Advertorial
Intisari-online.com -Tidak dapat dipungkiri, ketegangan Laut China Selatan membawa posisi ASEAN menjadi kurang strategis.
Hal itu benar jika melihat posisi ASEAN harus 'melawan' militer China yang agresif dan gemar gempur sana-sini.
Namun kondisi sedikit berbeda jika diplomasi mulai dikerahkan dan ketegangan yang ada diselesaikan dengan mediasi yang benar, bukan melulu menggunakan moncong senjata.
Sebelumnya, 10 diplomat dari 10 negara anggota ASEAN diundang ke Beijing untuk mendiskusikan upaya penyatuan kekuatan gabungan untuk urusan Laut China Selatan.
Beijing dengan tegas menyebutkan Laut China Selatan akan hanya menjadi milik ASEAN dan China saja, dan negara yang ikut campur walaupun tidak memiliki kekuasaan regional di dalamnya harus disingkirkan.
Secara sederhana, China berusaha membeli ASEAN agar mendukung mereka menguasai Laut China Selatan.
Untuk negara semacam China, tidak mengherankan melihat manuver politik mereka yang seperti ini karena hal ini sangat khas cara mereka menyelesaikan masalah.
Keadaan menjadi berbeda saat ada negara Asia lain mulai membuka jalur diplomasi yang berbeda kepada ASEAN.
Mengutip South China Morning Post, Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi langsung kunjungi lima negara ASEAN.
Lima negara tersebut antara lain Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam, dikunjungi Motegi sejak 13 Agustus dan dilaksanakan dengan dua bagian.
Tidak hanya kelima negara tersebut, Motegi juga kunjungi Papua Nugini, dan tur tersebut berakhir Senin kemarin di Myanmar setelah Motegi bertemu dengan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi untuk pertama kali.
Pertanyaan berikutnya pastilah, mengapa kelima negara tersebut diprioritaskan oleh Jepang sampai dikunjungi segala?
Hal ini berkaitan dengan posisi kelima negara tersebut.
Vietnam, Thailand, Kamboja, Laos dan Myanmar adalah 5 negara yang terletak di delta sungai Mekong, dan bersama China menggunakan sumber air tersebut untuk kehidupan sehari-hari berjuta-juta warganya.
Usulan China yang didiskusikan kepada 10 diplomat negara ASEAN rupanya juga ditambah dengan iming-iming berupa bantuan vaksin untuk kelima negara Mekong tersebut.
Diplomasi vaksin China Senin kemarin telah merambah ke 5 negara Mekong, seperti yang dijanjikan oleh Perdana Menteri Li Keqiang.
5 negara itu akan diprioritaskan mendapat akses vaksin virus Corona, dan juga diberi bantuan terkait berbagi informasi pengelolaan air agar banjir tidak menyerang saat Sungai Mekong penuh.
Hal tersebut disampaikan Li dalam konferensi video pertemuan para pemimpin negara Kooperasi Lancang-Mekong (LMC), dan partner LMC akan diprioritaskan mendapat akses vaksin setelah China sukses mengembangkannya dan menggunakannya.
Jepang tidak bisa tinggal diam melihat China meroket membeli negara-negara tetangganya untuk diam saat China menguasai Laut China Selatan dan Laut China Timur.
Kekuasaan mutlak China di Indo-Pasifik adalah gagasan gila yang akan selalu dicegah oleh Jepang dan aliansinya AS.
Sehingga jika ada yang mengatakan ASEAN merupakan kumpulan negara yang terletak di wilayah strategis memang benar, karena meskipun rawan perang dan ketegangan internasional tapi tawaran yang datang dari negara-negara maju tidak bisa ditolak dan memang menggiurkan serta dibutuhkan.
Jika China sudah memastikan memberikan vaksin untuk kelima negara Mekong, maka apa penawaran Jepang?
Disebutkan bersama pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, Motegi sepakat membuka perbatasan untuk ekspatriat dan menghapus larangan wisata.
Baca Juga: Berbagai Khasiat Kunyit dan Madu, Atasi Amandel dan Hepatitis
Motegi juga tawarkan bantuan 30 milyar Yen atau Rp 4,2 quadrilliun (kurs 1 Yen = Rp 140) sebagai dana bantuan daruat.
Kemudian masih ada 15 milyar Yen untuk membantu firma kecil menengah yang terdampak resesi ekonomi.
Pembicaraan yang sama dilakukan Motegi bersama pimpinan Kamboja dan Laos akhir pekan lalu: di Vientiane ibukota Laos, Menlu Jepang tersebut janjikan bantuan total 2 milyar Yen untuk memperbaiki sekolah dan 500 milyar Yen untuk transportasi umum.
Sedangkan di Phnom Penh ibukota Kamboja, ia sebutkan Jepang akan melanjutkan mendukung perkembangan ekonomi negara itu melalui pembangunan "koridor ekonomi".
Koridor ekonomi adalah jalan yang mengaitkan Thailand dan Vietnam.
Pakar politik internasional yaitu Profesor David Arase di kampus Nanjing, Johns Hopkins School of Advanced International Studies melihat virus Corona telah dimanfaatkan Jepang sebaik mungkin untuk mengamankan hubungan dengan negara Asia lain saat mereka mulai memindahkan produksi manufaktur dari China.
Antara 13-15 Agustus, Motegi juga telah kunjungi Singapura dan Malaysia, kemungkinan untuk mulai kembangkan pabrik mereka di negara-negara itu.
Jepang juga berusaha menjaga hubungan baik dengan negara ASEAN untuk memperluas pasar dagang mereka, dan survei terbaru dari Standard Chartered Bank temukan jika karena ketegangan AS dan China serta pandemi telah membuat negara Asia mencari sumber hasil dagang baru selain China.
Vietnam menjadi negara pertama yang ingin lepas dari China, diikuti Kamboja, Myanmar, Bangladesh dan Thailand.
Arase juga sebutkan langkah Motegi, yang kemungkinan besar akan menjadi Perdana Menteri Jepang selanjutnya setelah Shinzo Abe, merupakan langkah yang "sangat proaktif dalam menyusun pertemuan antar muka antara menteri-menteri di pemerintahan."
Sementara Washington dan Beijing terlalu sibuk membangun 'kredibilitas' mereka untuk mendapatkan kekuasaan di Indo-Pasifik, manuver Jepang memang sangat khas dengan ciri mereka: baik dan teratur serta tepat sasaran.
Jepang juga lakukan pendekatan yang lebih baik dengan sambangi negara-negara itu secara langsung, tidak seperti China yang justru menyuruh wakil negara ASEAN datang ke Beijing.
Kira-kira, mana yang akan dipilih oleh ASEAN?
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini