganya terbunuh selama pendudukan.

Baca Juga: 23 Tahun yang Lalu, Pemakaman Putri Diana Disaksikan 2,5 Miliar Orang di Seluruh Dunia, Jutaan Bunga Menggunung di Depan Kerajaan Inggris

Dikutip dari Aljazeera, Ramos-Horta, yang kehilangan tiga saudara laki-laki dan satu perempuan selama operasi militer dan dianugerahi hadiah Nobel perdamaian pada tahun 1996, mengatakan dia tahu dari pengalaman pribadi betapa sulitnya melupakan kebrutalan operasi tersebut.

Namun, menurutnya rakyat Timor Leste yang telah merdeka tidak boleh menjadi 'sandera'.

"Hari ini kami bebas, kami selamat, kami mendapat kemerdekaan, dan karenanya kami tidak boleh menjadi sandera, betapapun tragisnya itu, di masa lalu," kata Jose Ramos Horta kepada Al Jazeera.

Meski meminta rakyatnya mendoakan dan memaafkan Presiden Soeharto, namun Ramos-Horta mengatakan dia tidak akan mengunjungi Soeharto di rumah sakit.

Baca Juga: Polisi Konfirmasi Reza Artamevia Positif Sabu, TernyataIni Alasan Kenapa Artis Suka Pakai Narkoba, Khususnya Jenis Sabu

Ia mengatakan akan meminta Paus Benediktus untuk mendoakan mantan pemimpin itu ketika dia mengunjungi Vatikan.

Ramos-Horta pun menyinggung tentang pembantaian yang dilakukan di era Soeharto.

“Soeharto membuat banyak hal positif bagi Indonesia, seperti peningkatan ekonomi dan pembangunan, tapi dia juga banyak melakukan kesalahan seperti pembantaian di Indonesia dan Timor Leste,” kata Ramos-Horta.

Untuk diketahui, Presiden Soeharto meninggal pada Minggu 27 Januari 2008 di Rumah Sakit Pusat Pertamina, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kemudian dimakamkan di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah.

Baca Juga: Sebelum Timor Leste Lepas dari Indonesia, Rupanya Pernah Terjadi Peristiwa Menghebohkan Ketika Bahasa Tubuh Presiden Soeharto Disalahpahami, Ini Kisahnya

(*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini

Artikel Terkait