Advertorial
Intisari-online.com -Jarang jadi sorotan, hubungan antara Mesir dan Ethiopia menjadi semakin tegang.
Ethiopia rupanya kembangkan proyek mengumpulkan air dari Sungai Nil.
Mereka gunakan air itu untuk pembangkit listrik tenaga air besar.
Hal tersebut tentunya membuat Mesir berang.
Sungai Nil adalah satu-satunya sumber air bagi sekitar 100 juta orang Mesir.
Ethiopia mengambil air dari bendungan PLTA Renaissance Besar di perbatasan dengan Sudan.
Bendungan itu dibangun oleh Ethiopia pada tahun 2011 dan sekarang sudah hampir selesai.
Jika sudah selesai, Ethiopia akan mulai memblokir sungai Nil untuk menyimpan air di bendungan tersebut.
Proses penyimpanan air akan berlangsung 5-15 tahun.
Proyek ini adalah proyek pembangkit listrik tenaga air terbesar di Afrika dan terbesar ke-7 di dunia.
Kapasitas PLTA maksimumnya adalah 6500 MW.
Saking geramnya Mesir, 29 Juni Mesir mengangkat masalah ini ke Dewan Keamanan PBB.
Pada pertemuan yang diadakan atas permintaan Mesir, para pihak terus mengekspresikan pandangan keras mereka.
Dalam pembelaannya, Duta Besar Ethiopia Taye Atske mengatakan bahwa Dewan Keamanan bukanlah badan untuk memberikan tekanan diplomatik.
Ethiopia melihat proyek bendungan ini untuk membantu negaranya menghapus kemiskinan.
Sebaliknya, bagi Mesir ini adalah masa depan yang gelap karena mereka akan kehilangan sumber air bagi seluruh warganya.
Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry mengatakan satu-satunya sumber air untuk memberi makan lebih dari 100 juta orang Mesir dipertaruhkan.
Proyek bendungan pembangkit listrik tenaga air Ethiopia menimbulkan risiko vital bagi Mesir, bahkan ancaman terhadap keamanan dan kelangsungan hidup kawasan itu.
Nil Mesir bermuara di Laut Mediterania terutama dari Nil biru yang berasal dari Ethiopia.
Bendungan itu diperkirakan menyimpan hingga 20 miliar meter kubik air, secara signifikan mengurangi aliran air ke Sungai Nil di Mesir dan menyebabkan banyak konsekuensi lingkungan.
Baru-baru ini, beberapa pejabat Mesir membuat pernyataan keras, bahkan menyebutkan solusi untuk perang.
Ketua Majelis Rendah Khaled Youssef mem-posting ulang video mantan komandan militer Mesir, Marshal Mohamed Abdel Halim Abu Ghazala, mengancam akan meluncurkan kampanye militer untuk merebut kembali kepemilikan Sungai Nil.
Abu Ghazaleh mengatakan dalam video: "Penurunan jumlah air yang mengalir ke Mesir berarti tidak ada kehidupan dan begitu pula di Ethiopia.
"Hati-hati di depan amarah orang Mesir.
"Jika Ethiopia bertekad untuk berinvestasi di bendungan, Mesir juga akan siap untuk perang."
Orang terkaya kedua Mesir, Naguib Sawiris menulis di Twitter: “Orang Mesir tidak mengizinkan negara lain untuk membuat mereka kelaparan. Jika Ethiopia gagal mencapai kesepakatan dengan kami, kami akan menjadi yang pertama menyerukan perang."
Sebaliknya, tentara Ethiopia sangat tangguh dalam gelombang protes terhadap bendungan dari Mesir.
Kepala staf Angkatan Darat Ethiopia, Letnan Jenderal Adam Mohamed, mengatakan tentara siap untuk menanggapi secara memadai setiap serangan dari Mesir di bendungan.
Dam Ethiopia memiliki biaya konstruksi US $ 4,2 miliar dan diharapkan mulai menghasilkan listrik pada akhir tahun 2020 dan mencapai kapasitas maksimum pada tahun 2022.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini