"Di awal 1960-an, Soekarno berusaha menggerakkan Indonesia untuk melakukan revolusi, namun kali ini melawan kolonialisme, neokolonialisme, dan imperialisme (dikenal sebagai NEKOLIM), yang diyakininya sedang dilakukan negara-negara Barat di Asia Tenggara," tulis Cornejo.
Pada tahun 1958, Menteri Luar Negeri Subandrio justru memberikan pernyataan yang berbeda.
Subandrio menyebut Indonesia tak punya senjata atom atau senjata nuklir.
Subandrio juga mengaku Indonesia tak punya ketertarikan untuk memilikinya.
Indonesia saat itu punya Lembaga Tenaga Atom (LTA).
Namun lembaga ini mengawasi dan mengembangkan tenaga nuklir untuk kepentingan energi.
Pada 21 September 1960, Amerika Serikat membantu Indonesia mengembangkan energi atom dengan menjanjikan dana hibah senilai 350.000 dollar AS.
Dana ini digunakan untuk operasional reaktor nuklir yang dibangun di Bandung.
AS juga berjanji memberi tambahan 141.000 dollar AS untuk mendanai risetnya.
Indonesia mengandalkan reaktor TRIGA-Mark II yang dibeli dari AS.
Kekuatannya relatif kecil, hanya 250-kilowatt. Pada 17 Oktober 1964, Indonesia menyaksikan reaktor nuklir pertama di Bandung.
Baca Juga: Resep Lontong Sayur Labu Siam, Nikmati Lezat dan Gizinya Yuk!
Source | : | Surya |
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR