Dipastikan Bangkrut! Sanksi AS Terhadap Perusahaan-perusahaan China Bisa Sedot Uang Para Konglomerat Xinjiang Ini, Siapa Saja?

May N

Penulis

Sanksi AS terhadap perusahaan yang menyerang muslim Uighur dan etnis minoritas lain menargetkan tiga konglomerat besar China ini

Intisari-online.com -Pernahkah Anda mendengar Xinjiang Production and Construction Corps (XPCC)?

Korporasi produksi dan konstruksi Xinjiang adalah salah satu organisasi paling rahasia dan paling ekspansif.

Dikabarkan dari South China Morning Post, XPCC telah jadi sorotan internasional yang tidak mereka inginkan setelah entitas dan tiga pejabat resminya termasuk dalam daftar sanksi AS terkait pelanggaran HAM.

XPCC beroperasi di Xinjiang, otonomi daerah dengan ukuran tiga kali lebih besar dari Perancis yang berada di pojok barat China, berbatasan dengan Afghanistan, Pakistan dan India.

Baca Juga: Ancaman Korea Utara Kian Nyata, Korea Selatan Sudah Berpikir Membangun Kapal Selam Bersenjata Nuklir, Pakar: 'Apa Tidak Buang-buang Uang?'

Aksi AS terhadap XPCC dan anak perusahaan yang mereka miliki dapat menjadi kasus terbesar sepanjang sejarah Kontrol Aset Luar Negeri, agensi di bawah departemen keuangan AS yang bisa lakukan sanksi finansial, untuk sejumlah grup perusahaan yang berpotensi terdampak.

Sanksi itu memiliki implikasi berlipat ganda untuk XPCC, yaitu dari mengerem pinjaman bank kepada mereka sampai mengekang ekspor pertanian XPCC seperti kapas dan tomat.

Sanksi itu juga dapat mengancam investasi mereka.

Padahal XPCC telah menaungi beratus-ratus industri dari konstruksi, infrastruktur, properti dan pertanian.

Baca Juga: Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung Jadi Kontroversi di Tengah Masyarakat, Ini 3 Perkara Besar di Kejagung yang Menjadi Sorotan Saat Ini

Ada 800 ribu perusahaan dan kelompok perusahaan di 147 negara, menurut konsulat AS dan perusahaan intelijen Sayari yang laporkan struktur konglomerat di balik XPCC.

Sanksi AS

AS berikan sanksi itu berkaitan dengan aksi China terhadap kamp konsentrasi untuk warga muslim Uighur dan etnis minoritas lain di Xinjiang.

China menyebut kamp tersebut sebuah kamp pendidikan bagi mereka, tapi PBB dan AS mengetahui di sana adalah kamp kerja paksa yang menahan 1 juta orang.

Baca Juga: Antrean Perceraian di Bandung Mengular, Ini Sinyal Tubuh Jika Anda Memang Sudah 'Pantas' untuk Berpisah dengan Pasangan

Seorang cendekiawan China Thomas Cliff di Universitas Nasional Australia mengatakan jika pelaksanaan sanksi itu akan hadapi tantangan besar karena ukuran XPCC yang sangat besar.

XPCC sendiri disebut sebagai 'negara di dalam negara'.

Namun penggambaran itu memang benar adanya, menurut laporan tahun 2018 oleh organisasi rahasia, revenue XPCC yaitu GDP mereka sebesar 5.88 milyar Dolar AS (pendapatan bersih) dari total 36.4 milyar Dolar AS.

Fungsi XPCC juga bermacam-macam, layaknya pemerintah dalam menjalankan sekolah, kebijakan dan fasilitas kesehatan di berbagai kota di Xinjiang untuk pegawai dan keluarga mereka.

Baca Juga: Siap-siap! Subsidi Gaji Rp 600.000 BPJS Ketenagakerjaan Cair Mulai Besok, Penerimanya Langsung Dapat Rp 1,2 Juta

Mantan diplomat AS untuk China Fred Rocafort mengatakan sanksi itu adalah hal positif yang dilakukan AS untuk menghentikan apa yang terjadi terhadap Uighur di Xinjiang.

Namun menghadapi XPCC adalah hal lain.

Sebagian besar investasi XPCC diatur oleh perusahaan Asset Management Co, yang juga merupakan milik XPCC dan anak perusahaan XPCC.

Investasi mereka termasuk perusahaan dagang publik sebanyak 13 unit di China, seperti perusahaan produsen Produk Tomat Xinjiang Chalkis dan perusahaan miras Xinjiang Yilite.

Baca Juga: Lagaknya Ikut Kecam China, Terungkap Sifat Asli Australia Ternyata Sama Saja Dengan China, Suka Keruk Keuntungan Dari Negara Kecil, Timor Leste Adalah Contoh Korbannya

Sanksi AS menargetkan tiga orang pejabat resmi penanggung jawab organisasi tersebut, mereka adalah Chen Quanguo, Peng Jiarui dan Sun Jinlong.

Sanksi ini menempatkan mereka sebagai orang-orang yang terdaftar dalam daftar orang diblokir.

Artinya, warga AS atau entitas milik AS dilarang keras menerima atau menyediakan jasa dan properti XPCC dan seluruh anak perusahaan mereka.

Sampai saat ini meskipun XPCC kadang mengalami lambatnya pertumbuhan produksi ataupun keuntungan, China masih senantiasa mendanai mereka.

Baca Juga: Covid Hari Ini 24 Agustus 2020: Indonesia Masih Harus Menghadapi Pandemi Covid-19, Jokowi Peringatkan Para Menteri Agar Hati-hati Beri Pernyataan soal Penanganan Covid-19

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait