Advertorial
Intisari-Online.com - Sudah hampir 6 bulan lamanya warga Indonesia mengalami pandemi virus corona (Covid-19).
Walau begitu, tak ada tanda-tanda virus ini akan menghilang dalam waktu dekat.
Malah jumlah kasus virus corona di Indonesia semakin tinggi.
Akibatnya rumah sakit di seluruh Indonesia penuh dengan pasien virus corona saja.
Beberapa waktu lalu, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut, angka keterpakaian tempat tidur di rumah sakit Covid-19 di DKI Jakarta sudah tidak ideal.
Dilansir Kompas.com pada Selasa (1/9/2020), Wiku mengatakan keterpakaian tempat tidur rumah sakit di ruang isolasi adalah 69 persen.
Sedangkan angka keterpakaian tempat tidur di ICU adalah 77 persen.
Adapun, total rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta adalah 67 buah dan 170 rumah sakit yang menangani pasien Covid-19.
Senada dengan hal itu,Kompas.commemberitakan padaJumat (4/9/2020), Ola (25) salah satu dokter di rumah sakit rujukan Covid-19 mengatakan situasi di rumah sakit saat ini memang kacau.
"Chaos, sangat, sangat chaos banget karena seperti yang kita lihat di berita itu benar."
"Ya grafiknya sangat naik, pasien-pasien makin banyak yang datang, tiba-tiba bawa hasil swab positif, sudah dalam keadaan sesak butuh dirawat gitu," ujarnya.
Lalu, kapan sebaiknya seseorang ke rumah sakit?
Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo mengatakan tempat tidur di rumah sakit rujukan memang sejak awal pandemi seharusnya hanya digunakan untuk yang punya gejala sedang dan berat, baik kasus konfirmasi, probable, maupun suspek.
"Yang bergejala ringan, apalagi yang tanpa gejala, harus di luar RS rujukan, bisa di RS lapangan/darurat, atau isolasi mandiri," katanya pada Kompas.com, Sabtu (5/9/2020).
Dia menjelaskan yang dimaksud gejala ringan virus corona adalah saat muncul gejala tetapi tidak ada gangguan pernapasan seperti sesak napas.
Menurutnya, jika sudah ada sesak napas atau saturasi oksigen perifer yang rendah, maka sudah masuk gejala sedang.
Bahkan bisa jadi gejala berat, jika sudah membutuhkan alat bantu napas seperti ventilator atau HFNC (high flow nasal cannula).
Juga dihubungi terpisah, Epidemiolog dari Universitas Griffith Dicky Budiman menjelaskan gejala Covid-19 yang ringan contohnya seperti flu.
Sementara itu gejala yang mengarah pada perlunya layanan RS adalah adanya gangguan nafas (sesak), yang juga ditandai penurunan saturasi oksigen dalam darah (hypoxia), atau gejala berat lain seperti gangguan di persyarafan, dan lain-lain.
Sedangkan demam, batuk menurutnya cukup dirawat di RS darurat yang dibuat Pemda.
Hal itu termasuk bila hanya keluhan sesak ringan dan perlu bantuan oksigen.
"Ini akan mencegah beban tambahan RS rujukan."
"Sehingga RS Rujukan dapat lebih fokus pada pasien berat dan kritis," katanya pada Kompas.com, Sabtu (5/9/2020).
Terkait isolasi mandiri, Windhu menjelaskan, bisa dilakukan di rumah apabila memungkinkan dan tidak menyebabkan penularan di keluarga atau tetangga.
"Orang tanpa gejala (OTG) atau kontak erat tanpa gejala bisa isolasi mandiri di rumah kalau memungkinkan.
Tapi kebanyakan rumah Indonesia tidak memungkinkan, karena rumahnya tidak luas," kata Windhu.
Lanjutnya, seharusnya ada tempat-tempat yang disediakan pemerintah.
Seperti Wisma Atlet, hotel-hotel yang khusus disewa untuk isolasi, asrama haji, dan lain-lain.
Saran untuk Anda, sebelum Anda berobat ke rumah sakit, ada baiknya Anda melakukankonsultasi daring yang disediakan rumah sakit untuk pemeriksaan kesehatan.
Namun, bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan apalagi dalam situasi gawat darurat, bisa langsung ke fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk rumah sakit.
"Tapi dalam situasi pandemi ini, beberapa rumah sakit menyediakan fasilitas konsultasi daring, masyarakat bisa memanfaatkan itu," kata Anjari kepada Kompas.com, Sabtu (5/9/2020).
(Nur Fitriatus Shalihah)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Kapasitas RS Menipis karena Corona, Kapan Sebaiknya Seseorang Datang untuk Periksa?")