Advertorial

Anggotanya Termasuk Shinzo Abe Sang Perdana Menteri Jepang, Ini Dia Kelompok Elit Politik Jepang yang Buktikan Ketangguhan Dinasti Politik Jepang Meski Kalah Perang: 'Kami Berjuang Demi Kaisar!'

May N

Editor

Intisari-online.com -Saat Jepang memulai gerakan Restorasi Meiji hingga ciptakan Perang Dunia II, semua tentara bekerja untuk melayani Kaisar Hirohito.

Termasuk tentara yang satu ini.

Ia adalah tentara Jepang terakhir yang menyerahkan diri setelah kekalahan negara itu di Perang Dunia II.

Bernama Hiroo Onoda atau berpangkat Letnan Onoda, ia baru menyerahkan diri pada 9 Maret 1974.

Baca Juga: Sering Dilakukan Orang-orang, Ini Kebiasaan-kebiasaan Kecil yang Ternyata Bisa Bikin Wajah Terlihat Lebih Tua, Yuk Hindari!

29 tahun terakhir ia bertahan di hutan Filipina.

Saat diwawancarai dan membuat tulisan sekembalinya ia ke Jepang, ia berkata tidak bisa menerima kenyataan bahwa Jepang menyerah.

Aneh? Justru logis bagi negara pimpinan Kaisar Hirohito tersebut.

Onoda telah bersumpah tidak akan pernah menyerah dan akan mati demi kaisar.

Baca Juga: Saat Balita Sudah Naik Tahta, Kaisar Terakhir China Ini Alami Hidup yang Sangat Tragis: Jadi Kaisar 'Boneka' Jepang Saat Perang Dunia II dan Hampir Dieksekusi Negaranya Sendiri

Dia percaya orang-orang sebangsanya, akan melakukan hal yang sama.

Tentu saja hal itu tak terjadi. Pada 15 Agustus 1945, pemimpin Jepang, Kaisar Hirohito, melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan kaisar sebelumnya: dia menyiarkan radio.

Bom atom telah menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki.

Baca Juga: Keterlaluan! Sebuah Mobil Halangi Ambulans yang Bawa Pasien Kritis, Kehilangan 5 Menit Berharga, Pasien Anak di Dalamnya Tak Berhasil Diselamatkan

Pada saat bom dijatuhkan di Nagasaki, Joseph Stalin menyatakan perang terhadap Jepang.

Pasukan Soviet sudah menyapu Manchuria.

Dalam beberapa minggu mereka akan mendarat di pulau bagian utara, Hokkaido.

Hirohito menerima bahwa menyerah kepada Amerika Serikat adalah pilihan terbaiknya.

Baca Juga: Dibangunkan dari Tidur Nyenyaknya, Wanita Tua Ini Syok Suaminya Sudah Berlumuran Darah, Sedang Putranya Jatuh dari Lantai 16 Apartemen Mereka

Meski begitu, pidato penyerahan diri kaisar hampir tidak terjadi.

Pada pagi hari tanggal 15 Agustus, sekelompok perwira muda memimpin pasukan mereka ke halaman istana kekaisaran.

Mereka mencoba mendapatkan rekaman pidato itu.

Baca Juga: Dulu Sepakat Membangun Satu Negara, Putin Justru Berang Kepada Presiden Belarus Sebelum Pemilu Dilaksanakan Tapi Kini Malah Siap Kirim Bantuan Militer Agar Demonstrasi Mereda

Tidak diadili sebagai penjahat perang tapi jadi boneka

Mereka percaya bahwa Jepang masih jauh dari kalah.

Pulau utama Jepang belum diserang dan pasukan Jepang dalam jumlah besar di Tiongkok sebagian besar masih belum terkalahkan.

Para perwira tidak terlalu peduli dengan korban sipil massal yang diakibatkan oleh pemboman kota-kota Jepang oleh AS.

Baca Juga: Kenali Penyakit GERD dan Cara Penyembuhannya, Jangan Sampai Salah!

Sebaliknya mereka fokus pada satu hal: kelangsungan sistem kekaisaran.

Jepang tidak boleh menuntut perdamaian sampai kaisar diamankan.

Akan tetapi para perwira muda tak berhasil menggagalkan siaran pidato kaisar.

Namun mereka mendapatkan keinginan mereka -setelah menyerah, AS memutuskan Hirohito tidak akan diadili sebagai penjahat perang.

Baca Juga: Dengan Mata Kepala Sendiri Saksikan Sang Ayah Ditembak Mati Tentara Belanda, Inilah Kisah Ngatimin hingga Menjadi Mata-mata Tentara Indonesia

Sebaliknya dia akan tetap di atas takhta, yang secara efektif menjadi boneka Amerika.

Mungkin itu adalah langkah cerdas oleh Douglas MacArthur, jenderal AS yang berkuasa di Jepang hingga 1949.

MacArthur menggunakan kaisar untuk mendorong agendanya sendiri - mengubah Jepang yang konservatif menjadi demokrasi modern dengan konstitusi gaya Amerika.

Sekutu yang menang mengadili 28 pemimpin perang Jepang.

Baca Juga: Melepas Status Artisnya dan Nikahi Pejabat Penting Komisaris Antam, Siapa Sangka Awal Pernikahan Wanita Ini Jauh dari Kata 'Bergelimang Harta'

Tujuh orang, termasuk Perdana Menteri Hideki Tojo, digantung.

Tetapi yang lainnya tidak pernah dituntut.

Di antara mereka adalah Pangeran Yasuhiko Asaka, paman kaisar yang juga memimpin pasukan Jepang dalam pemerkosaan terkenal di ibu kota China kala itu, Nanjing.

Membebaskan mereka dipandang oleh MacArthur sebagai kejahatan yang diperlukan.

Baca Juga: Belum Puas Hancurkan Palestina Berkeping-keping, Tentara Israel Lakukan Serangan Udara ke Jalur Gaza, Kirim Ratusan Roket dan Bom Api ke 2 Juta Warga yang Tinggal di Sana

Tetapi keputusannya telah memungkinkan, bahkan mendorong, Jepang untuk menghindari perhitungan yang mendalam dengan masa lalunya.

Pria lain yang lolos dari persidangan adalah Nobusuke Kishi.

Kishi memainkan peran utama dalam pendudukan Manchuria dan merupakan sekutu dekat pemimpin perang Hideki Tojo.

Orang Amerika memutuskan untuk tidak menuntutnya.

Baca Juga: Efmundus Kolis, Anak Petani yang Mengabdi untuk Pendidikan Anak Papua

Namun, pada 1948 Kishi dibebaskan.

Dia dilarang berpolitik selama pendudukan Amerika berlangsung.

Pada 1955, Kishi membantu dalam pembentukan kekuatan politik baru - Partai Demokrat Liberal.

Segera dia menjadi pemimpinnya dan menjabat perdana menteri Jepang.

Rehabilitasi selesai, dan partai yang dia bantu ciptakan telah menguasai Jepang selama 65 tahun terakhir.

Putri Nobusuke Kishi menikah dengan putra dari dinasti politik kuat lainnya - seorang pria bernama Shintaro Abe.

Dia kemudian menjadi menteri luar negeri Jepang, dan menjadi ayah dari putranya yang bernama Shinzo Abe, yang kini menjabat sebagai perdana menteri.

Dinasti politik Jepang terbukti sangat tangguh.

Baca Juga: Bisa karena Faktor Psikis Maupun Klinis, Ini Penyebab dan Cara Mengatasi Cegukan

Shinzo Abe muda konon dekat dengan kakeknya.

Kishi memiliki pengaruh besar terhadap pandangan politik Shinzo muda.

Seperti banyak sekutunya di sayap kanan, Nobusuke Kishi berpikir bahwa lolosnya dirinya dari pengadilan kejahatan perang adalah keadilan pemenang.

Tujuan seumur hidupnya tetap menghapuskan konstitusi pasifis pasca perang.

Dalam pidatonya tahun 1965, Kishi menyerukan persenjataan kembali Jepang sebagai "alat untuk memberantas sepenuhnya konsekuensi dari kekalahan Jepang dan pendudukan Amerika".

Ketika para kritikus Jepang di China dan Korea mengatakan bahwa negara tersebut tidak pernah meminta maaf dengan benar atas apa yang dilakukannya selama Perang Dunia II, mereka salah.

Kelompok baru

Jepang telah berulang kali meminta maaf. Masalahnya adalah kata-kata dan tindakan lain yang diambil oleh para politikus terkemuka Jepang.

Baca Juga: Panas-panasi India, Menlu China Kunjungi Perbatasan yang Disengketakan di Tibet, Pengamat Sebut Itu Isyarat yang Tidak Biasa

Mereka berpendapat bahwa permintaan maaf tersebut tidak sepenuhnya tulus.

Pada 1997, kelompok baru dibentuk oleh elite politik Jepang. Ini disebut Nippon Kaigi.

Ini bukan perkumpulan rahasia, tetapi banyak orang Jepang tetap tidak menyadari keberadaan atau tujuannya.

Tujuan tersebut adalah untuk "menghidupkan kembali kebanggaan dan identitas nasional Jepang, yang berbasis di sekitar keluarga Kekaisaran", untuk menghapus konstitusi pasifis, untuk melembagakan penghormatan terhadap bendera nasional, lagu kebangsaan dan sejarah nasional, dan untuk membangun kekuatan militer Jepang.

Anggota Nippon Kaigi terkemuka adalah Perdana Menteri Shinzo Abe, Wakil Perdana Menteri Taro Aso dan Gubernur Tokyo, Yuriko Koike.

Anggota lain dari Nippon Kaigi, hingga kematiannya, adalah Hiroo Onoda.

Ketika dia kembali ke negaranya pada pertengahan 1970, kondisi Jepang ketika itu tidak sesuai keinginannya.

Dia percaya bahwa generasi pasca perang telah menjadi lunak.

Baca Juga: HUT RI ke-75, Kim Jong-Un Beri Ucapan Selamat kepada Presiden Jokowi, Isi Pesannya Sungguh Tak Terduga, 'Saya Yakin Dengan Persahabatan Korut-Indonesia...'

Untuk suatu waktu, dia pindah ke Brasil dan tinggal di sebuah peternakan sapi.

Kemudian dia kembali ke Jepang dan membuka sekolah untuk melatih anak muda Jepang dalam keterampilan yang membantunya bertahan hidup selama tiga dekade di hutan.

Ketika Hiroo Onoda meninggal pada tahun 2014 pada usia 91, juru bicara Perdana Menteri Abe sangat bersemangat dalam pidatonya.

Dia tidak mengungkapkan tentang kesia-siaan atas gerilyanya yang sepi, atau menyebut tentang penduduk desa Filipina yang dia bunuh, lama setelah Jepang menyerah.(*)

Baca Juga: Cavien Satia, Belajar Geologi di Amerika untuk Masa Depan Negeri

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Hiroo Onoda, Tentara yang Baru Menyerah 29 Tahun Setelah Jepang Kalah di Perang Dunia II"

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait