Advertorial

Kelabui Jepang Melalui Pembuatan Selokan, Raja Yogyakarta Sukses Selamatkan Rakyatnya dari Penderitaan Romusha yang 'Menyiksa Bak Neraka'

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

Intisari-Online.com -Meski Jepang hanya menjajah Indonesia kurang lebih tiga tahun (1942-1945), penderitaan yang harus dialami rakyat Indonesia sangat berat bak di neraka.

Jepang merampas apa saja yang dimiliki Indonesia.

Mulai dari hasil pertambangan, hasil pertanian, tenaga manusia, dan para perempuan Indonesia juga dirampas untuk dijadikan wanita penghibur (jugun ianfu).

Pengambilan paksa tenaga manusia berupa pekerja-pekerja yang orangnya diambil dari berbagai daerah yang dikenal sebagai Romusha bahkan menjadi momok paling mengerikan.

Baca Juga: Pernah Jajah Indonesia Selama 3,5 Abad, Raja Belanda Minta Maaf dan Akui Kemerdekaan Indonesia di Hadapan Presiden Jokowi

Para romusha dipaksa untuk membangun jembatan, jalan raya, rel kereta api, benteng pertahanan, dan lainnya.

Umumnya mereka diperlakukan sebagai tawanan perang dan banyak yang mati karena kelaparan.

Banyak romusha yang ketika dibawa keluar Jawa menggunakan kapal malah menjadi korban tenggelam di laut karena mendapat serangan udara dari pasukan Sekutu.

Namun di Kasultanan Yogyakarta warganya relatif aman dari program itukarena Raja Yogyakarta saat itu, Sri Sultan HB IX, berhasil mengibuli Jepang.

Baca Juga: Gagah Berani Namun Lembut, Bung Karno Ternyata Sosok Penting Al-Azhar Mesir Tak Jadi Ditutup hingga Jadi Salah Satu Universitas Islam Terbaik di Dunia

Caranya, Sultan HB IX meminta agar Jepang membantu pembangunan program irigasi untuk mengalirkan air dari Sungai Progo ke daerah-daerah pelosok sehingga bisa ditanami padi.

Jika panenan padi melimpah maka hasilnya sesuai aturan yang diterapkan Jepang saat itu, bisa untuk membantu pangan pasukan Jepang yang sedang bertempur melawan Sekutu.

Tapi karena untuk membangun saluran irigasi dibutuhkan banyak tenaga manusia, Sultan HB IX meminta agar warga Yogyakarta tidak diikutkan dalam program Romusha.

Baca Juga: Bukan Fatmawati, Dipangkuan Sosok Wanita Inilah Bung Karno Habiskan Detik-detik Akhir Hayatnya dan Hembuskan Napas Terakhir Tepat 50 Tahun yang Lalu

Semua warga laki-laki Yogya yang sudah bisa bekerja diwajibkan ikut membangun irigasi secara gotong-royong.

Di luar dugaan, seperti termaktub dalamTahta untuk Rakyat: Celak-celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwana IX, pemerintah militer Jepang di Indonesia yang dikenal sangat kejam dan tidak mengenal kompromi ternyata menyetujui permintaan Sultan HB IX.

Baca Juga: 50 Tahun Meninggalnya Bung Karno: Sepenggal Kisah Pahit di Akhir Kekuasaan Sang Proklamator, Sekadar Minta Nasi Kecap Buat Sarapan pun Ditolak

Jepang bahkan membantu dana dan berbagai peralatan untuk membangun saluran irigasi yang kini dikenal sebagai Selokan Mataram itu.

Warga Yogyakarta sendiri hingga saat ini terus memelihara dan ‘menghormati’ keberadaan Selokan Mataram.

Pasalnya selokan yang sangat bersejarah ini terbukti bisa menjamin warga tidak mengalami kekeringan dan tetap panen padi meski sedang musim kemarau. (Agustinus Winardi)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait