Sebelum Timor Leste Lepas dari Indonesia, Rupanya Pernah Terjadi Peristiwa Menghebohkan Ketika Bahasa Tubuh Presiden Soeharto Disalahpahami, Ini Kisahnya

Khaerunisa

Penulis

Timor Leste, yang kini bernama resmi Republik Demokratik Timor Leste, dulunya pernah menjadi bagian dari Indonesia

Intisari-Online.com - Timor Leste, yang kini bernama resmi Republik Demokratik Timor Leste, dulunya pernah menjadi bagian dari Indonesia.

Itu berlangsung pada masapemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto.

Sebelum kemudian lepas dari Indonesia di masa pemerintahan BJ Habibie, Timor Leste yang saat itu bernamaTimor Timur, menjadi provinsi termuda di Indonesia, yaitu provinsi ke-27.

Bergabungnya Timor Timur ke Indonesia hanya berlangsung selama sekitar 2 dekade.

Baca Juga: Disebut 'Bapak' oleh Warga Timor Leste, Pertemuan Sosok WNI Ini dengan Xanana Gusmao di Akhir Khayatnya Sampai Viral, Syahdu dan Penuh Rasa Saling Sayang

Sebab, pada tahun 1999 Timor Timur lepas dari Indonesia, dan berganti nama menjadi Timor Leste.

Terkait Timor Timur, ada sebuah kisah di baliknya yang juga menyangkut Soeharto.

Kisah itu seperti yang disampaikan oleh Widodo Sutiyo dalam buku "Pak Harto The Untold Stories", terbitan Gramedia tahun 2012.

Widodo merupakan seorang juru bahasa pada masa Orde Baru.

Baca Juga: Salah Satunya Hanya dengan Campuran Air Hangat, Ini 11 Obat Tradisional untuk Biduran Kronis

Dia mengaku begitu hafal bahasa tubuh Soeharto.

Menurutnya, ada sebuah kisah menarik terkait hal itu.

Bahkan, Widodo menyebutnya hal itu kemudian menjadi sebuah kehebohan.

"Suatu kali terjadi kehebohan seusai Pak Harto mengadakan pembicaraan empat mata di Manado dengan Presiden Marcos dari Filipina," kenang Widodo.

Baca Juga: Kisah Parti Liyani, TKW Terdakwa Mencuri Dari Bos Bandara Changi Singapura, Hampir Dipenjara 2 Tahun Tapi Dibebaskan Tidak Bersalah Setelah Hakim Temukan Hal Janggal Ini

Kala itu, para pejabat Indonesia mendengar berita dari pihak Filipina, bahwa Indonesia hendak "melepaskan" Timor Timur.

Itu tersebut saat itu memang sedang menjadi isu politik terhangat.

"Tentu saja pihak Indonesia terkejut. Namun Pak Harto belum sempat mengadakan briefing dengan para pejabat RI, sebagaimana selalu dilakukan setiap selesai pembicaraan antara dua kepala negara," tulis Widodo.

Widodo melanjutkan, saat itu hanya dirinya yang bertugas sebagai penerjemah.

Baca Juga: Tak Diprediksi oleh China, India Sukses Bikin Tentara China Kocar-kacir, Gunakan Pasukan Khusus SFF Beranggotakan 3.500 Orang Tibet

"Tetapi para pejabat tinggi itu pun tahu bahwa mereka tidak akan bisa memperoleh berita apa pun dari saya," ungkap Widodo.

Meski demikian, Mensesneg dan Menteri Luar Negeri saat itu akhirnya bertanya juga kepada dirinya.

Mereka menanyakan kepada Widodo, apakah Soeharto memang ingin melepaskan Timor Timur?

Mendapatkan pertanyaan itu, Widodo pun menjawabnya.

"Seingat saya, Pak Harto tidak pernah mengatakan seperti itu, apalagi masalah Timtim itu soal prinsip," jawab Widodo.

Baca Juga: Terjerat Kasus Narkoba Lagi, Penyanyi Senior Reza Artamevia Diamankan Polisi, Kisah Sang Diva yang Kehidupan Pribadinya Tidak Seindah Karirnya

Namun, pihak Filipina menganggap Soeharto sudah siap melepaskan Timor Timur.

Setelah ditelusuri, ternyata ada semacam kesalahpahaman.

"Rupanya yang terjadi adalah ketika soal Timtim itu disinggung, sambil mendengarkan Presiden Marcos berbicara, Pak Harto mengangguk-anggukkan kepala yang disalahartikan sebagai semacam tanda setuju.

Mungkin kesan itulah yang ditangkap Presiden Marcos dan disampaikan kepada para stafnya sehingga menimbulkan salah tafsir tadi," tandas Widodo.

Baca Juga: Ratusan Tahun Dijajah Portugis, Inilah Fakta-fakta tentang Timor Leste

Ajudan Ungkap Cara Soeharto Hadapi Momen Pesawatnya Diincar Sniper saat Datangi Bosnia

Sosok Soeharto tentu tidaklah asing bagi sebagian masyarakat Indonesia.

Satu penyebabnya tentu karena Soeharto merupakan presiden kedua Indonesia.

Selama memimpin Indonesia, Soeharto juga banyak mengunjungi negara lain.

Satu di antaranya adalah kunjungannya ke Sarajevo, Bosnia.

Mantan Komandan Grup A Pasukan Pengaman Presiden, Sjafrie Sjamsoeddin, dalam buku "Pak Harto The Untold Stories" mengatakan, kunjungan itu dilakukan Soeharto pada tahun 1995.

Baca Juga: Permusuhan Makin Meluas, Amerika Serikat Ancam Blokir Pembuat Chipset SMIC Asal China

Kunjungan ke Sarajevo itu dilakukan Soeharto usai mengunjungi Kroasia.

Sjafrie mengatakan, dia mendapatkan kabar saat itu baru saja ada pesawat yang ditembaki di sekitar tempat itu.

Pesawat tersebut mengangkut utusan khusus PBB, Yasushi Akashi saat hendak ke Bosnia.

Beruntung insiden itu tidak memakan korban.

Dalam penerbangan dari Zagreb-Sarajevo, Soeharto sama sekali tidak mengenakan rompi pengaman, dan helm.

Baca Juga: Kapasitas Rumah Sakit di Jakarta Makin Penuh, 69% Tempat Tidur Terisi dan 77% ICU Penuh, Bagaimana dengan Pasien Non-Virus Corona Berobat?

Padahal, menurut Sjafrie saat itu semua penumpang pesawat sudah mengenakannya.

Namun, Soeharto tiba-tiba saja menanyakan sebuah hal kepada Sjafrie.

"Ini tempat duduk, di bawahnya sudah dikasih antipeluru, belum"? tanya Soeharto ditirukan Sjafrie

Sjafrie kemudian menjawab, semua bagian sudah ditutup dengan bulletproof, termasuk bagian samping.

Baca Juga: Covid Hari Ini 5 September 2020: Bertambah di Atas 3.000, Kasus Covid-19 di Indonesia Lewati 190.000, Penambahan Pasien Sembuh Sebanyak 2.220

Melihat Soeharto masih tak mengenakan helm dan rompi pengaman, Sjafrie terus memutar otak.

Akhirnya, Sjafrie pun sengaja duduk di kursi yang terletak di depan Soeharto, sambil memegang rompi dan helm.

Sjafrie melakukan hal itu agar Soeharto meminta kedua benda itu, dan bersedia mengenakannya.

Namun, harapan Sjafrie justru pupus.

Baca Juga: Saudara Perempuan Kim Jong-un Bukan Satu-satunya, Ternyata Ini 'Anak Kemarin Sore' yang Berpotensi Kudeta Sang Diktator, Tim Pembunuh Sudah Dikerahkan?

Bukannya mengenakannya, Soeharto justru melakukan sebaliknya.

"Helmnya nanti masukkan ke Taman Mini ya,! Nanti helmnya masukkan ke (museum) Purna Bhakti," ucap Soeharto saat itu.

Tidak hanya itu, Soeharto juga meminta agar Sjafrie saja yang memegang rompi itu.

"Eh, Sjafrie.Itu, rompi itu cangking (bawa) saja. Kamu cangking saja," ujar Soeharto.

Mendapatkan permintaan dari Soeharto seperti itu Sjafrie hanya bisa pasrah, dan menaatinya.

Baca Juga: Permusuhan Makin Meluas, Amerika Serikat Ancam Blokir Pembuat Chipset SMIC Asal China

Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Detik-detik Soeharto Ditanya Soal Pelepasan Timor Timur, Bahasa Tubuh Bikin Heboh & Dipahami Salah

(*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini

Artikel Terkait