Advertorial
Intisari-online.com -Afghanistan sudah di ujung perdamaian dengan pemerintahnya mulai bebaskan para tahanan Taliban.
Langkah itu merupakan salah satu langkah terakhir mencapai perdamaian di negara dengan konflik yang sudah bertahun-tahun itu.
Dengan perdamaian Afghanistan di depan mata, maka pasukan AS kemungkinan besar tidak diperlukan lagi untuk menjaga perdamaian.
Oleh karenanya mereka akan ditarik dari Afghanistan.
Namun, para pasukan tersebut masih tidak sepenuhnya aman untuk bisa kembali ke kampung halaman mereka.
Bulan lalu, Reuters memberitakan jika Rusia telah mendesak Taliban untuk membunuh tentara AS.
Pemberitaan itu berasal dari empat sumber AS dan Eropa.
Empat sumber yang akrab dengan pelaporan intelijen tersebut menyebutkan bahwa dalam beberapa pekan terakhir Juli lalu, AS telah mendapat laporan baru yang mendukung tuduhan bahwa Rusia telah mendorong gerilyawan yang berafiliasi dengan Taliban untuk membunuh tentara AS dan sekutunya di Afghanistan.
Rusia tawarkan hadiah uang untuk aksi tersebut,
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan dirinya telah memberi peringatan kepada Rusia agar tidak menawarkan hadiah uang kepada pembunuh bayaran untuk membunuh pasukan Amerika dan koalisinya di Afghanistan.
Melansir New York Times, pernyataan Pompeo dalam sebuah wawancara pada hari Rabu muncul ketika muncul informasi baru tentang satu aspek bukti, melibatkan nomor paspor Rusia, yang mengarah pada analisis CIA untuk menghubungkan operasi penawaran hadiah uang dengan Unit elit 29155 dari badan intelijen militer Rusia, yang dikenal sebagai GRU.
Pompeo mengungkapkan bahwa Pentagon juga telah memperingatkan para pemimpin militer Rusia tentang dugaan pemberian hadiah ini.
Pompeo sendiri telah menyampaikan peringatannya secara langsung kepada menteri luar negeri Rusia, Sergey V. Lavrov.
“Jika Rusia menawarkan uang untuk membunuh warga Amerika atau, dalam hal ini, orang Barat lainnya juga, akan ada harga yang sangat mahal yang harus dibayar.
"Itulah yang saya peringatkan kepada Menteri Luar Negeri Lavrov," kata Pompeo kepada Radio Free Europe dan Radio Liberty selama perjalanan ke Republik Ceko, menurut transkrip Departemen Luar Negeri AS seperti yang dilansir New York Times.
“Saya tahu militer kami juga telah berbicara dengan para pemimpin senior mereka. Kami tidak akan mengabaikannya. Kami tidak akan mentolerir itu."
Respon tidak terduga Trump
Sebaliknya, Trump mengatakan pada akhir bulan lalu bahwa dia tidak mengungkit dugaan operasi ini ketika dia berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir V. Putin.
Dia menepisnya sebagai masalah yang menurut banyak orang adalah berita palsu.
Pejabat Rusia membantah tuduhan tersebut.
Pompeo hanya memberikan sedikit rincian tentang peringatan tersebut.
Dia tidak, misalnya, mengatakan apakah itu peringatan yang tidak jelas dan abstrak atau akan ada konsekuensi tertentu jika dilanggar.
Dia juga tidak merinci siapa yang telah menyampaikan pesan Pentagon dan kepada siapa, atau kapan.
Namun, saluran komunikasi langsung tingkat tinggi yang langka antara kedua militer melibatkan Jenderal Mark A. Milley, ketua Kepala Staf Gabungan AS, yang berbicara dengan mitranya dari Rusia, Jenderal Valery Gerasimov, enam minggu lalu.
Trump mengatakan ia tidak mendapatkan infromasi mengenai laporan tersebut.
Pasalnya, banyak pejabat intelijen AS meragukan kebenaran kabar tersebut.
"Kami tidak pernah mendengarnya karena intelijen tidak pernah mencapai tingkat itu ... Ini tidak muncul pada kesempatan itu. Orang-orang intelijen ... banyak dari mereka tidak percaya itu terjadi sama sekali," kata Trump kepada Fox Business Network.
Sumber-sumber, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan informasi terbaru menyebabkan para pakar pemerintah AS langsung mengajukan pertanyaan kepada Badan Keamanan Nasional terkait dugaan tersebut.
(Barratut Taqiyyah Rafie)