Advertorial
Intisari-online.com -Saat ini elit politik di Iran sedang pusing memikirkan pergantian rezim pemimpin.
Demikian analisis sebuah media Barat, aspistrategist.org.au. Menurut media tersebut, rezim velayat-e faqih teokratis Iran, sebuah labirin institusi terpilih dan tidak terpilih yang diarahkan oleh para ahli agama sedang mempersiapkan pergeseran kekuasaan.
Proses ini akan selesai sekitar pertengahan tahun depan, dan setelah itu sistem pemerintahan negara akan berubah menjadi kediktatoran militer totaliter.
Dan siapa yang menjalankan? Salah jika Anda menebak ISIS.
Rezim diktator itu akan dijalankan oleh elit ideologis yang kuat bernama Korps Pengawal Revolusi Islam (Islamic Revolutionary Guards Cops/IRGC).
IRGC ini tuding aspistrategist.org.au, lebih mengerikan dari ISIS, karena sudah bercokol lebih lama dan selama beberapa tahun sudah membentuk persekutuan dengan Ali Khamenei.
Bagi yang tidak tahu siapa Ali Khamenei, ia adalah Ayatullah Agung atau Pemimpin Agung Iran yang pernah menjabat sebagai Presiden Republik Islam Iran pada periode 1981-1989.
Persekutuan mereka telah mengambil kekuasaan di hampir semua cabang rezim itu.
IRGC senantiasa menjadi kekuatan politik yang kuat di Iran, dan bedanya dengan negara lain yang memiliki tentara di bawah kelas politik, IRGC adalah tentara revolusi yang menjalankan negara.
Dengan bala tentara sebanyak 20 ribu orang, serta ratusan ribu relawan di Basij, organisasi paramiliter lokal yang bertugas menekan pemberontakan dalam negeri.
Terkuak juga pasukan Quds IRGC melatih dan menasihati proksi yang terlibat dalam terorisme dan penghancuran rezim di Timur Tengah seperti Hizbullah Lebanon dan Houthi Yaman.
Latihan mereka berikan sebagai bagian dari misinya untuk 'mengekspor revolusi'. Hal inilah yang menyebabkan AS memasukkan IRGC sebagai kelompok teroris pada 2019 lalu.
Keunggulan IRGC tidak hanya dalam keunggulan radikalismenya saja.
Secara finansial, IRGC adalah mega-konglomerat yang memiliki berbagai industri yang mengucurkan dana separuh untuk perekonomian Iran.
Termasuk industri proyek militer yang hebat, khususnya perkembangan senjata nuklir dan rudal balistik Iran.
Lebih menarik lagi, catatan keuangan IRGC yang besar-besaran tidak pernah tercatat. Uangnya langsung mengucur di bawah pengawasan Khamenei dan bebas dari kritik orang-orang.
Disebutkan ada dua faktor utama yang mendorong berhasilnya konsolidasi kekuatan IRGC.
Pertama, adalah keinginan Khamenei sang pemimpin agung untuk mengamankan warisannya.
Kedua, akses IRGC untuk memanjakan ekonomi Iran sendiri.
Khamenei yang berusia 81 tahun ingin memastikan ideologi Syiah dan sekutu radikalnya selamat setelah ia tidak menjabat lagi.
Mengeksploitasi kekhawatiran Khamenei, IRGC berjanji untuk menjaga peran mereka dalam pergantian kekuasaan Iran, bahkan secara brutal jika perlu.
Khamenei menyetujui untuk gunakan IRGC dalam pidatornya Februari 2019 lalu untuk urusan lintasan masa depan rezim.
Pidato tersebut ia beri judul 'Fase Kedua Revolusi'.
Pada praktiknya, kesepakatan itu diterjemahkan ke dalam penyisipan 'sekurokrat' yang berhubungan dengan IRGC ke dalam posisi kunci di seluruh pemerintahan oleh pemimpin tertinggi.
Gantinya, IRGC memastikan kebijakan revolusioner Khamenei terlaksana penuh dan pihak oposisi berbagai level dihancurkan.
Kedua belah pihak mendapat keuntungan dengan mempertahankan akses tanpa batas ke kekayaan luar biasa dalam kepercayaan agama Iran.
Kehakiman adalah lembaga pertama yang ditaklukan oleh IRGC, pada Maret 2019 lalu Ebrahim Raisi diangkat menjadi ketua hakim.
Koneksinya dengan IRGC muncul saat dia menjadi salah satu petinggi pendana IRGC.
Raisi melanjutka eksekusi para pembelot, seperti yang ia lakukan tahun 1980 silam.
Dia digadang-gadang menjadi kandidat utama menggantikan Khamenei saat Khamenei gugur. Dalam pemilu Februari 2020, IRGC memperlebar kontrol ke dalam cabang legislatif.
Dewan Pengawas, yang 12 anggotanya dipilih oleh Khamenei dan sisanya oleh Komisi Yudisial, lakukan wewenangnya untuk mendiskualifikasi siapapun yang tidak cocok dengan posisi ideologi konservatif yang diterapkan Khamenei.
Hanya rekan IRGC yang diperbolehkan bermain 'di lapangan' dan tidak kalah mengejutkan, ada 200 dari 290 kursi parlemen diisi IRGC.
Tak hanya itu, IRGC juga memegang posisi penting di komite pusat dan mendominasi presidium, yang bertanggung jawab mengubah agenda parlemen.
Tujuan mereka sekarang adalah memastikan sekutu yang berpikiran sama memenangkan pemilihan presiden dan menghapus sisa-sisa semangat reformis atau sentris yang berhubungan dengan Presiden Hassan Rouhani.
Kemungkinan besar Iran versi IRGC ini akan lebih sangar, ia akan berusaha menghilangkan rintangan yang menghambat program nuklir dan memveto setiap negosiasi nuklir.
Namun, jangan dianggap mereka menjadi negara yang tidak rasional seperti Korea Utara.
Bertahun-tahun Khamenei dan IRGC tunjukkan bahwa mereka tidak pernah mengalihkan pandangan dari tujuan mereka dan bekerja berhati-hati.
Tidak seperti Korut yang menendang pengawas PBB, Teheran cenderung tetap berhati-hati membangun elemen kemampuan senjata nuklir sementara hanya bekerja secara efektif dengan inspeksi IAEA (badan pengawas pengembangan nuklir).
Analisis tendesius dari aspistrategist.org.au tersebut mendapat bantahan keras dari pihak Iran.
Kedubes Iran untuk Indonesia memberikan bantahan lewat rilis resminya yang dikirim ke redaksi Intisari (15/9).
"Berita tersebut tak berdasar dan bersumber dari barat yang telah terbuktipermusuhannya dengan Republik Islam Iran karena narasi Iranophobia," kata Staf Umum dan Media Kedubes Iran, Bita Zolali dalam rilis resminya.
Menurut dia, kemenangan Revolusi Islam Iran pada 1979, telah meruntuhkan rezim Pahlavi yang begitu bergantung kepada Barat dan dibenci oleh rakyat Iran. Kemenangan ini telah memotong tangan pihak asing dari negara dan angkatan bersenjata Iran serta kawasan Timur Tengah.
Oleh karenanya mereka mengagendakan serangkaian skenario kerusuhan dan aksi teroris serta menciptakan gerakan separatis di beberapa provinsi yang terletak di perbatasan Iran. Maka Pemimpin Republik Islam Iran, Ayatullah Khomeini (ra) untuk mempertahankan revolusi dan pencapaian-pencapaian besarnya telah membentuk sebuah kekuatan revolusioner yang berasal dari masyarakat Iran yang bernama Korps Pengawal Revolusi Islam Iran (IRGC).
Peran yang dimainkan oleh IRGC sepanjang 41 tahun kemenangan revolusi Islam Iran dalam berbagai kancah yang dibutuhkan oleh negara terutama di bidang kebudayaan, sosial dan menghadapi ancaman musuh termasuk pembelaan IRGC terhadap tanah air dan negara selama delapan tahun pertahanan suci dan perang Irak dan Iran yang dipaksakan kepada Iran, telah memperlihatkan hikmah atas pendirian badan ini.
"IRGC selalu ada untuk masyarakat Republik Islam Iran pada saat-saat yang sulit dan inilah sebab mengapa Barat mencoba untuk mempengaruhi citra IRGC di mata masyarakat Iran dengan menyisipkan narasi-narasi HOAX berkaitan dengan IRGC," terang Bita.
Berdasarkan Konstitusi Republik Islam Iran, tanggung jawab yang terpisah dan spesifik telah ditetapkan untuk IRGC dan Tentara Republik Islam Iran, dimana pengelolaan tertinggi keduanya berada di bawah pengawasan Satuan Umum Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran.
Persatuan dan kerjasama antara IRGC dan Tentara Republik Islam Iran merupakan dukungan yang besar bagi kemampuan pertahanan Iran. Pada saat yang sama, negara-negara hegemon melalui berbagai cara terus menerus menyebarkan fitnah dan berusaha menyebabkan perpecahan antara IRGC dan Tentara Nasional Islam Iran yang mana keduanya melengkapi peran satu sama lain untuk membela dan melindungi negara.
Berbeda dengan Amerika Serikat dan sekutu regionalnya yang selalu mendukung kelompok ekstremis dan teroris di kawasan Asia Barat, IRGC di luar negeri dengan izin negara-negara kawasan selalu menjadi yang terdepan dalam perlawanan terhadap terorisme dan ekstremisme di kawasan tersebut.
Perlawanan IRGC terhadap kelompok Al-Nusra, ISIS dan kelompok teroris lainnya di wilayah Timur Tengah selalu dipuji oleh masyarakat dan pemerintah yang terkena dampak.
Media arus utama barat, kata Bita, juga memberikan gambaran yang keliru berkaitan dengan sistem Wilayatul Faqih di Republik Islam Iran karena Wilayatul Faqih brdasarkan konstitusi Republik Islam Iran merupakan kepemimpinan tertinggi negara oleh seorang ulama agung.
Pemimpin Agung dipilih secara tidak langsung oleh masyarakat melalui Majelis Ahli Kepemimpinan yaitu rakyat Iran memilih anggota Majelis Ahli Kepemimpinan yang memenuhi syarat dan Majelis ini memilih seorang Pemimpin Tertinggi dengan kriteria tersebut diatas.
Wilayatul Faqih merupakan konsep yang menggambarkan unsur perwakilan rasional berdasarkan pilihan rakyat yang bersandar pada seorang Faqih yang berpengetahuan luas dan kapabel dari segi politik untuk memegang pimpinan negara.
"Amerika Serikat yang gagal meraih keberhasilan apa pun dengan menjatuhkan sanksi kepada Iran selama 41 tahun silam serta mendukung dan mendanai berbagai kelompok ekstrimis dan teroris untuk melakukan teror terhadap pejabat tinggi dan masyarakat negara kami, kini dengan menyebarkan narasi HOAX berkaitan dengan sistem politik di Iran, fabrikasi pemilihan umum, masa depan kepemimpinan dan peran IRGC pada perkembangan ini mencoba untuk menerapkan kebijakan politik pecah belah dan mengadu domba (divide and rule) dengan menyebarluaskan fitnah dan pertikaian di tengah masyarakat Iran untuk mencapai kepada tujuan-tujuan jahat mereka," tegas Bita.
Berkaitan dengan anggaran pertahanan, Iran mengalokasikan anggaran sebesar 90 miliar dollar dalam setahun untuk pembelian senjata militer. Ini tidak menghabiskan sepersepuluh dari jumlah di atas untuk sektor pertahanannya.
Industri pertahanan Republik Islam Iran telah berkembang berdasarkan kompetensi pemuda dan pemudi Iran dan sepenuhnya didefinisikan dalam doktrin pertahanan negara.
Industri-industri tersebut, terutama di bidang pembuatan rudal balistik, tidak memiliki ketergantungan pada luar negeri, dan inilah yang menjadi alasan utama penyerangan terhadap IRGC oleh media Barat.
"Amerika Serikat melalui pendekatan Iranophobia dan Chinaophobia telah berhasil menjual 70 persen senjatanya ke kawasan Timur Tengah dan Asia Tenggara. Ini adalah cara AS untuk mencapai pembangunan ekonomi sambil memperbaiki dan memperkuat industri militernya dengan biaya menghancurkan negara lain. Pada saat bersamaan Rezim Pendudukan Al-Quds dengan aman melanjutkan pendudukannya terhadap negara Palestina dan mengejar rencana besar mereka." pungkas Bita.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini