Advertorial
Covid Hari Ini 4 Agustus 2020: Dari Kalung Anti Corona Sampai Ucapan Ngawur Influencer, Borok Penanganan Covid-19 di Indonesia Sampai Jadi Sorotan Media Asing
Intisari-online.com -Sebanyak dua media asing mengkritik buruknya penanganan Covid-19 di Indonesia, yakni New York Times (Amerika Serikat) dan The Guardian (Inggris).
New York Times menyoroti banyaknya misinformasi yang tersebar di Indonesia, sedangkan The Guardian memberitakan minimnya tes dan buruknya komunikasi dari pemerintah.
Pemberitaan The Guardian tertanggal 12 Juli 2020 berjudul "Indonesia is failing to control coronavirus outbreak, say experts", yang berarti "Indonesia gagal menangani wabah virus corona, kata para pakar."
"Negara dengan dampak terparah di Asia Tenggara terhambat oleh kurangnya pengujian, buruknya komunikasi dari pemerintah, dan promosi obat palsu," demikian bunyi paragraf pembuka di The Guardian.
Baca Juga: Peduli Tubuhmu; 10 Tanda Tubuh Kekurangan Asupan Protein, Masalah Otot
Media yang diluncurkan pada 1999 itu mengutip ucapan Profesor Pandu Riono, pakar penyakit menular di Universitas Indonesia, yang mengatakan bahwa penularan akan terus berlanjut jika warga tidak menerapkan social distancing.
Kalung anti corona yang dikeluarkan Kementerian Pertanian (Kementan) juga menjadi sorotan, lantaran menimbulkan kontroversi di Indonesia.
Kondisi itu diperparah dengan beberapa pasien yang berbohong tidak ada kontak dengan pasien positif Covid-19.
"Itu semakin menyulitkan petugas untuk menentukan risiko penularan," tulis The Guardian.
Selain itu, stigma negatif yang dihadapi pasien corona Indonesia turut jadi persoalan tersendiri.
Diberitakan The Guardian, beberapa warga takut kehilangan pekerjaan, sehingga ratusan pedagang di pasar tradisional Bali, Sumatra, dan Jakarta tidak mau dites.
Pun dengan tata cara pemakaman dalam Islam di mana jenazah harus dimandikan, menjadi tantangan tersendiri dalam penanganan virus corona.
Arief Bakhtiar dokter spesialis pulmonologi di Surabaya menyampaikan ke The Guardian, dia pernah mendapat satu kasus yang anggota keluarga korban menolak diagnosis kerabatnya meninggal karena Covid-19.
Mereka kemudian memakamkan jenazah sesuai prosedur dalam Islam, dan dua minggu kemudian Arief mendengar dua anggota keluarga lainnya meninggal diduga karena Covid-19.
Misinformasi dari influencer dan pakar gadungan
Beralih ke New York Times, media asal AS itu memasang judul "In Indonesia, False Virus Cures Pushed by Those Who Should Know Better" di artikelnya.
Judul tersebut kurang lebih berarti, "Di Indonesia, obat palsu virus ini disarankan oleh orang-orang yang seharusnya lebih tahu."
Artikel tertanggal 31 Juli 2020 itu juga menyoroti kalung anti corona dari Kementan, dan Gubernur Bali I Wayan Koster yang mengklaim telah menemukan obat corona berbahan dasar arak.
"Yang disebut influencer dan pakar gadungan juga mendorong penyembuhan cara mereka sendiri dan misinformasi di media sosial Indonesia, termasuk rumor yang beredar luas thermo gun dapat menyebabkan kerusakan otak," tulis New York Times.
"Seiring Indonesia yang kekurangan lahan karena pandemi, pemerintah mengalami kesulitan untuk menyampaikan pesan berbasis ilmiah yang konsisten tentang virus corona dan penyakit yang ditimbulkannya, Covid-19," lanjut artikel yang ditulis Richard C Paddock tersebut.
Kepercayaan warga terhadap agamanya masing-masing juga tak lepas dari fenomena yang disorot New York Times.
Baca Juga: Obati Biduran dengan Mengikuti Diet Rendah Histamin, Mau Coba?
"Di Pulau Lombok, seorang pejabat tinggi menyarankan niqab, kerudung longgar dalam Islam yang dikenakan perempuan, sama efektifnya dalam mencegah penyebaran virus seperti masker wajah yang ketat," tulis New York Times.
Borok lain yang diumbar media berusia 168 tahun itu adalah keengganan orang Indonesia memakai masker.
Mengutip data pemerintah, New York Times melaporkan sekitar 70 persen orang bepergian tidak memakai masker dan mengabaikan social distancing, juga sering berkerumun di toko-toko dan pasar-pasar, lalu nongkrong di kafe dan restoran.
WHO menyebut maraknya misinformasi ini sebagai "infodemic", dan New York Times menyebut situasi yang terjadi di Indonesia ini serupa dengan di Kenya bahkan Amerika Serikat.
Di Kenya, Gubernur Nairobi menyerukan pemakaian cognac, sebuah jenis minuman beralkohol, untuk jadi obat ajaib.
Kemudian di AS Presiden Donald Trump mendorong pemakaian obat malaria hidroksiklorokuin, meski hasil penelitian menunjukkan obat itu tidak manjur.
Kritik untuk Jokowi
New York Times melanjutkan pemberitaannya dengan menyebut Presiden Indonesia Joko Widodo awalnya memandang remeh wabah ini, lalu terlambat menutup bisnis, sekolah, dan membatasi perjalanan, tapi sangat cepat mencabut larangannya.
Perkataannya yang berubah-ubah juga menjadi sorotan.
"Pada Mei dia berkata Indonesia harus belajar hidup berdampingan dengan virus. Sebulan kemudian, dia mengancam memecat beberapa menteri yang tidak bekerja maksimal untuk menangani wabah."
"Bulan ini, dia menyerukan para rakyatnya untuk lebih disiplin melakukan social distancing, memakai masker, dan mencuci tangan."
Akibat tidak adanya pesan terpadu dari pemerintah itulah, pejabat lokal dan beberapa orang lainnya mengisi kekosongan informasi, tapi dengan cara yang tidak tepat.
Sama seperti The Guardian, dua kontroversi yang disorot New York Times lagi-lagi adalah kalung anti corona obat dari arak versi Gubernur Bali I Wayan Koster.
(Aditya Jaya Iswara)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Media Asing Sorot Buruknya Penanganan Covid-19 di Indonesia: Dari Kalung Anti Corona sampai Ucapan Influencer"
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini