Advertorial
Intisari-Online.com - Surabaya menjadi salah satu kota dengan kasus virus corona (Covid-19) terbanyak di Indonesia.
Ada ratusan orang yang terinfeksi Covid-19 hingga kehilangan nyawanya.
Salah satunya di alamiDea Winnie Pertiwi (27).
Warga Surabayaitu tak pernah menyangka hanya dalam waktu singkat harus kehilangan tiga anggota keluarganya sekaligus.
Ayah, ibu, dan kakaknya yang masih mengandung janin di perutnya, meninggal hampir bersamaan akibat terjangkit virus corona baru atau Covid-19.
Ayah Dea, Gatot Soehardono (68), meninggal dunia pada 30 Mei.
Kemudian kakaknya, Debby Kusumawardani (33) berpulang pada 31 Mei, dan disusul sang ibu, Cristina Sri Winarsih (60), yang tutup usia pada 2 Juni 2020.
Kedua orangtua Dea meninggal dengan status pasien dalam pengawasan (PDP) karena tak sempat melakukan tes swab.
Sedangkan kakaknya, sebelum meninggal, telah dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan hasil tes swab pada 28 Mei lalu.
Kronologi meninggalnya satu keluarga Dea
Dea menceritakan, virus corona yang menjangkiti ayah, ibu dan kakaknya diduga berawal dari suami kakaknya yang diketahui sempat menderita penyakit seperti gejala Covid-19.
Setelah itu, kakaknya mulai mengalami gejala batuk berdahak, ibu Dea juga sesak napas.
Praktis, hanya ayah Dea saja yang tak mengalami gejala terinfeksi Covid-19.
Namun, sang ayah diketahui memiliki penyakit penyerta atau komorbid, yakni penyakit diabetes, jantung, dan darah tinggi.
"Mama dan papa ini kan usia rentan ya, imunnya enggak sebagus kita yang masih muda," cerita Dea kepada kompas.commelalui telepon pada Jumat (24/7/2020).
"Kakakku juga, dia ibu hamil yang juga rentan (terpapar Covid-19)," ujar Dea.
Bahkan, hanya dalam waktu empat hari berturut-turut, ayah, ibu, dan kakaknya meninggal dunia.
Mengaku ikhlas
Bagi Dea, tahun 2020 adalah pengalaman menyedihkan yang paripurna sekaligus sarat makna.
"Ini kayak mimpi buruk banget buatku," ucap Dea.
Momen pedih yang selalu dia ingat adalah saat hari-harinya dihabiskan untuk merawat ayah, ibu, dan kakaknya selama masa perawatan akibat Covid-19.
Setelah tiga anggota keluarganya meninggal, Dea melalui hari demi hari dengan berat dan tentu amat sedih.
Dia juga kerap menangis ketika mengingat masa-masa kelam itu.
Namun, Dea akhirnya menyadari semua yang pergi tak akan bisa kembali.
Dia percaya semuanya sudah diatur dan direncanakan Tuhan.
Dea pun dapat memetik pelajaran hidup dari rentetan musibah yang dia alami di tahun ini.
"Jadi aku hanya mengimani bahwa ini sudah takdir Allah."
"Aku ikhlas saja. Allah mungkin menganggap aku kuat dan bisa melalui ini, jadi enteng saja sih," kata Dea.
"Walaupun, enggak dipungkiri juga kalau aku diam-diam (melamun) masih nangis."
"Ya, aku cuma bisa mendoakan, bisa berdoa dan ikhlas."
"Kunciku cuma itu saja untuk bisa melalui ini semua," tutur Dea menambahkan.
Virus corona tak bisa dianggap remeh
Dea merasakan betul bagaimana virus corona menginfeksi tubuhnya.
Saat terinfeksi Covid-19 itu, Dea mengalami demam tinggi dan sesak nafas.
Bahkan, indra penciuman dan pengecapannya sempat hilang atau tak berfungsi.
Melihat pengalamannya,Dea sendiri merasa heran karena masih ada masyarakat yang tidak peduli, tidak percaya, bersikap masa bodoh, dan cenderung menganggap enteng virus corona.
Padahal sudah ada banyak bukti dan contoh kasus tentang orang-orang yang terinfeksi dan meninggal karena Covid-19.
Salah satunya adalah keluarga Dea sendiri.
Dea pun berpesan kepada masyarakat untuk tidak menganggap remeh virus corona.
Mereka setidaknya tetap mematuhi protokol kesehatan dan tidak membahayakan orang lain.
Dea juga berharap, pengalaman pahit tentang bagaimana virus corona merenggut satu per satu anggota keluarganya bisa membuat masyarakat percaya bahwa virus corona itu nyata.
(Ghinan Salman)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Kisah Dea Kehilangan Satu Keluarga karena Covid-19: Hidup dalam Stigma hingga Heran Ada yang Merasa Kebal")
Baca Juga: 6 Ciri-ciri Jika Penyakit GERD Kambuh, Salah Satunya Sulit Menelan