Advertorial
Intisari-Online.com - Tepat enam bulan pandemi Covid-19 melanda Indonesia,2 Maret 2020 hingga 2 September 2020,Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyampaikan data terbaru.
Di mana ada sebanyak 104 dokter yang meninggal dunia akibat terpapar virus corona (Covid-19).
Walau termasuk tinggi, nyatanya di negara lain jumlahdokter atau tenaga medis yang meninggal dunia karena Covid-19 tak kalah banyak.
Baru-baru ini, Amnesty International merilis sebuah laporan yang menyebutkan bahwa setidaknya 7.000 petugas medis di seluruh dunia meninggal akibat virus corona.
Jumlah tersebut lebih dari dua kali lipat lebih banyak dari laporan Juli ketika Amnesty menemukan 3.000 petugas kesehatan meninggal dunia.
Disebutkan bahwa tingginya angka itu didorong oleh meningkatnya angka infeksi virus corona di beberapa negara serta ketersediaan sumber data baru.
Meksiko menjadi negara yang mencatatkan jumlah kematian petugas medis tertinggi yaitu 1.320 orang.
Berikut rincian 10 negara dengan jumlah kematian petugas medis terbanyak berdasarkan data Amnesty International:
1. Meksiko: 1.320 orang
2. Amerika Serikat: 1.077 orang
3. Inggris: 649 orang
4. Brazil: 634 orang
5. Rusia: 631 orang
6. India: 573 orang
7. Afrika Selatan: 240 orang
8. Italia: 188 orang
9. Peru: 183 orang
10 Iran: 164 orang
Kepala Keadilan Ekonomi dan Sosial di Amnesty International, Steve Cockburn, mengatakan, jumlah tersebut sangat mengejutkan.
"Lebih dari 7.000 orang meninggal saat mencoba menyelamatkan orang lain adalah krisis dalam skala yang mengejutkan," kata Steve Cockburn, dikutip dari laman resmi Amnesty International, 3 September 2020.
"Setiap pekerja kesehatan memiliki hak untuk merasa aman di tempat kerja dan ini adalah skandal bahwa begitu banyak orang yang harus membayar mahal," lanjut dia.
Dia pun menyerukan kerja sama global untuk memastikan semua petugas kesehatan mendapat alat pelindung yang memadai, sehingga dapat melanjutkan pekerjaan penting tanpa mempertaruhkan nyawa mereka.
Selain itu, Steve juga meminta agar pemerintah negara-negara mendengarkan para petugas kesehatan yang berbicara mengenai kondisi kerja mereka.
"Mereka harus mendengarkan petugas kesehatan yang berbicara tentang kondisi kerja mereka dan menghormati hak mereka untuk berorganisasi," ujar dia.
"Selama pandemi, pemerintah telah memuji petugas kesehatan sebagai pahlawan."
"Tetapi keadaan ini hampa ketika begitu banyak pekerja yang meninggal karena kurangnya perlindungan dasar," tambah Steve.
Untuk mendapatkan data itu, Amnesty International secara teratur meninjau dan mengumpulkan data terkait kematian di antara petugas medis dari berbagai sumber.
Di antara sumber-sumber tersebut adalah tokoh pemerintah, data yang dikumpulkan oleh asosiasi medis nasional, dan daftar berita kematian yang diterbitkan di media seluruh dunia.
Pada Juli 2020 lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa lebih dari 10 persen infeksi global berasal dari petugas medis.
"Banyak petugas kesehatan juga menderita kelelahan fisik dan psikologis setelah berbulan-bulan bekerja di lingkungan yang sangat stres," kata Direktur WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, dikutip dari DW, 17 Juli 2020.
Risiko paparan ini adalah alasan mengapa pekerja medis di beberapa negara marah atas rendahnya ketersediaan alat pelindung diri.
Berdasarkan data dari wabah SARS tahun 2002 dan 2003, WHO menyebut 21 persen kasus dalam pandemi itu dialami pekerja medis.
Pola serupa muncul di kalangan pekerja medis yang menangani pasien Covid-19.
(Ahmad Naufal Dzulfaroh)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Daftar 10 Negara dengan Kasus Kematian Tenaga Medis Tertinggi di Dunia")